BANKING

Rencana Pangkas Suku Bunga The Fed Bisa Tekan NIM Jumbo Bank ASEAN, BBCA Cs Bagaimana?

Maulina Ulfa - Riset 01/03/2024 16:29 WIB

Dampak dari pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini bisa berdampak pada industri perbankan di Asia Tenggara.

Rencana Pangkas Suku Bunga The Fed Bisa Tekan NIM Jumbo Bank ASEAN, BBCA Cs Bagaimana? (Foto: Freepik)

IDXChannel - Pasar tengah menantikan pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) di 2024 setelah rilisnya data inflasi inti di Negeri Paman Sam tersebut.

Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) yang turun menjadi 2,4 persen secara tahunan di bulan Januari pada Kamis (29/2/2024).

Angka ini mengalami kenaikan di banding bulan sebelumnya yang mencapai 2,6 persen dan sejalan dengan ekspektasi pasar. Secara bulanan, Indeks Harga PCE naik 0,3 persen sesuai perkiraan.

Rincian lain dari laporan terbaru ini menunjukkan bahwa Pendapatan Pribadi tumbuh 1 persen di bulan Januari, sementara Belanja Pribadi naik 0,2 persen.

Serangkaian data ekonomi AS yang kuat ini menunjukkan tekanan harga yang terus-menerus. Kondisi ini menyebabkan para investor memikirkan kembali kapan The Fed akan memulai siklus pelonggaran suku bunga.

Pasar memperkirakan peluang sebesar 66 persen bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada bulan Juni, menurut alat CME FedWatch. Para investor juga memperkirakan pemotongan suku bunga sebesar 82 basis poin tahun ini, lebih dekat dengan proyeksi The Fed sebesar 75 bps dan secara drastis lebih rendah dari perkiraan penurunan suku bunga sebesar 150 bps pada awal tahun ini.

“Kita perlu melihat ada perubahan pada sisi data, baik naik maupun turun. Jika tidak, tidak ada katalis nyata untuk pergerakan apa pun saat ini," kata Rob Carnell, kepala penelitian regional ING untuk Asia-Pasifik.

Sebelumnya, The Fed telah mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25 persen-5,5 persen sejak Desember 2023 dan kemungkinan akan menurunkan suku bunga ke kisaran 4,5 persen-4,75 persen pada akhir 2024.

Risiko Tekanan NIM

Dampak dari pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini bisa berdampak pada industri perbankan. Pemangkasan suku bunga bisa menekan margin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) bank-bank di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Sebagaimana diketahui, rasio NIM digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya dalam menghasilkan pendapatan bunga bersih.

Semakin tinggi rasio NIM, maka semakin besar pula pendapatan bunga bank atas aktiva produktif yang dikelola. Nilai rasio NIM yang tinggi juga mencerminkan kondisi bank yang baik.

Melansir Nikkei Asia, Rabu (28/2), bank-bank di 10 negara anggota ASEAN mungkin akan mengalami penurunan pendapatan yang cukup signifikan dari pinjaman di era pembiayaan tinggi seiring dengan semakin rendahnya tingkat suku bunga.

Isyarat penurunan suku bunga The Fed dalam beberapa bulan mendatang dapat secara bertahap menjadikan uang akan lebih murah untuk dipinjam.

Dampaknya bagi bank-bank terbesar di ASEAN, yang sebagian besar berbasis di Singapura, pertumbuhan pendapatan dari pinjaman dapat melambat dalam beberapa bulan mendatang.

“Tidak dapat dihindari bahwa lingkungan ini akan berubah. Sangat penting bagi bank untuk mengalihkan fokus mereka ke arah merancang strategi untuk mempertahankan pertumbuhan di tengah perubahan tingkat suku bunga,” kata Kavan Choksi, konsultan di KC Consulting dalam komentarnya kepada Nikkei Asia.

Tiga lembaga keuangan berbasis Singapura  yakni DBS Group Holdings, United Overseas Bank (UOB) dan Oversea-Chinese Banking Corp. (OCBC) menggunakan acuan suku bunga The Fed ketika menetapkan suku bunga untuk pinjaman.

OCBC melaporkan NIM terbaru perusahaan relatif terhadap aset yang diproyeksikan berkisar antara 2,20 persen hingga 2,25 persen pada 2024, lebih rendah dibandingkan 2,28 persen yang dicatat secara tahunan (yoy) pada 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Bank tersebut juga membukukan laba bersih sebesar SGD1,6 miliar (USD1,2 miliar) untuk kuartal Oktober-Desember, naik 12 persen dari periode yang sama 2022.

“Kami memperkirakan tahun 2024 akan menjadi tahun yang lebih menantang dibandingkan tahun 2023. Apakah akan ada kenaikan? Itu juga tergantung pada bagaimana kondisi suku bunga sebenarnya akan terlihat di sisa tahun ini," kata CEO OCBC Helen Wong dalam laporan pendapatan hari Rabu.

