Ambisi Indonesia Jadi Pemain Baterai EV, Siap Tantang China dan India?
Ambisi pemerintah yang getol mempromosikan mobil dan motor listrik ke pasaran semakin mempertegas ekosistem kendaraan yang diklaim ramah lingkungan ini.
IDXChannel - Kendaraan listrik mencuri hati masyarakat akhir-akhir ini. Ambisi pemerintah yang getol mempromosikan mobil dan motor listrik ke pasaran semakin mempertegas ekosistem kendaraan yang diklaim ramah lingkungan ini.
Tak hanya soal produknya saja, pemerintah Indonesia juga berambisi menjadikan Indonesia sebagai pemain utama baterai kendaraan listrik. Ini karena Indonesia memiliki sumber daya bahan baku yang cukup melimpah berupa nikel.
Beberapa waktu lalu pemerintah sempat mengatakan bahwa perusahaan EV milik taipan Elon Musk, Tesla, akan berinvestasi di dalam ekosistem kendaraan listrik Indonesia. Namun, kabar tersebut belum juga terealisasi.
Dalam hal komponen kendaraan listrik, khususnya baterai, sepertinya Indonesia memiliki pesaing kuat terutama di kawasan Asia Pasifik.
Meskipun sumber daya nikel RI melimpah sejalan dengan ambisi hilirisasi yang bermuara pada ekosistem industri baterai EV, namun jalan panjang masih dibutuhkan untuk mencapai ambisi tersebut.
Dikuasai China dan India
Saat ini, pemain industri baterai EV dikuasai oleh perusahaan China dan India, khususnya di kawasan Asia Pasifik.
Lembaga konsultan Korea Selatan SNE Research pada 2022 menemukan perusahaan asal China CATL menjadi perusahaan baterai EV terbesar di dunia berdasarkan kapasitas baterai terpasang.
Selama enam tahun berturut-turut CATL memimpin pasar baterai EV global dan berdasarkan angka tahun 2022, tidak menunjukkan tanda-tanda melambat.
CATL atau Contemporary Amperex Technology Co Ltd. adalah perusahaan teknologi energi global dan produsen baterai EV terkemuka berbasis China. CATK juga menjadi pemasok baterai untuk produsen EV besar seperti Tesla, NIO hingga Volkswagen.
Dalam beberapa tahun terakhir, CATL juga mulai mengembangkan teknologi baterai lain dan bahkan meluncurkan merek penggantian baterai EV miliknya sendiri dalam mendukung perjalanan netral karbon global.
Menurut laporan terbaru dari SNE Research, penggunaan baterai EV global telah mencapai 517,9 GWh sepanjang 2022. Angka ini naik 71,8% dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan tren ini, diprediksi konsumsi baterai akan melonjak menjadi 749 GWh pada 2023 mendatang.
Berdasarkan penggunaan baterai pada tahun 2022, produk CATL memimpin pangsa pasar dengan penggunaan mencapai 191,6 GWh. Pasar baterai EV tumbuh menjadi 37%. LG Energy Solution menduduki peringkat kedua namun mengalami penurunan pangsa pasar lebih dari 6%.
Panasonic berada di posisi ketiga pada akhir 2021, tetapi juga mengalami penurunan pangsa pasar baterai EV hampir 5%. Posisi Panasonic kemudian direbut oleh BYD, produsen pembuat baterai China. BYD adalah satu-satunya perusahaan China selain CATL yang juga mengalami pertumbuhan pangsa pasar pada 2022.
Sementara India diperkirakan menjadi pemain kunci di pasar baterai EV Asia-Pasifik dengan pertumbuhan tercepat beberapa waktu terakhir. Pertumbuhan pasar ini berkaitan dengan potensi peningkatan populasi penduduk, urbanisasi yang cepat, penurunan biaya produksi baterai, ketersediaan teknologi mutakhir, dan daya beli konsumen yang meningkat.
Pertumbuhan pasar di India ini juga didukung peningkatan investasi otomotif utama terkemuka dan meningkatnya kepedulian lingkungan.
Penelitian terbaru SkyQuest menunjukkan sekitar 995.320 EV di semua segmen kendaraan terjual pada 2022 di India di mana penjualan ini meningkat dibanding 2021 sebanyak 322.870 unit dan presentase pertumbuhan mencapai 509% dari periode 2019 sebanyak 163.450 unit.
Adapun segmen baterai EV jenis Lithium-Ion akan mendominasi pertumbuhan pasar karena penggunaannya yang meningkat dalam beberapa waktu terakhir.
Segmen ini mendominasi pasar baterai EV Asia Pasifik dan menyumbang pangsa pasar yang cukup besar pada 2021. Segmen ini diperkirakan akan mempertahankan posisinya selama beberapa waktu kedepan karena meluasnya penggunaan baterai ini dalam berbagai aplikasi. Mengingat jenis baterai ini memiliki bobot yang lebih ringan dan kepadatan energi yang lebih tinggi.
Ini membuat jenis baterai ini sering digunakan pada mobil listrik dan hibrida, di antara penggunaan otomotif lainnya. SkyQuest mencatat jenis baterai ini juga mengalami penurunan harga dari sebelumnya USD 1100/KWH pada 2010 menjadi USD 137/KWH pada 020. Ini menjadikan baterai lithium-ion kini menjadi pilihan yang terjangkau untuk berbagai sektor.
Baru-baru ini, CATL sedang bernegosiasi dengan beberapa klien strategis, termasuk Nio dan Li Auto, untuk menandatangani kontrak tiga tahun yang akan menjamin penjualan baterai EV mereka dengan harga terjangkau hanya RMB 200.000 per ton atau setara USD29.152 litium karbonat, senyawa yang menghasilkan litium diekstrak. (ADF)