BANKING

Pemerintah Kaji Student Loan, Ini yang Perlu Diperhatikan agar Tidak Terjadi Gagal Bayar

Erdianisa Putri/Magang 15/02/2024 06:30 WIB

su terkait akses pada pendidikan tinggi mencuat seiring pemberitaan tawaran pinjaman online (pinjol) sebagai opsi pembiayaan kuliah.

Pemerintah Kaji Student Loan, Ini yang Perlu Diperhatikan agar Tidak Terjadi Gagal Bayar. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Isu terkait akses pada pendidikan tinggi mencuat seiring pemberitaan tawaran pinjaman online (pinjol) sebagai opsi pembiayaan kuliah di salah satu perguruan tinggi nasional.

Kondisi ini kemudian direspons pemerintah dengan kemungkinan membuka kebijakan pinjaman mahasiswa (student loan) yang bersumber dari dana abadi pendidikan di bawah LPDP.  

Fenomena ini tentu menimbulkan beberapa pertanyaan. Mengapa student loan? Apa rasionalisasi dibalik kebijakan ini? 

Bagaimana pengalaman banyak negara yang telah lebih dahulu menawarkan opsi student loan sebagai pembiayaan untuk mahasiswa?

Melansir Riset LPEM FEB UI, Rabu (14/2/2024), pinjaman mahasiwa bukan barang baru bagi Indonesia. Di era orde baru sekitar tahun 1982, pinjaman serupa diperkenalkan dalam bentuk Kredit Mahasiswa Indonesia. 

Sebagaimana namanya, kredit ini diberikan kepada mahasiswa dengan penyaluran via beberapa bank seperti BNI 46, BRI, dan Bank Ekspor-Impor Indonesia. 

Kebijakan tersebut kemudian ditutup melalui Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 22/81/KEP/DIR/1990 tentang Penyempurnaan Sistem Perkreditan. Isu kredit macet dan manajemen yang buruk menjadi salah satu alasan tidak berkembangnya program tersebut.

Di Indonesia, masih banyak siswa yang tidak dapat menempuh pendidikan tinggi atau bahkan tidak melanjutkan kuliah karena mengalami kesulitan dalam membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). 

Mereka juga tidak bisa memenuhi standar beasiswa yang ada saat ini, yakni mahasiwa prasejahtera yang berlatarbelakang dari keluarga miskin dan/atau beasiswa untuk mahasiswa pintar. 

Kelompok mahasiswa ini berasal dari latar belakang keluarga menengah bawah, yang tidak bisa mendapatkan bantuan beasiswa pra-sejahtera atau afirmasi. 

Untuk memperoleh beasiswa unggulan dengan persyaratan IPK tinggi atau memiliki keahlian tertentu pun sangat sulit dijangkau, karena mahasiswa yang berkategori ini umumnya kuliah sambil bekerja atau memang tidak memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata.

Kelompok mahasiswa inilah yang sangat rentan untuk putus sekolah sehingga memerlukan bantuan pendanaan untuk bisa melanjutkan pendidikan hingga menyelesaikan perguruan tinggi.

Realitanya pendidikan tinggi yang berkualitas hanya dapat diakses oleh masyarakat berpendapatan atas. Biaya UKT bagi mahasiswa di perguruan tinggi masih dirasa mahal bagi sebagian kalangan.

"Terdapat kegagalan pasar (market failure) dalam pendidikan. Sektor swasta seperti pinjaman online (pinjol) bisa hadir karena adanya peluang menguntungkan dari penawaran fasilitas pinjaman pendidikan dengan bunga yang cenderung tinggi dan tenor yang rendah," tulis riset tersebut.

Dan, kelompok mahasiswa menengah bawah yang menjadi target pasar dari pinjaman online.

Ironisnya, perusahaan-perusahaan pinjaman online juga bekerjasama dengan beberapa perguruan tinggi dalam menawarkan opsi pembiayaan UKT bagi mahasiswa.

Di sinilah peran penting kehadiran pemerintah untuk mengatasi market failure.

Program pinjaman mahasiswa yang disediakan langsung oleh pemerintah dapat menjadi salah satu solusi alternatif pembiayaan murah dan terjangkau bagi kelompok masyarakat menengah bawah yang tidak ter-cover ke dalam beasiswa yang tersedia. 

Sehingga dalam jangka panjang dapat meningkatkan partisipasi dan akses masyarakat ke pendidikan tinggi. 

Merumuskan Kebijakan Pinjaman Mahasiswa yang Tepat

Apabila pemerintah ingin menerapkan kebijakan pinjaman pendidikan tinggi bagi masyarakat, terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan agar pinjaman yang diberikan sesuai dengan tujuan dasarnya, yaitu mengoreksi market failure dan menyediakan fasilitas bagi masyarakat untuk menempuh pendidikan tinggi.

