82 Persen Pengguna Internet di Indonesia Terpapar Iklan Judol dalam Enam Bulan
Survei itu diperkuat pula dengan data dari Pusat Pencatatan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut ada sekitar 3,3 juta pemain judi online.
IDXChannel - Sebanyak 82 persen pengguna internet di Indonesia terpapar iklan judi online dalam kurun waktu enam bulan terakhir.
Kondisi itu terjadi di tengah minimnya literasi digital masyarakat Indonesia. Hasil survei bertajuk 'Understanding the Impact of Online Gambling Adx Exposure' dari lembaga Populix itu mengemuka dalam gelar wicara (talkshow) Pelindungan Konsumen dan Diseminasi Database Profil UMKM Potensial Dibiayai (BISAID) yang digelar Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Sumatera Utara di Menara Mandiri Medan, Selasa (1/10/2024).
Survei itu diperkuat pula dengan data dari Pusat Pencatatan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut ada sekitar 3,3 juta pemain judi online di Indonesia.
"Mengacu pada data PPATK, perkembangan judi online pada tahun 2023 meningkat hingga 168 juta transaksi dengan akumulasi perputaran dana terkait judi online mencapai Rp327 triliun dari 3,3 juta orang pemain," kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang juga Ketua BMPD Sumatera Utara, IGP Wira Kusuma saat membuka talkshow tersebut.
Talkshow yang diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara berkolaborasi dengan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Sumatera Utara serta OJK, LPS, Kominfo, Kepolisian itu, dilaksanakan dalam rangka memitigasi berbagai risiko kejahatan siber dan aktivitas ilegal di era digital, khususnya terhadap pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
Potensi digitalisasi harapannya dapat memberikan manfaat kepada berbagai kalangan masyarakat termasuk pada sektor UMKM.
Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, UMKM berupaya untuk terus berinovasi dan mengembangkan usahanya melalui pemanfaatan digitalisasi.
Menurut Wira, transformasi digital bukan merupakan proses yang singkat. Dibutuhkan sinergi dan konsistensi antara Kementerian dan Lembaga terkait baik dari tingkat pusat maupun daerah untuk terus mendukung proses transformasi di masing-masing daerah.
"Tentunya ini merupakan tugas bersama untuk mendukung ekosistem digital berjalan secara kondusif memberikan manfaat yang lebih banyak kepada masyarakat. Sinergi dan kolaborasi antar lembaga dibutuhkan untuk memperkuat kebijakan memberantas risiko siber dan berbagai aktivitas ilegal secara terpadu," kata Wira.
Bank Indonesia, terus mengkampanyekan pelindungan konsumen melalui tagline PeKA yaitu Peduli, Kenali, dan Adukan. Peduli harapannya konsumen memahami produk/jasa sistem pembayaran yang digunakan hingga termasuk fitur keamanan pada instrumen yang digunakan.
Kenali yaitu konsumen dapat mengetahui berbagai modus risiko/potensi ancaman penipuan serta bagaimana memitigasinya. Adukan yaitu harapannya konsumen dapat memahami peran dari para regulator perlindungan konsumen, sehingga dapat mengajukan pengaduan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing instansi.
Pentingnya mengkampanyekan perlindungan konsumen dari keamanan transaksi digital, seiring dengan transaksi keuangan digital di Indonesia terus terakselerasi merambah berbagai aspek kehidupan, termasuk pada sektor keuangan dan sistem pembayaran. Pesatnya perkembangan tersebut seiring dengan meningkatnya akseptasi dan preferensi masyarakat dalam penggunakan instrumen dan kanal pembayaran digital.
"Transaksi digital banking yang tumbuh sebesar 31,11 persen (yoy) dengan volume sebanyak 1,87 miliar transaksi. Sementara penggunaan transaksi Uang Elektronik (UE) tumbuh 21,53 persen (yoy) atau mencapai 1,25 miliar transaksi, serta transaksi QRIS tumbuh 214,93 persen (yoy) dengan jumlah pengguna mencapai 52,55 juta dan jumlah merchant mencapai 33,7 juta," katanya.
Ditengah Perkembangan keuangan digital yang berkembang dengan pesat tersebut, tentunya tidak lepas dari berbagai tantangan, khususnya dalam hal infrastruktur dan literasi masyarakat yang masih belum merata.
Berdasarkan indeks literasi digital yang dipublikasikan oleh Kementerian Informasi dan Komunikasi, pada tahun 2022 tercatat tingkat literasi digital secara nasional adalah sebesar 3,54 dari skala 5. Sejalan dengan hal tersebut, hasil survey OJK tahun 2022 masih menunjukkan gap sebesar 35 persen antara tingkat inklusi keuangan dan literasi keuagan.
"Bank Indonesia juga telah melakukan survei keberdayaan konsumen terhadap produk dan jasa sistem pembayaran berupa Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (AMPK) dan Uang Elektronik. Hasil survei tersebut menunjukkan Indeks Keberdayaan Konsumen telah berada pada level kritis sebesar 63,76," ujar dia.
Pada level kritis, masyarakat sudah berani bercerita mengenai kekecewaan maupun kepuasan terhadap penggunaan non tunai. Meskipun demikian, hasil menunjukkan bahwa masyarakat belum berada pada tahap konsumen yang berdaya.
Kondisi tersebut menjadi celah potensi yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan digital mengambil keuntungan dari konsumen. Selain berbagai modus kejahatan pada transaksi digital, aktivitas ilegal lainnya juga mulai berkembang di era digitalisasi saat ini.
"Baik pinjaman/fintech ilegal, investasi ilegal, hingga penjudian daring (judi online)," kata dia.
(kunthi fahmar sandy)