Harapannya, pertumbuhan keuntungan bunga dari sejumlah bank ini mungkin telah mencapai puncaknya. Selain OCBC, UOB juga mencatat dalam rilis pendapatan terbarunya bahwa margin bunga telah mencapai puncaknya.

Pekan lalu, UOB mengatakan bahwa NIM berada pada level 2,02 persen pada bulan Oktober-Desember dan menjadi yang terendah sepanjang kuartal pada 2023. Puncak NIM tahun lalu mencapai 2,14 persen pada bulan Januari-Maret, dengan hasil yang terus menurun selama beberapa kuartal berturut-turut.

“Sangat jelas terlihat pada lingkungan penurunan suku bunga di mana kemampuan untuk mengelola biaya simpanan akan lebih penting daripada kemampuan untuk mengelola imbal hasil. Tantangan yang kita hadapi adalah mempertahankan NIM. Kita harus mengelola basis simpanan kita secara agresif,”kata Lee Wai Fai, chief financial officer UOB, dalam laporan pendapatan minggu lalu.

Adapun DBS sebagai bank terbesar di Asia Tenggara berdasarkan total aset, awal bulan ini melaporkan bahwa NIM pada bulan Oktober-Desember mencapai 2,13 persen, hanya sedikit di atas 2,12 persen yang tercatat pada bulan Januari-Maret dan merupakan angka terendah kedua tahun lalu. Kinerja puncak tahun 2023 tercatat pada Juli-September dengan NIM yang tercatat sebesar 2,19 persen.

“Kami mengambil keputusan sadar untuk menempatkan beberapa aset dengan suku bunga tetap pada akhir kuartal ketiga dan keempat,” kata CEO DBS Piyush Gupta saat melakukan panggilan pendapatan bulan ini.

Gupta menambahkan, DBS telah mempersiapkan pendanaan sebesar SGD30 miliar dalam beberapa waktu ke depan hanya untuk mengunci suku bunga guna melindungi perusahaan dari kondisi penurunan suku bunga.

Sebuah laporan dari perusahaan jasa keuangan Jefferies awal bulan ini mencatat memburuknya prospek makroekonomi global dapat menjadi risiko bagi DBS. Kondisi makroekonomi ini dapat membatasi kenaikan keuntungan modal bagi bank tersebut.

Di negara-negara ASEAN lainnya, bank-bank pemberi pinjaman di Thailand dan Indonesia juga bergulat dengan tekanan pada pendapatan.

Lembaga penelitian kredit CreditSights mencatat, di Indonesia pada Februari bahwa dua lembaga perbankan pelat merah, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menunjukkan kinerja yang kuat tahun lalu, meskipun keduanya menghadapi tekanan NIM yang lebih besar.

“Biaya dana [cost of fund] naik lagi pada kuartal keempat sehingga kedua bank mengalami kompresi NIM kuartal-ke-kuartal. Kedua bank ini telah menetapkan NIM tahun keuangan 2024 yang datar hingga sedikit lebih rendah secara keseluruhan," kata laporan CreditSights.

Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia, kinerja laba industri perbankan di Indonesia terdorong oleh raupan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang mencapai Rp529,66 triliun pada 2023.

Angka ini naik 8,57 persen yoy di tengah tantangan tren suku bunga acuan tinggi. Perbankan di Tanah Air juga terpantau mencatatkan kinerja rasio NIM yang relatif stabil secara rata-rata sepanjang 2023. NIM bank juga masih meningkat dari 4,46 persen pada 2022 menjadi 4,93 persen pada 2023. 

Adapun sepanjang paruh pertama tahun ini, keempat bank jumbo yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) rata-rata membukukan NIM sekitar 5,56 persen. Angka tersebut naik tipis dari NIM pada paruh pertama 2022 yang sebesar 5,52 persen secara rata-rata.

Dalam laporan tahunan 2023, BBRI mencatatkan NIM paling tinggi mencapai 6,84 persen naik dibanding tahun 2022 yang mencapai 6,8 persen.

Di urutan kedua, BBCA mencatat 5,5 persen, naik dibanding tahun 2022 sebesar 5,3 persen. Di urutan ketiga, BMRI mencatatkan NIM 5,25 persen, lebih tinggi dibanding 2022 sebesar 5,16 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Bergeser ke Thailand, CreditSights mencatat dalam laporan bulan Januari bahwa industri perbankan Thailand, termasuk di antaranya Krung Thai Bank, TMB Thanachart Bank dan Bangkok Bank, mencatatkan NIM telah mendekati atau telah mencapai puncaknya secara triwulanan.

“Pertumbuhan pinjaman kembali mengalami pelemahan pada kuartal ini [Oktober hingga Desember] karena fokus umum pada kualitas mengingat meningkatnya utang rumah tangga dan tantangan bagi usaha kecil dan menengah, di tengah pemulihan ekonomi yang masih lamban dan tidak merata,” kata laporan itu. (ADF)

SHARE