China Pangkas Suku Bunga Jangka Pendek, Perlukah RI Ikutan?
People's Bank of China (PBOC) secara mengejutkan memangkas suku bunga pinjaman utamanya pada Selasa (13/6/2023).
IDXChannel - People's Bank of China (PBOC) secara mengejutkan memangkas suku bunga pinjaman utamanya pada Selasa (13/6/2023). Upaya bank sentral China tersebut dilakukan dalam upaya menopang pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
PBOC memotong tingkat suku bunga 7-day reverse repo rate pertama kalinya sejak Agustus tahun lalu. Langkah ini diyakini akan meningkatkan likuiditas sistem perbankan dan membuat pinjaman jangka pendek bisa lebih murah.
PBOC memangkas suku bunga sebesar 10 basis poin menjadi 1,90% dari sebelumnya 2,00% di tengah upaya menyuntikkan 2 miliar yuan (setara USD279,97 juta) kepada perbankan nasional melalui instrumen obligasi jangka pendek. (Lihat grafik di bawah ini.)
Mengutip beberapa analis, jumlah pinjaman yang terpengaruh akibat kebijakan ini terbilang kecil. Namun, langkah tersebut dianggap signifikan karena menandakan bahwa PBOC kemungkinan akan memangkas beberapa suku bunga utama lainnya akhir bulan ini.
Melambatnya Ekonomi China dan Pelajaran bagi RI
Berdasarkan analis Capital Economics, pemotongan suku bunga ini semakin memperkuat kekhawatiran yang berkembang di antara para pembuat kebijakan tentang kesehatan pemulihan ekonomi China.
Analis juga memperkirakan PBOC juga akan memangkas suku bunga pinjaman jangka menengah, serta suku bunga acuan Loan Prime Rate (LPR) masing-masing pada Kamis dan Selasa depan. Ini mengingat ketiga suku bunga biasanya bergerak bersamaan. Terakhir kali China memangkas LPR-nya pada Agustus tahun lalu.
“Pemotongan suku bunga datang lebih awal dan lebih tajam dari ekspektasi kami dan pasar di tengah momentum pemulihan ekonomi dan kepercayaan bisnis,” kata Becky Liu, kepala strategi makro China untuk Standard Chartered Bank.
Pada Maret, PBOC sempat memangkas syarat rasio cadangan simpanan yang menentukan jumlah uang yang harus disimpan bank sebagai cadangan sebesar 0,25 poin persentase.
Langkah ini juga dalam upaya untuk menjaga aliran uang melalui sistem keuangan dan menopang ekonomi nasional.
Pemotongan suku bunga itu juga cukup mengejutkan pasar dan mengikuti gejolak di pasar keuangan global yang dipicu oleh kegagalan beberapa bank regional AS.
Sebelumnya, beberapa indikator makro ekonomi negeri Tirai Bambu tersebut dilaporkan kurang memuaskan.
Teranyar, indeks harga produsen China dilaporkan turun 4,6% yoy pada Mei 2023, berdasarkan rilis Jumat (9/6/2023). Angka ini lebih cepat dari penurunan 3,6% pada April dan lebih buruk dari perkiraan pasar 4,3%. (Lihat grafik di bawah ini.)
Kodisi ini juga merupakan deflasi produsen selama delapan bulan berturut-turut dan penurunan tertajam sejak Februari 2016 di tengah melemahnya permintaan dan moderasi harga komoditas.
Penurunan bahan produksi dipercepat berkontraksi 5,9% dibanding -4,7% bulan sebelumnya karena penurunan harga pemrosesan yang lebih cepat sebesar -4,6%.
Adapun harga bahan baku terkontraksi 7,7% dibanding -6,3% bulan sebelumnya, serta biaya ekstraksi terkontraksi 11,5%.
Selain itu, harga barang konsumsi turun tipis 0,1% di tengah kenaikan harga yang lebih rendah pada makanan sebesar 0,2%.
Di China, perubahan harga produsen mengukur rata-rata perubahan tahunan harga barang dan jasa yang dijual oleh produsen besar maupun produsen di pasar grosir selama periode tertentu.
Tak hanya indeks produsen, surplus perdagangan China juga turun menjadi USD 65,81 miliar pada Mei 2023. Sebelumnya, surplus tercatat sebesar USD 78,40 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya dan di bawah perkiraan pasar sebesar USD 92 miliar.
Ini juga menjadi surplus perdagangan terkecil sejak Februari 2023, karena ekspor turun lebih banyak daripada impor, di tengah lemahnya permintaan global.
Ekspor menyusut 7,5% yoy ke level terendah tiga bulan sebesar USD 283,5 miliar dan menjadi penurunan pertama dalam tiga bulan serta penurunan tertajam sejak Januari 2023.
Angkanya juga lebih lemah dibandingkan dengan konsensus pasar sebesar 0,4%, sementara impor turun 4,5%, di tengah pelemahan konsumsi domestik.
Lemahnya ekspor ini diduga karena permintaan global tidak cukup untuk mempertahankan pemulihan pengiriman keluar produk-produk China.
Di antara mitra dagang utama China, ekspor ke AS turun 18,2% dari tahun sebelumnya, sementara ekspor ke Uni Eropa juga merosot 26,6%.
Di sisi impor, ini menjadi bulan ketiga berturut-turut penurunan pembelian, di tengah lemahnya permintaan domestik.
Tingkat inflasi tahunan China juga dilaporkan naik tipis menjadi 0,2% pada Mei 2023 dari level terendah 26 bulan di bulan April sebesar 0,1%. Namun, angka ini masih kurang dari perkiraan pasar sebesar 0,3%
Berkaca pada kondisi ini, Indonesia juga memiliki kebijakan suku bunga yang cenderung tidak berubah pada pertemuan bank sentral pada Mei 2023.
Namun, secara makroekonomi, kondisi Indonesia masih lebih baik dibanding China.
Mengacu data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah perlambatan ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama 2023 tercatat sebesar 5,03% yoy. Inflasi Indonesia secara year-on-year pada Mei 2023 juga melandai sebesar 4%.
RI juga masih menikmati surplus neraca perdagangan pada April 2023, meningkat dari USD2,83 miliar pada Maret 2023 menjadi USD3,94 miliar.
Meski di sisi lain perlambatan industri akibat ketidakpastian ekonomi global perlu diwaspadai lebih lanjut. Teranyar, indeks PMI Manufaktur S&P Global Indonesia turun menjadi ke posisi 50,3 pada Mei 2023 dari level tertinggi enam bulan di bulan April di 52,7. (ADF)