Relaksasi KUR Diperpanjang hingga 2024, BRI Tunggu Keputusan OJK
Relaksasi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah diusulkan diperpanjang hingga April 2024 guna mempercepat pemulihan UMKM dan ekonomi nasional.
IDXChannel - Relaksasi kredit usaha mikro, kecil, dan menengah diusulkan diperpanjang hingga April 2024 guna mempercepat pemulihan UMKM dan ekonomi nasional.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan, untuk kredit di segmen UMKM terutama yang terdampak pandemi itu memang ada kebijakannya, terutama dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk dilakukan relaksasi.
"Apa saja pentingnya relaksasi ini? Pertama, bank harus membuat ketentuan tentang restrukturisasi kreditnya, itu diserahkan kepada bank," kata Sunarso dalam konferensi pers paparan kinerja BRI triwulan II-2022, Rabu (27/7/2022).
Kedua, lanjut Sunarso, yang paling penting adalah OJK dalam menilai kolektibilitas yang semula dalam kondisi normal didasarkan pada tiga pilar yaitu payment status, kinerja keuangan dan prospek usaha.
"Yang dimaksud relaksasi, sekarang penilaian kolektibilitas kredit hanya didasarkan pada satu pilar saja, yaitu payment status. Kondisi keuangan dan prospek usaha sementara masih bisa diabaikan," jelas Sunarso.
Kemudian relaksasi ini kebijakan atau ketentuannya akan berakhir di Maret 2023. Kedepannya, Sunarso akan menyerahkan sepenuhnya kepada OJK yang akan menilai kondisi perbankan terutama dari sisi portfolio kreditnya.
"Namun demikian, seandainya toh kebijakan itu tidak diperpanjang, diakhiri di Maret 2023, BRI harus siap untuk menghadapinya. Sehingga artinya apa? Jika relaksasi itu tidak diperpanjang maka BRI harus kembali melakukan penilaian kolektibilitas kreditnya terutama di UMKM menjadi mendasarkan pada tiga pilar tadi," ungkap Sunarso.
Jika didasarkan pada tiga pilar, Sunarso menegaskan pentingnya untuk mencadangkan dan yang dicadangkan bukan hanya NPL, tapi yang masuk dalam kategori loan at risk.
"Loan at risk kita sekarang sudah turun menjadi 20,8% dari portfolio, sedangkan cadangan kita untuk loan at risk saja sudah mencapai 42%," kata dia.
Jadi dari loan at risk tersebut, kata Sunarso, yang benar-benar jatuh tidak bisa diselamatkan berapa persen. Angkanya ternyata dari loan at risk, yang jatuh tidak bisa diselamatkan hanya 8% sedangkan BRI sudah mencadangkan 42%.
"Dengan demikian, boleh dikatakan jika OJK akan melakukan penilaian tentang industri perbankan secara nasional, masih butuh atau tidak relaksasi itu? Itu nanti OJK yang nilai keseluruhan baik bank yang besar atau yang kecil," ujar Sunarso.
Jika OJK tidak memperpanjang, maka BRI sudah siap berdasarkan pencadangan yang sudah cukup dan risk management yang berjalan baik.
(DES)