BANKING

Era Dana Murah dan Mudah Berakhir, Bos OJK Ungkap Sebabnya

Ikhsan Permana SP/MPI 08/05/2023 14:56 WIB

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan, sudah tidak ada lagi era dana mudah dan murah.

Era Dana Murah dan Mudah Berakhir, Bos OJK Ungkap Sebabnya (Foto MNC Media)

IDXChannel - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar mengatakan, sudah tidak ada lagi era dana mudah dan murah. Hal itu karena kondisi sistem keuangan global sudah berubah secara drastis dan menyebabkan suku bunga acuan meningkat dengan cepat. 

"Dengan berubahnya secara drastis kondisi keuangan dan moneter global, di mana tingkat bunga menjadi begitu cepat naiknya dalam waktu begitu singkat, sudah tidak ada lagi dana murah, dana mudah, dan bahkan dana gratis," ucapnya di acara diskusi panel dalam rangkaian Opening Ceremony of Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) 2023 yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Menurut Mahendra, fenomena tidak adanya dana mudah dan murah bukan hanya sementara, namun akan menjadi new normal.

"Saya rasa ini the new normal and permanent feature ke depan. Tidak ada lagi dana yang dengan mudahnya saja bisa diberikan," ujarnya.

Dia menerangkan, saat dana murah, dana mudah, dan hampir dana gratis serta likuiditas perbankan berlimpah, maka keberadaan dari industri dan pelaku usaha jasa keuangan digital tidak harus terlalu memerhatikan aspek keuntungan prospek dan kesehatan dari kondisinya.

"Jadi yang diperhatikan itu hanya top line berapa besar, akan tumbuh berapa besar, akan mencapai target yang ditentukan, apalagi oleh iming-iming investasi yang series berikutnya menuju kepada unicorn, IPO dan seterusnya," jelasnya.

Namun saat ini, tambah Mahendra, industri dan pelaku usaha jasa keuangan digital diharuskan untuk tidak hanya melihat aspek top line, tapi juga harus melihat bottom line. Harus melihat keberlanjutan dalam jangka panjang dari kacamata bisnisnya, dari kacamata provitability-nya, sekaligus berkelanjutan.

"Di sini kunci dari pengawasan yang dalam hal ini termasuk dilakukan oleh OJK kepada pengawasan mikro prudential, yaitu masing-masing perusahaan maupun industri di sektor jasa keuangan," jelasnya.

Mahendra mencontohkan, banyak negara di dunia perlakuan terhadap bank digital ataupun industri keuangan digital itu berbeda dengan pengawasan dan perangkat pengaturan yang diberlakukan kepada bank yang konvensional atau industri konvensional. 

Di Indonesia, kedua hal itu sama. Sebab kalau itu dikorbankan, maka persoalannya adalah ada trade off antara inovasi perkembangan pertumbuhan dengan kondisi kesehatan stabilitas.

"Jadi apapun namanya bank itu, tetap bank itu harus memenuhi kaidah kriteria dan persyaratan yang prudent dan kondisi kesehatan jelas, rasio-rasio keuangan, juga sama bank apapun itu, sehingga kekhawatiran untuk melihat kondisi yang berbeda dari diversifikasi jenis industri keuangan akan lebih berkurang," pungkas Mahendra. 

(FAY)

SHARE