Dari Korban PHK COVID-19, Kini Sopian Mampu Kantongi Ratusan Juta Rupiah per Bulan
Dalam sehari, Sopian diminta memproduksi minimal 90 pcs jemuran dinding.
IDXChannel - Orator sekaligus pemikir besar asal Romawi yang hidup pada abad ke-2 sebelum masehi, Cicero, pernah berujar "Dum Vita est, spes est (Selama ada kehidupan, maka masih akan ada harapan)."
Atau secara lebih personal, tokoh besar dalam mazhab Filsafat Stoa itu juga pernah menyatakan "Dum spiro, spero (Selama masih bernafas, aku tidak akan berhenti berharap)."
Kutipan bijak tersebut seolah mengajarkan bahwa dalam hidup, demikian pentingnya untuk selalu bersemangat dan terus merawat harapan. Seperti halnya kisah hidup yang dialami oleh Sopian Tajudin, mantan karyawan swasta yang kini beralih profesi menjadi pengusaha jemuran.
"Dulu jadi karyawan di (perusahaan) suplier otomotif, di Cikarang. Cuma pas 2020, karena COVID-19 dulu, kantor harus efisiensi, dan saya termasuk yang kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)," ujar Sopian, saat ditemui di studio produksinya, di Kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor.
Jemuran
Lantaran kehilangan pekerjaan, Sopian pun harus memutar otak untuk mencari penghidupan lain, yaitu dengan merintis usaha memproduksi jemuran dinding yang terbuat dari aluminium.
Ide berjualan jemuran didapat dari salah satu kenalan yang kerap menyewa mobil minibus miliknya, yang rupanya merupakan seorang pemilik bisnis online shop.
"Selama ini Si Ibu ini sering sewa mobil ke saya untuk kulakan jemuran, dijual di online shop. Cuma biar pun udah sewa (mobil), stok barang di suplier suka kosong. Kan kasihan. Jadi saya tanya, barangnya apa. Saya minta sampelnya, terus mulai coba bikin," tutur pria kelahiran Ciapus, Taman Sari, Kabupaten Bogor, ini.
Saat itu, Sopian memberanikan diri menggunakan uang pesangon yang didapat dari proses PHK sebesar Rp25 jut sebagai modal awal untuk mulai memproduksi jemuran, dengan spesifikasi seperti yang diinginkan oleh kenalannya tersebut.
Beruntung, produk sampel bikinan Sopian dinilai bagus dan layak, sehingga Sang Klien tak ragu untuk langsung menyepakati kerja sama jangka panjang, dengan kapasitas produksi bahkan sampai 150 pcs per hari.
"Itu saya modal nekat saja, orang memang sudah gak ada kerjaan. Alat-alatnya juga saya belanja mendadak di Pasar Anyer pake duit pesangon. Alhamdulillah, pembeli suka, dan langsung jalan (kerja sama bisnisnya)," ungkap Sopian.
Kupedes
Hanya saja, seiring berjalannya waktu, Sopian mulai kesulitan dalam hal permodalan. Hal tersebut lantaran bahan baku aluminium yang dibutuhkannya, hanya bisa dibeli dalam jumlah grosir, yaitu minimum 500 batang per sekali pembelian, dengan ukuran sepanjang lima meter per batang.
Karenanya, meski sempat berjalan selama hampir dua tahun sejak 2020, pada akhirnya Sopian merasakan bisnisnya kurang bisa berkembang, lantaran pasokan bahan baku yang serba terbatas.
"Akhirnya di 2022, saya beranikan pinjam ke BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk) Rp200 juta. Langsung di-ACC karena bisnis kan sudah jalan. Terus produksi saya juga sesuai permintaan, jadi nggak ada risiko nggak laku," ungkap pria bernama lengkap R Sopian Tajudin Putra, ini.
Pinjaman sebesar Rp200 juta tersebut, dikatakan Sopian, didapat melalui program Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) BRI. Sopian pun semringah karena proses pengajuan pinjaman dirasakannya sangat mudah dan cepat, yaitu hanya membutuhkan waktu setengah hari saja.
Dengan kendala permodalan yang telah teratasi, kinerja produksi Sopian pun kembali lancar. Dalam setiap produksinya, Sopian menghasilkan tiga jenis produk jemuran sesuai pesanan.
