Begini Strategi Jitu Kamal dan Deden Hadapi Ketatnya Persaingan Agen Perbankan
Agen BRILink merupakan bagian dari program pemerintah dalam membangun Jaringan Agen Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai).
IDXChannel - Dalam sebuah naskah drama karyanya, Gnaeus Naevius, seorang penulis satir di era Romawi Kuno, pernah menulis "Male parta male dilabuntur (Apa yang didapatkan dengan cara yang buruk, akan hilang dengan cara yang buruk pula)."
Seperti halnya juga yang sangat diyakini oleh Kamaludin, seorang Agen BRIlink yang tinggal di Desa Sadengkolot, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Lokasi desa di mana Kamaludin tinggal tersebut, tepatnya berada di kawasan kaki Gunung Dahu, dengan akses jalan yang cukup curam dan berliku.
"Meski lokasinya pelosok begini, persaingan agen (perbankan) di sini sudah mulai ketat. Apalagi dari (warga) yang pakai aplikasi-aplikasi bukan perbankan itu. Misal pakainya (aplikasi) dana, shopee, macam-macam. Sempat bikin puyeng juga," ujar Kamaludin, saat ditemui di rumahnya, pekan lalu.
Sepengetahuan Kamaludin, layanan Agen BRILink seperti yang dijalankannya merupakan bagian dari program pemerintah dalam membangun Jaringan Agen Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif, atau biasa disingkat dengan istilah Laku Pandai.
Program tersebut diluncurkan sejak 2014 silam, melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan menggandeng seluruh lembaga perbankan nasional, dengan harapan dapat mempermudah masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil, dalam mengakses layanan jasa keuangan.
"Karena setahu saya layanan agen seperti (BRILink) ini hanya (boleh) dilakukan oleh lembaga-lembaga perbankan. Kenapa? Karena urusannya dengan duit masyarakat. Jadi kalau ada apa-apa, lebih bisa dipertanggungjawabkan," tutur pria yang akrab disapa Erte Kamal ini.
Karenanya, Kamal mengaku sempat bingung ketika praktik jasa agen sejenis juga dilakukan oleh para pemakai aplikasi yang sifatnya personal, bukan keagenan, seperti Dana, Shopee, Lazada, dan sebagainya.
Jenis layanan yang diberikan juga relatif sama dengan disediakan Agen Laku Pandai, termasuk Agen BRILink, seperti dirinya. Sebut saja jasa pengiriman uang (transfer), setor uang, tarik tunai dan beragam layanan transaksi harian, seperti pembelian pulsa, token listrik, dan sebagainya.
Salah satu yang dirasa memberatkan bagi Kamal, adalah tarif atau fee yang diterapkan oleh para 'agen' tersebut, yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan bagi seluruh agen resmi Laku Pandai seperti dirinya.
"Kadang mereka ini ambil fee-nya cuma Rp3.000-Rp4.000 per transaksi, yang itu jauh di bawah aturan fee yang telah ditetapkan di kami," keluh Kamal.
Sosialisasi
Namun demikian, Kamal mengaku sama sekali tak gentar dalam bersaing melawan 'agen-agen' ilegal tersebut. Justru, Kamal merasa lebih bersemangat lagi untuk memperkuat sosialisasi di masyarakat, bahwa praktik semacam itu melanggar ketentuan dari pemerintah.
Kamal pun secara aktif memberi penjelasan kepada para pelanggannya dan juga masyarakat luas bahwa dengan memanfaatkan layanan keuangan yang tidak sesuai aturan tersebut, maka transaksi yang dilakukan jadi tidak aman.
"Misal kita mau kirim uang ke saudara, pasti misalkan terkirim, nama pengirimnya bukan kita, melainkan nama si pemilik aplikasi itu. Karena aplikasi itu kan sifatnya personal. Nah kalau sampai kirimannya nggak nyampek, dana gak diterima oleh saudara kita, siapa yang tanggung jawab?" jelas Kamal.
Hal tersebut, dikatakan Kamal, berbeda dengan proses pengiriman uang melalui agen resmi BRILink semacam dirinya. Dalam menjalankan transaksinya, Kamal menjelaskan, seluruh Agen BRILink menggunakan aplikasi resmi yang memang didesain untuk masyarakat.
"Jadi misal kirim uang, nama pengirimnya ya benar-benar tertulis nama si nasabah itu. Bukan nama agennya. Kalau misal terjadi masalah, gangguan gitu, tanggung jawabnya jelas, karena lembaganya juga jelas. Dalam hal ini adalah BRI," ungkap Kamal.
Hal senada juga disampaikan oleh Deden, Agen BRILink yang tinggal di Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Sama seperti Kamal, lokasi tempat tinggal yang sekaligus menjadi wilayah operasional Deden sebagai Agen BRILink berada di kawasan pegunungan dengan bentang alam yang cukup menantang.
Jika Desa Sadengkolot tempat Kamal tinggal merupakan daerah Kaki Gunung Dahu, maka Desa Purwabakti tempat Deden bermukim adalah wilayah Kaki Gunung Salak.
"(Kondisi persaingannya) Sama saja. Biar pun di gunung gini, persaingannya ketat. Mau dari aplikasi non-bank (Dana, Shopee, dll), mau pun sama-sama lembaga perbankan, semuanya ada," ujar Deden, saat ditemui, di rumahnya, dalam kesempatan terpisah.
Deden bisa dibilang merupakan salah satu pioneer dalam Program Laku Pandai, dengan telah mulai menjadi Agen BRILink sejak 2014, atau tahun pertama sejak program tersebut diluncurkan oleh OJK.
Saat itu, menurut Deden, masyarakat relatif belum ada yang mengenal Program Laku Pandai, termasuk keberadaan Agen BRILink. Karenanya, untuk hanya sekadar mendapatkan satu transaksi per hari saja, bagi Deden merupakan hal yang sangat berat.
