Pama, kata dia, terus melakukan berbagai penyesuaian agar tetap adaptif terhadap dinamika pasar, termasuk tren global menuju praktik berkelanjutan berbasis prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).
“Kalau mau bicara soal energi fosil, pasti suatu saat akan habis. Sekarang sudah jadi tren juga soal ESG, jadi kita harus memberikan alternatif usaha yang bisa menggantikan itu,” katanya.
Dia mencontohkan, pada masa batu bara booming, banyak pihak membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Namun, sejak 2017 tren mulai bergeser ke arah energi terbarukan seperti tenaga surya, air, dan gas.
Atas dasar hal itu, Pama mulai memperluas lini bisnisnya ke sektor pertambangan mineral seperti nikel dan emas.
“Kita harus punya alternatif bisnis untuk menggantikan batu bara. SDM juga harus kita siapkan, skema bisnis disesuaikan, dan alat-alat sekarang mulai beralih ke energi terbarukan seperti truk dan forklift listrik. Tapi memang menyiapkan infrastrukturnya itu butuh waktu,” katanya.
Dengan strategi diversifikasi bisnis dan fokus pada efisiensi operasional, Pama yakin dapat mempertahankan kinerja positif di tengah perubahan lansekap industri energi.
"Tapi kalau melihat trenya sih cukup optimistis dan positif sih kalau melihat itu. Pemerintah juga kan sangat mendukung untuk batu bara itu tetap di sebagai salah satu industri yang menjadikan andalan oleh pemerintah," ujar Gunawan.
(Dhera Arizona)