Wajib Simak! SLIK Bukan Satu-satunya Faktor dalam Penilaian KPR Perbankan
SLIK bukanlah daftar hitam (blacklist) yang serta-merta menghalangi persetujuan KPR.
IDXChannel-Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan sistem informasi yang menyediakan data riwayat kredit seseorang.
Data tersebut sengaja disiapkan untuk dapat digunakan oleh lembaga keuangan, seperti bank dan perusahaan pembiayaan, guna menilai kelayakan calon debitur dalam proses pemberian kredit atau pembiayaan.
Namun, data debitur di SLIK bukanlah satu-satunya faktor penentu bank atau perusahaan pembiayaan menyetujui pengajuan kredit seperti KPR, karena pertimbangan persetujuan kredit/KPR dinilai secara menyeluruh berdasarkan kemampuan finansial calon debitur.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menegaskan bahwa SLIK bukanlah daftar hitam (blacklist) yang serta-merta menghalangi persetujuan KPR. Menurutnya, keputusan kredit tetap mempertimbangkan penilaian menyeluruh terhadap kapasitas finansial calon debitur.
"SLIK bukan penghalang mutlak karena ada penilaian ulang menyeluruh terhadap kapasitas finansial debitur," ujar Josua, dalam keterangan resminya, Kamis (26/6/2025).
Menurut Josua, hadirnya SLIK menggantikan peran BI Checking dengan tujuan utama mencatat riwayat kredit debitur secara terpusat untuk mengurangi asimetri informasi dan meningkatkan manajemen risiko perbankan.
Laporan perbankan ke OJK beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa kredit termasuk KPR yang ditolak karena mengacu data SLIK hanya berkisar 1-3 persen dari jumlah total pengajuan kredit.
Fakta ini memperkuat fakta bahwa bank masih membuka peluang bagi debitur selama profil keuangan mereka dinilai layak.
Untuk itu, Josua menekankan bahwa SLIK bukan satu-satunya acuan penilaian. Bank juga menerapkan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition) untuk mengevaluasi kelayakan kredit.
Josua menjelaskan, capacity atau kemampuan membayar menjadi perhatian utama, dengan rasio cicilan terhadap pendapatan biasanya dibatasi maksimal 30 sampai 40 persen.
Stabilitas penghasilan, terutama dari pekerjaan formal, akan meningkatkan peluang persetujuan.
Dalam aspek capital, besarnya down payment memengaruhi risiko. Makin besar DP, makin kecil risiko bank.
"Meski ada pelonggaran DP nol persen, bank tetap memperhatikan kesiapan dana pribadi debitur," ujar Josua.
Sementara dari sisi collateral, roperty yang dijadikan jaminan harus memenuhi syarat legalitas, nilai pasar, dan lokasi strategis. Rumah yang tidak layak atau berada di lokasi kurang strategis bisa menyebabkan aplikasi ditolak.
Faktor lain yang turut menjadi penilaian adalah status pekerjaan, masa kerja, dan usia debitur. Debitur berusia tua atau mendekati usia pensiun berpotensi mengalami penolakan karena tenor yang terbatas dan kewajiban asuransi jiwa.
"Keputusan akhir persetujuan KPR lebih ditentukan oleh profil risiko secara menyeluruh sesuai prinsip kehati-hatian perbankan," ujar Josua.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdilah, menuding data SLIK menjadi penghambat banyak calon debitur gagal mendapatkan persetujuan KPR.
Tudingan tersebut ternyata tidak sesuai dengan fakta proses penentuan persetujuan KPR yang berlangsung di perbankan.
(taufan sukma)