"Karena mereka nggak tahu (Agen BRILink), jadi mereka nggak percaya. Takut uangnya hilang, takut ditipu, macam-macam. Wajar, sih. Karena jangankan orang lain, kakak saya sendiri, saudara dan keluarga sendiri, saat itu juga nggak percaya," tutur Deden.
Dua Kali Lipat
Untuk mengatasi hal tersebut, Deden pun dengan sabar melakukan sosialisasi secara pelan-pelan dan bertahap. Bahkan demi mendapat kepercayaan, Deden saat itu berani mengambil risiko dengan memberikan garansi ganti rugi hingga dua kali lipat, bila memang transaksi melalui jasa Agen BRILink miliknya mengalami gangguan atau bahkan gagal transaksi.
"Jadi sampai saya bilang ke nasabah, kalau sampai uang mereka hilang saat transaksi, saya siap ganti dua kali lipat," papar Deden.
Namun, dengan semakin meningkatnya pemahaman dan kepercayaan di masyarakat, perlahan namun pasti praktik keagenan seperti yang dilakukannya juga mulai banyak bermunculan di masyarakat.
Seperti halnya yang dikeluhkan Kamal, Deden juga mengaku sempat cukup dipusingkan dengan praktik 'nakal' dari para pengguna aplikasi non-perbankan, seperti Dana, Shopee, dan sebagainya.
Namun, seperti juga yang disampaikan oleh Kamal, Deden juga mengaku sama sekali tidak gentar dengan kepungan persaingan yang terjadi tersebut.
Selain terus rajin melakukan sosialisasi terkait keamanan bertransaksi lewat agen resmi seperti dirinya, Deden mengaku sangat yakin bahwa segala sesuatu yang dijalankan dengan tidak benar, juga tidak akan membawa kebaikan dalam hidupnya.
"Rezeki itu sudah ada yang mengatur. Kalau mereka praktik nggak bagus kayak gitu, ya silakan saja. Saya tidak khawatir rezeki (saya) akan terganggu. Semua sudah ada takarannya masing-masing," pungkas Deden.
Laporkan
Sementara, dikonfirmasi secara terpisah, pihak OJK mengaku belum pernah menerima informasi ataupun keluhan atas maraknya praktik keagenan layanan keuangan yang dilakukan oleh para pengguna aplikasi non-perbankan, seperti halnya yang dikisahkan oleh Kamal dan Deden.
"Saya sudah cek di data kami, di tim lapangan juga, dan sejauh ini belum ada laporan yang kami terima terkait praktik semacam itu," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, kepada IDXChannel.
Karenanya, sosok yang akrab disapa Kiki tersebut mendorong kepada pihak-pihak yang secara langsung berada di lapangan dan menemukan praktik-praktik sejenis, seperti halnya yang dirasakan oleh Kamal dan Deden, untuk segera melaporkannya kepada OJK melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK).
Kiki memastikan bahwa ketika sudah ada laporan yang masuk, pihaknya akan segera melakukan investigasi dan pengembangan perkara, untuk dapat mengetahui seluk-beluk mengenai praktik ilegal tersebut.
"(Ketika sudah ada laporan masuk) Maka kami akan teliti lebih jauh, kita telaah secara menyeluruh, dan bahkan kita akan panggil PUJK (Pelaku Usaha Jasa Keuangan) terkait untuk kasih penjelasan. Sehingga dengan begitu, kami tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan lalu ambil kebijakan," tutur Kiki.
Karenanya, Kiki juga mengapresiasi atas kekritisan Kamal, Deden, dan mungkin agen-agen lain yang ada di lapangan, untuk dapat sama-sama melakukan pengawasan sekaligus evaluasi agar pelaksanaan Program Laku Pandai ke depan bisa lebih maksimal, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
"Kita sama-sama perbaiki dan pastikan agar tidak ada pelanggaran di lapangan, sehingga manfaat program bagi masyarakat bisa lebih maksimal," tegas Kiki.
Bangkit Lagi
Sementara, Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Kiryanto, membenarkan adanya temuan di lapangan, bahwa ada sejumlah praktik keagenan ilegal dari pengguna aplikasi non-perbankan.
Menurut pria yang akrab disapa Ryan ini, hal tersebut dapat terjadi lantaran OJK sebagai pemilik program Laku Pandai seolah sudah tidak lagi bersemangat dalam menjalankan agenda penguatan inklusi keuangan tersebut.
"Saya melihatnya demikian. Kalau dulu, kita tahu, OJK sangat concern untuk mendorong pelaksanaan Laku Pandai hingga ke wilayah-wilayah pelosok, ke daerah pesisir, bahkan daerah perbatasan dengan negara lain. OJK turun tangan langsung. Nah, kalau sekarang, saya tidak pernah lihat lagi," ujar pria yang juga menjabat sebagai Co-Founder Institute for Social, Economic and Digital (IDES) tersebut.
Ryan menjelaskan, agresifitas OJK dalam mendorong pelaksanaan Laku Pandai di seluruh wilayah Indonesia tersebut memang sempat terkendala dengan adanya Pandemi COVID-19 pada 2020 lalu.
Sayang, setelah pandemi benar-benar rampung, OJK dinilai Ryan seolah 'lupa' untuk kembali mengawal pelaksanaan Laku Pandai di lapangan.
"Karena itu, dengan adanya temuan-temuan dari Agen BRILink semacam Kamal dan Deden ini, saya berharap bisa mengingatkan OJK untuk bangkit lagi. Jangan kendor lagi, bahwa masih ada yang perlu dikawal dari agenda Laku Pandai ini," tegas Ryan. (TSA)