Menanti Pengumuman Suku Bunga, akankah BI Ikuti Langkah China?
Pelaku pasar dan investor dari dalam negeri tengah menanti arah kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan.
IDXChannel - Pelaku pasar dan investor dari dalam negeri tengah menanti arah kebijakan Bank Indonesia (BI) terkait suku bunga acuan.
BI akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Selasa besok (25/7/2023).
Pada pertemuan sebelumnya, BI mempertahankan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,5 persen untuk pertemuan kelima berturut-turut pada Juni 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
BI menegaskan bahwa keputusan tersebut bertujuan untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran target 3,0 ± 1% hingga sisa tahun 2023.
Selain itu, langkah BI juga bertujuan untuk menstabilkan rupiah untuk mengendalikan inflasi impor dan memitigasi dampak ketidakpastian pasar keuangan global.
Per akhir pekan lalu, rupiah ditutup melemah di level Rp15.026 per dolar AS dibanding sehari sebelumnya yang berada di level Rp14.991 per dolar AS.
Bank sentral juga mencatat bahwa inflasi telah kembali ke target lebih awal dari yang diharapkan dan terlihat tetap berada dalam target sepanjang sisa 2023.
Tingkat inflasi tahunan Indonesia turun ke level terendah dalam 14 bulan sebesar 3,52 persen pada Juni 2023 dari 4 persen pada Mei. Angka inflasi bahkan lebih rendah dari konsensus pasar sebesar 3,64 persen, dengan harga pangan naik paling rendah dalam 16 bulan sebesar 2,85 persen versus 4,27 persen pada Mei.
Selain itu, perekonomian domestik tetap baik dan prospek pertumbuhan PDB 2023 dijaga pada kisaran 4,5 persen hingga 5,3 persen.
Akankah BI Dovish?
Tak hanya BI, pekan ini sejumlah bank sentral utama dunia juga akan menentukan kebijakan suku bunga ke depan.
Pasar Asia yang lebih luas sedang menunggu kesimpulan dari pertemuan The Fed Rabu ini. Bank sentral AS tersebut diperkirakan akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps).
Tetapi fokus akan tepat pada apakah The Fed akan mengakhiri siklus kenaikan suku bunga selama hampir 16 bulan, mengingat tanda-tanda semakin melandainya inflasi AS.
Mengutip Investing.com, jeda dalam siklus kenaikan suku bunga The Fed menjadi pertanda baik bagi pasar saham yang berisiko tinggi, dan dapat memacu lebih banyak aliran modal ke Asia dalam beberapa minggu mendatang.
Pertemuan bank sentral lainnya juga akan dilakukan minggu ini Bank Sentral Eropa (ECB) pada Kamis (27/7/2023) dan Bank of Japan (BOJ) pada Jumat (28/7/2023).
Di Asia, bank sentral China telah memangkas suku bunga untuk mendukung ekonomi nasional yang lemah.
Sebelumnya, bank sentral memangkas dua suku bunga pinjaman jangka panjang dan pendek sebesar 10bps untuk pertama kalinya dalam 10 bulan pada 20 Juni lalu.
Langkah ini diambil setelah PDB China kuartal dua tumbuh di atas perkiraan pasar.
Untuk paruh pertama tahun ini, ekonomi tumbuh sebesar 5,5 persen, lebih tinggi dari target pemerintah sekitar 5 persen untuk tahun ini.
People's Bank of China (PBoC) juga disebut mempertahankan suku bunga pinjaman pada pertemuan Juli.
Suku bunga dasar pinjaman satu tahun (LPR), yang merupakan fasilitas pinjaman jangka menengah untuk pinjaman korporasi dan rumah tangga, tidak berubah di level 3,55 persen sementara tingkat suku bunga lima tahun, referensi untuk suku bunga hipotek berada di level 4,2 persen, sejalan dengan prakiraan pasar.
Meskipun ada tanda-tanda lebih lanjut dari pemulihan ekonomi yang terhenti yang membutuhkan lebih banyak stimulus.
Adapun di RI, menurut model makro Trading Economics dan ekspektasi analis, suku bunga di Indonesia diharapkan menjadi 5,75 persen pada akhir kuartal ini.
Sementara dalam jangka panjang, suku bunga RI diproyeksikan berada di level sekitar 4 persen pada 2024. (ADF)