ECONOMICS

ADB: China dan India Jadi Pendorong Utama Pertumbuhan Ekonomi Asia

Wahyu Dwi Anggoro 04/04/2023 11:57 WIB

ADB melaporkan bahwa pemulihan pasca-pandemi di China dan permintaan yang tinggi di India akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Asia.

ADB: China dan India Jadi Pendorong Utama Pertumbuhan Ekonomi Asia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan bahwa pemulihan pasca-pandemi di China dan permintaan yang tinggi di India akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Asia pada 2023.

Dilansir dari AP pada Selasa (4/42023), laporan terbaru ADB meproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia mencapai 4,8 persen pada 2023 dan 2024, meningkat dari 4,2 persen pada 2022. ADB meramalkan bahwa inflasi akan sedikit menurun pada 2023 dan akan terus menurun pada 2024. 

Para ekonom ADB menyatakan bahwa keputusan produsen minyak untuk memotong produksi pada akhir pekan lalu menyebabkan harga minyak melonjak tajam. Hal tersebut bisa memperburuk inflasi dan menghadirkan tantangan baru bagi Asia.

Laporan ini dianalisis dengan asumsi bahwa harga minyak mentah Brent, yang menjadi dasar harga perdagangan internasional, akan mencapai rata-rata USD88 per barel pada 2023 dan USD90 per barel pada 2024.

Harga minyak masih di bawah level tersebut, dengan Brent berada di USD83 per barel pada Senin (3/4/2023). Namun, harga minyak meningkat sekitar lima persen setelah Arab Saudi dan produsen utama lainnya mengumumkan bahwa mereka akan mengurangi produksi sebesar 1,15 juta barel per hari dari Mei 2023 hingga akhir tahun.

"Tentu saja masuk akal bahwa harga minyak dapat naik lebih tinggi lagi dan menimbulkan tantangan lain untuk kawasan ini," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park.

Namun, peningkatan impor minyak mentah dari Rusia, terutama oleh China dan India, dapat meredam dampak kenaikan harga. Pada bulan Februari, sekitar sepertiga ekspor minyak mentah Rusia dikirim ke India dan lebih dari seperlima dibeli China.

Park mencatat bahwa inflasi di Asia tampaknya lebih dipengaruhi oleh peningkatan permintaan akan layanan seperti pariwisata daripada barang. 

Faktor lain yang dapat mendorong kenaikan harga adalah pemulihan ekonomi China setelah para pemimpinnya mencabut pembatasan Covid-19 yang mengganggu perjalanan, manufaktur, dan aktivitas bisnis lainnya. Menurut ADB, ekonomi China diperkirakan akan tumbuh sebesar lima persen tahun ini dan 4,5 persen tahun depan, naik dari pertumbuhan tiga persen tahun lalu tetapi lebih lambat dari rata-rata jangka panjangnya.

Sementara itu, perekonomian India diperkirakan akan tumbuh pada laju yang lebih lambat yaitu 6,4 persen tahun ini, lebih rendah dari 6,8 persen tahun lalu.  Meskipun begitu, ini masih merupakan salah satu pertumbuhan tercepat untuk India.

Sementara itu, Vietnam diproyeksikan mengalami pertumbuhan 6,5 persen tahun ini, menurun dari 8 persen tahun lalu. Angka tersebut melampaui estimasi rata-rata untuk Asia Tenggara, yaitu 4,7 persen pada 2023 dan 5 persen pada tahun depan. 

Kekhawatiran baru-baru ini mengenai stabilitas industri perbankan setelah kegagalan bank-bank di AS dan penyelamatan Credit Suisse merupakan beberapa ketidakpastian yang dihadapi ekonomi global dan regional, tulis laporan tersebut. 

Perang di Ukraina juga dapat mendorong harga-harga komoditas seperti minyak, gas, dan gandum menjadi lebih tinggi, yang semakin mempersulit usaha-usaha bank sentral untuk mengendalikan inflasi. (WHY/Anggerito Kinayung Gusti)

SHARE