Ambisi Prabowo Bangun 3 Juta Rumah dalam Setahun, Bisakah Terealisasi?
Lantas, mampukah Prabowo-Gibran membangun 3 juta rumah dalam setahun?
IDXChannel - Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mencanangkan Program 3 Juta Rumah per tahun selama lima tahun kepemimpinan mereka. Angka ini bisa terbilang fantastis karena tiga kali lipat dari Program Sejuta Rumah era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) diamanatkan untuk menjalankan Program 3 Juta Rumah ini. Bahkan, anggaran yang dibutuhkan untuk mewujudkan program ini mencapai Rp53,6 triliun bersumber dari APBN, dan Rp335 triliun dari perbankan.
Sejumlah pihak menilai Program 3 Juta Rumah diproyeksikan bisa menjadi motor penggerak ekonomi nasional untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen. Sebab, dengan anggaran ratusan triliun Rupiah, program ini akan menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan pekerjaan, serta meningkatkan perputaran uang di daerah.
Selain itu, program ini bisa membuka peluang besar bagi masyarakat untuk memiliki rumah layak huni. Sehingga, diharapkan angka kekurangan rumah (backlog) sebanyak 9,9 juta unit bisa ditekan.
Namun di lain sisi, ada juga sejumlah pihak yang pesimistis realisasi Program 3 Juta Rumah bisa dicapai setiap tahunnya.
Menurut Anggota Tim Satgas Perumahan Bonny Z Minang, program ini tidak hanya fokus pada pengentasan angka backlog dan kemiskinan melalui pembangunan rumah subsidi, tetapi juga berupaya mendorong pemerataan ekonomi.
"Program prioritas Pak Prabowo adalah pengentasan kemiskinan yang salah satu instrumennya mengandalkan sektor perumahan. Efek berantai proyek ini akan menggerakkan sektor riil, membuka lapangan kerja dan meningkatkan perputaran uang di daerah," kata Bonny.
Lantas, mampukah Prabowo-Gibran membangun 3 juta rumah dalam setahun?
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan, Program 3 Juta Rumah bisa jadi sulit direalisasikan. Sebab, program tersebut tidak serta merta membangun 3 juta rumah baru, melainkan 1 juta rumah baru akan dibangun, sedangkan 2 juta lagi hanya bersifat renovasi dan perbaikan rumah-rumah di pedesaan.
Artinya, Program 3 Juta Rumah juga tidak serta merta menjadi jawaban atas backlog perumahan yang saat ini sebanyak 9,9 juta unit.
"Program 3 juta rumah agak berbeda visinya karena bukan semata-mata untuk mengurangi backlog. Karena terbagi, 1 juta rumah tetap seperti program sejuta rumah, dan yang 2 juta lebih pada perbaikan rumah tidak layak di pedesaan," ujarnya saat dihubungi IDXChannel.
Menurutnya, jika program yang dikerjakan sama yaitu membangun sebanyak 1 juta rumah per tahun, maka akan sulit untuk mengentaskan backlog sebanyak 9,9 juta. Apalagi, angka populasi serta rumah tangga baru terus bertumbuh.
Berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), setidaknya ada 740 ribu keluarga baru setiap tahunnya, yang selanjutnya membutuhkan hunian.
Namun, bukan hal yang tidak mungkin jika pemerintah berkemauan untuk memperbaiki permasalahan fundamental perumahan agar benar-benar siap merealisasikannya.
Fundamental perumahan yang harus diperbaiki termasuk bank tanah, BP3 (Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan), dan dana abadi perumahan. Ketiga hal itu harus bisa sejalan dengan target.
"Jika tidak, maka akan sulit tercapai target pembangunan 3 juta rumah, mengingat saat ini target sejuta rumah setiap tahunnya tidak tercapai. Agak sulit, tapi bukan tidak mungkin," ujar Ali.
Anggaran pun menjadi salah satu faktor penting dalam merealisasikan Program 3 Juta Rumah. Ali memprediksi, kebutuhan biaya renovasi 2 juta rumah program Prabowo membutuhkan sekitar Rp50 triliun per tahunnya.
"Yang harus dipikirkan masalah pembiayaannya, meskipun perbaikan rumah tidak layak huni, namun tetap harus ada biaya minimal Rp50 triliun per tahun," katanya.
Dalam kesempatan terpisah, Pengamat Properti sekaligus Ahli Tata Kota dan Permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai target pembangunan Program 3 Juta Rumah rawan salah arah dan tidak efektif. Sehingga target jauh dari kata tercapai.
"Sebenarnya bisa saja dicapai, asalkan dengan strategi yang tepat," ujarnya.
Maka dari itu, Jehansyah menilai pemerintah perlu melakukan intervensi yang efektif melalui multi housing delivery system. Artinya, dibutuhkan lembaga pelaksana yang memiliki kewenangan mutlak dan mampu melaksanakannya seperti Perumnas dan Perumda.
Kemudian, kata dia, ada mekanisme penyediaan yang harus disusun dan dijalankan secara tepat. Misalnya, pengadaan tanah untuk public rental housing memakai tanah negara, sedangkan sistem bangunannya prefabrikasi yang berbeda dengan rumah tapak subsidi atau rumah swadaya.
Sebagai informasi, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Hashim Djojohadikusumo optimistis Presiden Prabowo Subianto dapat merealisasikan target pembangunan 15 juta unit rumah selama satu periode masa kepemimpinannya.
Menurut Hashim, optimisme itu didorong oleh banyaknya komitmen investasi asing untuk turut mendukung proyek 3 juta rumah tiap tahun tersebut.
“Target membangun 15 juta unit rumah dalam 5 tahun pemerintah Presiden Prabowo akan tercapai,” katanya dalam keterangan resmi.
Salah satu yang terbaru, perusahaan asal Qatar dan Abu Dhabi disebut bakal membangun sebanyak 7 juta rumah. Perinciannya, Qatar bakal membangun 6 juta rumah.
Komitmen investasi itu datang dari pemerintah Qatar yang hendak membangun 5 juta unit hunian di Indonesia dan salah seorang dermawan berkebangsaan Qatar yang ajan membangun 1 juta unit rumah.
Di samping itu, Hashim juga menyebut telah menggenggam komitmen investasi dari Abu Dhabi (Uni Emirat Arab) yang menyatakan bakal membangun sebanyak 1 juta unit rumah.
“Jadi dua negara ini bersedia untuk membiayai 7 juta unit perumahan," kata Hashim.
(Dhera Arizona)