Pertama, dalam pelaksanaan kebijakan ini, pemerintah tidak bisa memberlakukan tingkat suku bunga pinjaman yang sama seperti suku bunga konvensional sebagaimana pada umumnya pinjaman ke institusi keuangan atau rate premi asuransi yang mengukur berdasarkan tingkat risiko debitur. 

Semakin tinggi risikonya maka akan semakin tinggi tingkat suku bunga yang perlu dibayarkan. 

Dalam konteks pinjaman mahasiswa, pemerintah perlu memberikan insentif berupa subsidi bunga seperti konsep program Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga suku bunga yang diterapkan harus rendah atau bahkan nol persen bagi mahasiswa pra-sejahtera terutama selama masa studinya. 

Meskipun subsidi bunga ini jelas mengurangi nilai pengembalian yang baru akan dimulai setelah siswa lulus kuliah, namun insentif ini sangat mendorong kehadiran masyarakat untuk belajar ke perguruan tinggi dan membuat pinjaman akan lebih mudah dikelola. 

Kebijakan subsidi bunga untuk pinjaman mahasiswa telah diterapkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jerman, Inggris, Selandia Baru, dan India. 

Skema subsidi ini umumnya diberikan khusus untuk jenjang sarjana selama jangka waktu studi, bervariasi berdasarkan status mahasiswa, apakah dia dependen atau independen, serta tingkat pendapatan orang tua. 

Sebuah studi dari Dynarski (2021) yang membahas konsep pinjaman mahasiswa di Amerika Serikat menyatakan bahwa tingkat bunga yang lebih rendah dapat mengurangi beban pembayaran bulanan yang diperlukan untuk menutupi pokok angsuran dan bunga. 

Dalam hal ini, tingkat suku bunga yang rendah akan membuat pembayaran pinjaman lebih mudah dikelola oleh peminjam marjinal dan dengan demikian mengurangi gagal bayar.

Kedua, Indonesia sebaiknya menerapkan model pinjaman mahasiswa berbasis pendapatan sebagaimana yang sudah diimplementasikan di banyak negara, mulai dari Inggris, Australia, Selandia Baru, Chile, Thailand, hingga Amerika Serikat (Michigan). 

Dalam mekanisme ini, beban pembayaran pinjaman ditentukan sedemikian rupa agar seimbang dengan pendapatan yang diperoleh. 

Sebagai contoh, mahasiswa yang lulus dengan nilai tinggi atau di atas rata-rata kemungkinan besar akan mendapatkan gaji yang tinggi sehingga mereka akan membayar pengembalian pinjaman lebih tinggi dan dengan jangka waktu yang relatif lebih cepat. 

Sementara itu, lulusan yang dibawah standar rata-rata akan membayar angsuran pengembalian lebih rendah, dengan tenor yang lebih panjang, serta kemungkinan mendapatkan pengampunan pinjaman setelah melewati jangka waktu tertentu. 

Dalam mekanisme seperti ini terdapat subsidi silang di mana kelompok “winners” sebetulnya membayar sebagian biaya kuliah si “losers”.

Dalam istilah dan teori ekonomi, akan ada ‘adverse selection’ yaitu kondisi di mana peminjam yang akan disubsidi ikut berpartisipasi, sedangkan peminjam yang akan memberikan subsidi lama kelamaan akan tidak ikut serta.

Sebetulnya mekanisme ini tidak dapat diterapkan di suatu negara yang tidak memiliki dana abadi pendidikan yang cukup karena mahasiswa yang pintar tentu tidak akan mau mengambil pinjaman. 

Namun, mekanisme ini diyakini dapat berjalan dengan baik di Indonesia karena adanya earmarking khusus sebesar 20%  untuk pendidikan setiap tahunnya sehingga dana abadi pendidikan di dalam APBN masih tercukupi untuk memberikan pinjaman pendidikan dan mahasiswa yang memiliki intelektual tinggi dapat memilih jalur khusus beasiswa pintar.

Mekanisme terakhir yaitu pemerintah dapat bekerja sama dengan bank-bank umum atau Himbara untuk menyediakan fasilitas pinjaman mahasiswa dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dan memiliki tenor yang relatif panjang (20-25 tahun). 

Dengan kolaborasi antara pemerintah dan perbankan, maka kebijakan ini juga menjadi program Corporate Social Responsibility (CSR)-nya perbankan.

Dengan tingkat risiko gagal bayar yang tinggi, institusi perbankan dapat menjadikan ijazah sebagai agunan, serta pemerintah wajib menjadi pihak yang menanggung apabila sewaktu-waktu terjadi default. 

Indonesia dapat mengikuti skema yang ada di India, di mana pemerintahnya memberikan skema dana jaminan kredit bagi institusi perbankan yang berkeja sama dalam menyediakan pinjaman pendidikan. 

(NIA)

SHARE