Pertama adalah jenis jemuran tiga palang dengan harga Rp30 ribu per unit, lalu jenis jemuran empat palang dengan harga Rp35 ribu per unit, dan jenis jemuran ukuran mini untuk dipasang dalam kamar mandi, dengan harga Rp20 ribu per unit.
Puluhan Juta
Dalam sehari, Sopian diminta memproduksi minimal 90 pcs jemuran dinding. Biasanya, yang banyak dipesan adalah jenis jemuran dengan harga Rp30 ribu dan Rp35 ribu per unit. Sedangkan jenis jemuran ukuran mini hanya sesekali saja Sopian memproduksi, sesuai pesanan yang didapat.
"Dulu pas COVID-19, (permintaan) malah banyak. Sampai 150 pcs per hari. Kalau sekarang agak turun, jadi 90 pcs per hari. Tiap sore kita kirim ke pembeli, terus pembayaran kita terima tiap seminggu sekali," papar Sopian.
Dengan permintaan 90 pcs per hari, dan dengan asumsi harga jual terendah Rp30 ribu per unit saja, maka dapat dipastikan pendapatan Sopian per hari mencapai Rp2,7 juta. Artinya, dalam sebulan, Sopian bisa mengantongi cuan hingga Rp81 juta dari bisnis jemuran saja.
Nominal pendapatan tersebut belum memperhitungkan penjualan satuan yang didapat Sopian dari tetangga dan masyarakat sekitar tempatnya berproduksi, di daerah Cibinong, dan juga pesanan dari sejumlah WA Grup dan komunitas yang diikutinya.
"Ya kalau jual satuan, adalah ke tetangga yang langsung datang, ke saudara atau beberapa kenalan di WA Grup. Tapi kalau yg jualan beneran (komersial), saya cuma ke pembeli saya itu saja. Nggak mau (jualan) ke yang lain. Itu sudah komitmen saya, karena dapat rezeki juga awalnya dari dia. Ada banyak sih permintaan, tapi saya nggak mau," tandas Sopian.
Tak Hanya Jemuran
Selain memproduksi jemuran, Sopian pada saat yang sama juga menekuni bisnis sablon, baik berbahan dasar kertas/kardus, plastik maupun kain.
Sama seperti bisnis jemuran, usaha sablon Sopian juga telah memiliki pembeli tetap, sehingga pemasukan yang didapat setiap bulannya juga relatif rutin, yaitu dengan kisaran sekitar Rp90 juta hingga Rp100 juta per bulan.
Pesanan sablon tersebut, menurut Sopian, didapatkannya dari perusahaan suplier otomotif tempat bekerjanya dulu, yang notabene pernah mem-PHKnya pada 2020 lalu.
"Ya alhamdulillah, biar kata di-PHK, silaturahmi dengan teman-teman di sana masih bagus. Masih lancar. Terus sekali waktu pas mereka butuh suplier sablonan, ditawarin ke saya. Pas lihat spesifikasi yang diminta, saya yakin bisa (menggarap) lah ini. Jadi ya saya ambil. Alhamdulillah jalan sampai sekarang," tukas Sopian.
Produk sablon yang diproduksi Sopian adalah kardus dan kain pembungkus kunci cakrem untuk motor merek Honda. Oleh perusahaan suplier rekanan Sopian, produk tersebut lantas disuplai ke PT Astra Honda Motor (AHM), produsen motor merek Honda di Indonesia.
Karenanya, tak mengherankan bila kapasitas permintaan dan kisaran omzetnya juga demikian besar, hingga mencapai Rp100 juta per bulan.
"Persisnya (omzet per bulan) itu minimal Rp91 juta. Lalu kadang suka ada permintaan-permintaan lain yang custom gitu. Terus kita juga terima (pesanan) sablon dari luar, misal kaos partai, cover shock breaker, atau kebutuhan lain-lain di kantor-kantor gitu. Makanya kisaran total (omzet) sekitar Rp90an juta sampai Rp100 juta (per bulan)," urai Sopian.
Tak Berhenti
Dengan pendapatan minimal sebesar Rp91 juta dari bisnis sablon dan Rp81 juta dari produksi jemuran, maka secara total pendapatan Sopian per bulan minimal mencapai Rp172 juta. Namun, seolah tak puas, Sopian tak berhenti mencoba ceruk bisnis baru, dengan mulai merintis produksi gypsum dinding.
