BANKING

Gejolak Sektor Perbankan, IMF Peringati Ancaman Stabilitas Keuangan Global

Kunthi Fahmar Sandy 27/03/2023 14:07 WIB

IMF memperingatkan resiko terhadap stabilitas keuangan akibat gejolak di sektor perbankan terhadap ekonomi global.

Gejolak Sektor Perbankan, IMF Peringati Ancaman Stabilitas Keuangan Global (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Kepala Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva memperingatkan bahwa ekonomi global menghadapi risiko terhadap stabilitas keuangannya karena gejolak di sektor perbankan.

Direktur pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, memperingatkan resiko terhadap stabilitas keuangan akibat gejolak di sektor perbankan terhadap ekonomi global.

Hal tersebut dapat dilihat dari kenaikan suku bunga yang telah memberikan tekanan pada hutang, sehingga menyebabkan tekanan pada negara-negara besar, termasuk di antara para pemberi pinjaman.

“Ekonomi dunia di tahun ini hanya akn berkembang sampai 3% karena kenaikan biaya pinjaman, dikombinasikan dengan perang di Ukraina, dan luka akibat pandemi Covid-19 yang akan menghambat pertumbuhan,” ujar Georgieva melalui laman The Guardian, Senin (27/3/2023).

Selain itu, risiko terhadap stabilitas keuangan telah meningkat setelah runtuhnya Silicon Valley Bank baru-baru ini dan penyelamatan Credit Suisse yang diperantarai oleh pemerintah Swiss oleh UBS, sehingga menyebabkan para investor mengamati saham-saham di Deutsche Bank ketika pasar Eropa kembali dibuka kembali pada hari Senin.

"Pada saat tingkat hutang yang lebih tinggi, transisi yang cepat dari periode suku bunga rendah yang berkepanjangan ke suku bunga yang jauh lebih tinggi - yang diperlukan untuk memerangi inflasi - pasti menimbulkan tekanan dan kerentanan, sebagaimana dibuktikan oleh perkembangan terakhir di sektor perbankan di beberapa negara maju," ujar Georgieva dalam konferensi di Beijing.

Komentar tajam tersebut muncul ketika Bank Sentral Eropa (ECB) mengatakan bahwa gejolak di sektor perbankan yang terjadi baru-baru ini akan berdampak nyata pada bisnis dan pertumbuhan sehingga menimbulkan kegelisahan terhadap masalah-masalah di sektor perbankan yang mengakibatkan pertumbuhan yang lebih rendah dan meredam inflasi.

"Kesan kami adalah bahwa hal ini akan mengarah pada pengetatan standar kredit tambahan di kawasan euro dan mungkin hal ini akan berimbas pada perekonomian dalam hal pertumbuhan yang lebih rendah dan inflasi yang lebih rendah," ujar Luis de Guindos, wakil presiden ECB.

Kepala Pengawas Pengeluaran Publik Inggris menggarisbawahi bahwa dampak negatif meninggalkan Uni Eropa bagi perekonomian Inggris akan menyebabkan luka ekonomi yang lebih dalam daripada pandemi.

"Kami pikir Brexit dalam jangka panjang mengurangi output kita secara keseluruhan sekitar 4% dibandingkan jika kita tetap berada di Uni Eropa. Ini adalah guncangan bagi ekonomi Inggris yang besarnya setara dengan guncangan lain yang telah kita lihat dari pandemi dan dari krisis energi," ujar Richard Hughes, ketua Kantor Tanggung Jawab Anggaran, kepada BBC yang dikutip melalui laman The Guardian, Minggu (26/03/2023).

Guindos mengatakan bahwa seiring dengan meningkatnya tekanan ekonomi di Inggris, Uni Eropa dan Amerika Serikat, serta lembaga keuangan non-bank yang berada di luar kekuasaan pengawasan bank sentral seperti ECB, dapat semakin mengekspos keretakan dalam sistem keuangan.

"Kami percaya bahwa hal ini dapat menjadi sumber masalah bagi seluruh sistem keuangan, dan kita harus berhati-hati," ujar Guindos.

Regulator Swiss terus bergulat dengan dampak dari runtuhnya Credit Suisse, ditambah tekanan publik yang meningkat pada regulator setelah paket dukungan yang besar untuk bank tersebut sebelum merger darurat dengan UBS.

Kontroversi mengenai bailout tersebut telah menambah suara krisis keuangan global yang disebabkan oleh runtuhnya lembaga-lembaga keuangan besar di AS dan Swiss baru-baru ini.

“Kami masih terbuka untuk mengambil tindakan disipliner terhadap para manajer di Credit Suisse. Namun, hal ini merupakan prioritas yang lebih rendah daripada menjaga stabilitas keuangan dengan mengawasi pernikahan antara pemberi pinjaman terbesar kedua di Swiss dan UBS,” ujar Prof Marlene Amstad, Kepala Finma.

(Penulis Fidya Damayanti magang)

(SAN)

SHARE