Premi Asuransi Kesehatan Perokok Lebih Mahal Tiga Kali Lipat
Premi asuransi kesehatan yang mesti dibayar konsumen tergantung kondisi kesehatannya. Mereka yang merokok harus membayar lebih mahal.
IDXChannel - Premi asuransi kesehatan yang mesti dibayar konsumen tergantung kondisi kesehatannya. Seseorang yang masuk kategori perokok biasanya dikenakan premi lebih mahal dibandingkan mereka yang tidak merokok, bahkan lebih mahal dari mereka yang memiliki penyakit spesifik.
Presiden Direktur dan CEO Oona Indonesia, Vincent C. Soegianto menjelaskan, perusahaan asuransi lebih mudah menaksir seseorang yang sudah diketahui memiliki penyakit spesifik, termasuk penyakit kritis seperti kanker, stroke, dan serangan jantung. Pasalnya, mereka memiliki rekam jejak medis yang jelas.
"Semisal pengidap jantung, saya mau mengajukan asuransi yang juga menyesuaikan usia, coverage-nya sudah terlihat angkanya berapa. Itu kan sesuatu yang economical karena penyakitnya spesifik," ujarnya, Rabu (10/7/2024).
Namun, kata Soegianto, perusahaan kesulitan untuk mendeteksi potensi penyakit bagi perokok. Saat mengajukan asuransi, perokok biasanya tidak memiliki rekam jejak medis sehingga premi yang dikenakan jauh lebih mahal.
"Tapi yang paling penting, antara perokok dan tidak merokok itu harganya berbeda hingga tiga kali lipat. Jadi jika kalian merokok, berhentilah merokok," katanya.
Sebelum mengajukan asuransi, seseorang harus jujur mengakui riwayat penyakit yang dimilikinya, termasuk jika merokok. Nantinya, hal ini menjadi dasar bagi konsumen karena saat klaim membutuhkan indikator medis. Skema semacam ini wajar dilakukan untuk mengukur risiko.
"Ini disebut polis issue, jadi saat pengajuan (asuransi) membutuhkan proses klarifikasi. Kalau tidak perusahaan asuransinya bisa bangkrut," ujarnya.
Soegianto menambahkan, Onaa Indonesia baru saja meluncurkan asuransi penyakit kritis sebagai upaya untuk melakukan penetrasi di pasar asuransi kesehatan ritel di Indonesia. Asuransi ini fokus pada tiga penyakit kritis yang sering terjadi yakni kanker, stroke, dan serangan jantung.
Laporan ASEAN Insurance Surveillance 2023 menunjukkan penetrasi asuransi di Indonesia hanya sebesar 1,4 persen, lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura 12,5 persen, Thailand sebesar 4,6 persen, dan Malaysia 3,8 persen.
Salah satu masalah utama dalam mendapatkan asuransi kesehatan adalah prosedur pembelian dan klaim yang rumit, termasuk pemeriksaan medis dan lamanya waktu persetujuan klaim.
“Dengan peluncuran Asuransi Penyakit Kritis Oona, kami semakin dekat dengan misi kami, yaitu menyediakan produk asuransi yang mudah, terjangkau, dan efektif serta dapat diakses secara digital oleh jutaan orang Indonesia,” kata Soegianto.
(RFI)