Berbekal dari pengalamannya makan di Restoran Padang Sederhana di Kedunghalang, Kota Bogor, Sopian mengaku tertarik pada hiasan dinding yang ada di rumah makan tersebut. Setelah diperhatikan, hiasan tersebut rupanya berbahan dasar PVC, dan diproduksi dengan mesin press, yang hanya bisa dilakukan oleh pabrik-pabrik besar.
Tak hilang akal, Sopian coba mengakalinya dengan memproduksi produk hiasan sejenis, namun berbahan dasar gypsum, yang menurutnya masih bisa diproduksi secara manual, dengan harga bahan baku yang tentu lebih murah.
Alhasil, dengan belajar proses produksi secara otodidak via youtube, Sopian dalam setahun terakhir ini sudah bisa memproduksi dan menjual produk hiasan dinding gypsum dengan rata-rata sekitar 20-an meter persegi per bulannya. Dengan harga jual sebesar Rp150 ribu per meter persegi, maka pendapatan Sopian dari bisnis gypsum ini baru sekitar Rp3 juta-an per bulan.
"Ya memang (pemasukan dari gypsum) belum banyak. Baru coba-coba. Yang penting kita mah, apa saja dicoba. Ada yang bisa digarap, hayuk digarap. Selama itu menguntungkan, kenapa nggak," tegas Sopian.
Terus Berkembang
Kisah perjuangan Sopian untuk bangkit dari mantan korban PHK COVID-19 menjadi pengusaha sukses semakin memperpanjang catatan keberhasilan Bank BRI dalam mendukung para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam mengembangkan bisnisnya.
Tak hanya melalui fasilitas pinjaman bersubsidi lewat program KUR, sumbangsih BRI dalam mendukung geliat sektor mikro juga dilakukan melalui pembiayaan komersial lewat produk Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes).
Terus tumbuh kuat, kinerja kredit segmen mikro PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI tercatat semakin baik pascapandemi. Adapun salah satu pendorong pertumbuhan kredit per kuartal III-2023 karena terdorong produk komersial Kupedes.
Sejak pasca pandemi, misalnya, kinerja pembiayaan via Kupedes terus mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.
"Ini menunjukkan bahwa UMKM kita itu secara bisnis sangat sehat. Daya bayarnya kuat. Sehingga relatif tidak terlalu sensitif soal bunga. Jadi mau pakai produk (pinjaman) komersial seperti Kupedes, juga tidak masalah," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, saat dihubungi, terpisah.
Justru, dengan adanya program pinjaman bersubsidi lewat KUR, Supari mengeklaim kerap kali kurang diminati oleh sebagian pelaku UMKM, karena memiliki plafon pinjaman maksimal yang relatif rendah.
Sedangkan, kebutuhan permodalan di kalangan pelaku UMKM dalam beberapa kasus tertentu, jauh lebih besar dibanding nominal pinjaman yang bisa diberikan melalui program KUR. Kasus serupa itulah yang juga dirasakan oleh Sopian, yang membutuhkan pinjaman permodalan hingga Rp200 juta, sehingga tidak mungkin untuk mengajukan kredit KUR.
"Jadi bagi sebagian mereka (pelaku UMKM), KUR kadang kurang besar (plafon pinjamannya), karena modal yang dibutuhkan lebih dari itu. Sehingga, mereka tidak masalah pakai Kupedes, meski secara bunga sedikit lebih tinggi, karena tidak ada subsidi dari pemerintah," tutur Supari.
Klaim Supari tersebut, terkonfirmasi, di antaranya oleh data penyaluran kredit BRI hingga September 2023 lalu. Dalam sembilan bulan pertama tahun lalu, BRI mampu merealisasikan pengucuran total kredit mikro sebesar Rp479,9 triliun.
Dari total nominal sebesar itu, sebesar 60,1 persen di antaranya terkontribusikan dari produk Kupedes, yaitu dengan nilai realisasi pengucuran mencapai Rp201,4 triliun. Nilai tersebut juga terhitung tumbuh hingga 57,5 persen bila dibandingkan dengan realisasi pengucuran Kupedes pada periode sama tahun sebelumnya.
"Jadi secara total bisnis mikro BRI, porsi Kupedes juga terus menguat, menggeser porsi KUR yang selama ini mendominasi. Dari semula hanya 29,56 persen, kontribusi Kupedes (terhadap total bisnis mikro BRI) kini sudah mencapai 41,96 persen," tegas Supari. (TSA)