IDXChannel - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana melimpahkan kewenangan penentuan tarif ojek online (ojol) ke masing-masing pemerintah daerah, hal ini dinilai dapat menimbulkan polemik dan cacat hukum.
Wacana ini merupakan bagian dari rencana revisi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan No. 12/2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Pengamat hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia (UI), Fitriani Ahlan Sjarif berpendapat bahwa rencana ini memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan oleh Kementerian Perhubungan.
“Baik dari sisi kewenangan maupun kelembagaan rencana ini tidak bisa dibenarkan dari kacamata hukum administrasi negara. Ini bisa menyebabkan peraturan tersebut cacat hukum,” ujar Fitri, Senin (5/12/2022).
Dari segi kelembagaan, kata Fitri, kewenangan Kementerian Perhubungan dalam mengatur tarif ojol masih perlu dikaji kembali karena status perusahaan ojol yang merupakan perusahaan teknologi.
Seperti, jasa aplikasi yang merupakan unsur dari tarif ojol, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memiliki kewenangan yang lebih kuat. Menurutnya hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2015 menegaskan kewenangan Kemenkominfo untuk menyelenggarakan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penatakelolaan aplikasi informatika.
“Apalagi izin marketplace untuk perusahaan ojol sebagai aplikator on demand services yang mengeluarkan dari Kemenkominfo, jadi kewenangan administratif atas perusahaan ini menjadi kewenangan Kemenkominfo,” tegas Fitri.
Fitri menilai PM 12/2019 merupakan sebuah peraturan yang lahir dari kewenangan diskresi, di mana peraturan dibentuk untuk mengisi kekosongan peraturan yang jamak terjadi pada sektor teknologi.
Karenanya tidak bisa menjadi dasar hukum untuk mendelegasikan wewenang penentuan tarif ke daerah. Apalagi, berdasarkan Undang-Undang Administrasi pemerintahan diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
“Sehingga sebagaimana catatan saya terkait dengan kelembagaan, harus dicermati terlebih dahulu, sejauh mana kewenangan Kemenhub dalam menetapkan biaya aplikasi,” kata dia.
Mengingat sifat dari bisnis transportasi online yang melintasi kewenangan satu kementerian, Fitri menyarankan agar permasalahan ojol dan juga taksi online sebaiknya diatur melalui Peraturan Presiden.
Hal ini selain memberikan dasar atas ruang lingkup urusan yang lebih luas, dapat juga menyelesaikan persoalan mengenai legalitas keputusan-keputusan turunan dari Permenhub yang sekarang masih diskresioner dan belum ada dasar hukumnya. (RRD)