ECONOMIA

Ekonomi Jepang Mulai Pulih, Saham Nikkei Langsung Moncer di Perdagangan Hari Ini

Yulistyo Pratomo 15/02/2021 13:30 WIB

Untuk pertama kalinya sejak Agustus 1990, bursa Nikkei 225 Stock Average tembus 30.000 yen, atau setara Rp3,9 juta (harga 1 yen senilai 133 rupiah).

Ekonomi Jepang Mulai Pulih, Saham Nikkei Langsung Moncer di Perdagangan Hari Ini. (Foto: MNC Media)

Untuk pertama kalinya sejak Agustus 1990, bursa Nikkei 225 Stock Average tembus 30.000 yen, atau setara Rp3,9 juta (harga 1 yen senilai 133 rupiah). Diperkirakan nilainya akan terus naik sejak rutuhnya gelembung ekonomi.

Indeks tersebut naik sebanyak 1,6% pada perdagangan Senin (15/02/2021), di tengah tanda-tanda pemulihan ekonomi dalam negeri dan harapan kemajuan dalam pembicaraan stimulus AS.

Sementara ekuitas secara global telah mencatat rekor baru dalam beberapa bulan ini, di mana Nikkei masih butuh 30% untuk melampaui rekornya sebesar 38.915,87 yen di sesi perdagangan 1989 lalu, sebelum indeks terus merosot lebih dari setengah nilainya dalam tiga tahun setelah gelembung ekonomi pecah.

Tembusnya bursa Nikkei itu berkat "semua investor tertarik untuk membeli ekuitas Jepang dengan penilaian akan menguat atau naik," ungkap kepala strategi global di Tokai Tokyo Research Institute Co, Shoji Hirakawa, seperti dilaporkan oleh Bloomberg.

Pandangan itu ditegaskan ketika Jepang mengumumkan produk domestik bruto tumbuh 12,7% tahunan dari kuartal sebelumnya. Ini disebabkan oleh pulihnya ekspor ditambah stimulus pemerintah sehingga memicu belanja konsumen meskipun ada virus corona.

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada kekuatan ekuitas Jepang.

Menurut kepala strategi global Nikko Asset Management Co, John Vail, memuji data ekspor dan belanja modal swasta yang kuat. 
"Valuasi wajar Jepang dibandingkan dengan yang selama era gelembung ekonomi, serta peningkatan keuntungan dan pengembalian pemegang saham, juga merupakan kekuatan," katanya.

"Selalu ada orang ragu yang terus-menerus menunjuk ke demografi," kata Vail, "tetapi hal itu tidak mencegah pertumbuhan pendapatan perusahaan yang luar biasa, termasuk dari basis manufaktur global Jepang yang luas." (TYO)

SHARE