IDXChannel - Kementerian Agama (Kemenag) secara resmi telah mengusulkan nilai rata-rata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) untuk 2023 sebesar Rp69 juta.
Usulan ini sontak memicu respons publik, mengingat besaran Bipih pada tahun lalu masih sebesar Rp39,89 juta. Itu artinya, terjadi kenaikan hingga 73 persen, atau hampir dua kali lipat, hanya dalam kurun waktu setahun saja.
Perihal pro-kontra masyarakat terkait hal tersebut, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pun mencoba menjelaskan duduk permasalahannya, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VIII DPR RI, Kamis (26/1/2023).
Menurut Kepala BPKH, Fadlul Imansyah, posisi saldo nilai manfaat dari dana haji yang berada dalam pengelolaannya per 2021 tercatat sebesar Rp20 triliun.
Nilai tersebut diakui Fadlul meningkat cukup pesat, lantaran pada 2020 dan 2021 tidak ada pemberangkatan jamaah haji dari Indonesia, sebagai imbas dari kebijakan Arab Saudi yang menutup diri akibat pandemi COVID-19.
"Sehingga karena tidak ada keberangkatan (haji) di 2020 dan 2021, maka terjadi pertumbuhan aset (dana haji) sebesar Rp20 triliun," ujar Fadlul.
Namun kemudian, menurut Fadlul, besaran tersebut telah berkurang untuk membiayai pemberangkatan jamaah haji pada 2022, di mana saat ini kuota keberangkatan Indonesia telah mulai dibuka sebesar 50 persen.
"Keberangkatan (pada 2022) itu menyedot sebesar Rp6 triliun, sehingga dari Rp20 triliun itu sudah berkurang, jadi tinggal Rp15 triliun saja. Dan jika asumsinya tahun ini kuotanya menjadi penuh 100 persen, atau sekitar 200 ribuan jamaah, maka harus disediakan lagi sebesar Rp12 triliun untuk total nilai manfaat," tutur Fadlul.
Dengan demikian, lanjut Fadlul, jika asumsi bahwa kuota jamaah haji Indonesia telah 100 persen kembali seperti semula, maka untuk tahun 2024 saldo yang tersisa hanya tinggal Rp3 triliun saja.
Sementara jika mengggunakan asumsi yang sama, di mana kuota keberangkatan telah sepenuhnya kembali seperti semula, maka dibutuhkan kembali anggaran dana sebesar Rp12 triliun.
"Sehingga jika tanpa ada kenaikan PBIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), maka di 2024 ada kebutuhan Rp9 triliun yang harus kita ambil dari dana pokok pengelolaan yang selama ini telah kita kelola," kata Fadlul.
Karenanya, guna mengantisipasi peluang terpangkasnya dana pokok pengelolaan anggaran haji tersebut, BPKH kini tengah mengusulkan perubahan porsi BPIH antara yang ditanggung oleh jamaah (Biaya Perjalanan Ibadah Haji/Bipih) dengan yang disubsidi lewat nilai manfaat dari pengelolaan dana haji.
"Karena itu (untuk menghindari terpangkasnya dana pokok), kenapa usulannya menjadi 70 (dari Bipih) berbanding 30 (dari nilai manfaat)," tegas Fadlul.
Usulan porsi ini berbeda dengan pembagian porsi yang diterapkan pada tahun lalu, di mana dari BPIH 2022 yang sebesar Rp98.379.021,09, hanya Rp39.886.009,00 (40,54 persen) yang ditanggung secara mandiri oleh jamaah (Bipih). Sedangkan sisanya, yaitu sebesar Rp58.493.012,09 atau mencapai 59,46 persen dari kebutuhan BPIH dipenuhi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji. (TSA)