Perang The Fed Lawan Inflasi Belum Usai, Suku Bunga Bisa Terbang Jadi 9 Persen
Mark Mobius memperingatkan suku bunga The Fed akan melonjak menjadi 9% karena The Fed masih bertarung melawan inflasi.
IDXChannel - Investor kawakan, Mark Mobius memperingatkan suku bunga The Fed akan melonjak menjadi 9% menyusul pertarungan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dalam melawan inflasi.
Saat ini, suku bunga acuan AS berada pada kisaran 3% sampai 3,25% setelah kenaikan Fed Fund Rate terakhir sebesar 75 basis poin (bps) pada September lalu.
"Jika inflasi 8%, pedomannya mengatakan Anda harus menaikkan suku bunga lebih tinggi dari inflasi. Yang berarti 9%," kata Pendiri Mobius Capital Partners itu, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (18/10/2022).
Sementara pembuat kebijakan mungkin tidak akan menaikkan secara agresif apabila inflasi atau indeks harga konsumen (IHK) melemah. Investor berusia 86 tahun itu mengatakan, dirinya tidak melihat inflasi akan menciut dalam waktu dekat.
The Fed berada di bawah tekanan untuk meredam inflasi terpanas dalam 40 tahun terakhir setelah rilis inflasi September lalu di atas ekspektasi. Angka inflasi juga tetap tinggi meskipun The Fed sudah mengerek suku bunga acuannya.
Peringatan Mobius ini jauh melampaui bayangan The Fed dan pasar. Pedagang berjangka memperkirakan suku bunga akan mencapai puncaknya mendekati 5% pada Maret mendatang.
Ekspektasi pasar pada prospek inflasi satu tahun telah turun dari setinggi 6% di Maret menjadi 3,2%. Sementara indeks komoditas Bloomberg jatuh dari puncaknya di Juni berkat perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Mobius juga memperingatkan investor untuk berhati-hati dengan komoditas, karena permintaan dari beberapa pembeli utama bisa melemah.
"Orang-orang yang membeli komoditas berada di mata uang yang lebih lemah, dan lebih lemah," ucapnya merujuk pembeli pasar berkembang dan kawasan Euro. "Anda mungkin akan melihat penurunan harga komoditas."
Mobius yang terkenal dengan investasi pasar negara berkembangnya mengungkapkan, dirinya menginvestasikan uang di India, Taiwan, dan Brazil, serta sebagian di Turki dan Vietnam.
Dia mengimbau agar investor berhati-hati pada perusahaan dengan rasio utang dan ekuitas yang tinggi, karena mereka memiliki pengembalian modal yang rendah.
"Ini adalah dua parameter yang sangat penting di zaman sekarang, karena ini masalah mata uang dan inflasi yang tinggi," tandas Mobius.
(FAY)