ECONOMICS

Apakah Pesta Komoditas Kali Ini Tidak akan Diikuti Boom Properti?

Maulina Ulfa - Riset 15/09/2023 07:30 WIB

Momentum kenaikan harga komoditas biasanya akan berdampak pada naiknya harga properti. Begitulah kepercayaan pasar yang selama ini dianut.

Apakah Pesta Komoditas Kali Ini Tidak akan Diikuti Boom Properti? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Momentum kenaikan harga komoditas biasanya akan berdampak pada naiknya harga properti. Begitulah kepercayaan pasar yang selama ini dianut.

Hal ini terjadi di era 2012-2013, di mana boom komoditas mampu mengerek sektor properti.

Dalam periode tersebut, harga rumah meroket akibat tingginya permintaan akan rumah. Pertumbuhan indeks saham properti juga ikut terkerek pada periode waktu itu.

Memasuki dekade 2020-an, boom komoditas kembali terjadi pasca invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Namun, booming komoditas tahun lalu tidak disertai dengan meroketnya kinerja sektor properti.

Mimpi Booming Properti 2022 dan Kilas Balik 2013

Bank Indonesia (BI) mencatat, penjualan properti residensial pada kuartal terakhir 2022 di pasar primer tumbuh 4,54 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan itu melambat dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang mencapai 13,58 persen.

Pelambatan penjualan properti residensial primer ini dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satunya adalah kenaikan harga bahan bangunan, masalah perizinan dan suku bunga KPR yang mencekik.

Selama 2022 juga merupakan era di mana harga komoditas mengalami kenaikan cukup signifikan. Terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina yang menyebabkan harga komoditas melambung.

Harga minyak dunia WTI sempat melambung di level USD120 per barel pada Mei 2022, sementara minyak Brent sempat mencapai USD133 per barel di bulan Maret 2022. Harga batu bara sempat menyentuh USD439 per ton pada Semptember 2022.

Namun, menjelang akhir tahun hingga awal 2023, harga komoditas terus mengalami tekanan. Harga minyak mentah dunia turun di bawah USD100 per barel dan harga batu bara telah terkontraksi 50,96 persen sejak pertengahan September 2022, menurut data Barchart.

Komoditas andalan RI lainnya, yakni minyak sawit (CPO) juga menemui momentumnya pada 2022 yang harganya mencapai level tertinggi pada April 2022 mencapai MYR7.100 per ton. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Namun, kenaikan komoditas ini tak seperti momentumnya pada 2013 yang diikuti meroketnya harga properti.

Pada dekade 2010, meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kala itu mengalami penurunan, PDB sektor real estate justru mengalami peningkatan, terutama dari kuartal IV 2011.

Walaupun sempat mengalami penurunan pada dua kuartal berikutnya, PDB real estate mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada kuartal I 2013 dan menjadi periode booming properti.

Tingginya PDB Indonesia, terutama PDB real estate yang tentunya disebabkan adanya kenaikan pada pra penjualan properti. 

Kenaikan ini terjadi sejak 2011 dan beberapa emiten mencapai puncak pra penjualan pada 2013. Alhasil, laba emiten properti meledak sepanjang 2013 hingga 2014.

Kondisi inflasi dan suku bunga acuan juga cukup berbeda dengan saat ini. Sepanjang 2012 hingga 2013, inflasi Indonesia terjaga di bawah sekitar 5 persen. Sedangkan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen. Inflasi dan suku bunga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Akan tetapi pada akhir 2013, inflasi meningkat tajam ke angka 8 persen. Begitu juga dengan suku bunga acuan yang meningkat pada akhir 2013 mencapai 7,5 persen.

Dengan naiknya suku bunga acuan ini, suku bunga KPR juga ikut terkerek.

Selain itu pada tahun 2013 Bank Indonesia mengeluarkan peraturan DP (down payment) minimal 30 persen yang mewajibkan pembeli properti membayar 30 persen dari nilai transaksi.

Setelah keluarnya aturan ini, sektor properti mulai lesu dan ini merupakan awal dari selesainya booming properti.

Pada tahun ini, mengutip data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), subsektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran menjadi penyumbang pertumbuhan PDB terbesar sekitar Rp28 triliun atau sekitar 77 persen dari total investasi properti.

Peluang Emiten Properti

Riset CLSA Sekuritas Indonesia mengatakan sektor properti menjadi favorit para investor di tahun ini.

Para investor ini memiliki optimisme yang sama terhadap seluruh aspek sektor properti, mulai dari fundamental hingga sentimen pasar.

Emiten semen juga menjadi perhatian investor terutama karena kapitalisasi pasar dan likuiditas yang besar.

Emiten perusahaan jalan tol Jasa Marga (JSMR) menjadi pusat perhatian dan ini merupakan kejutan yang menyenangkan bagi pasar.

Kinerja saham sektor properti berpeluang menguat sepanjang semester II 2023. Keyakinan terjadinya booming sektor properti tahun ini juga semakin menguat.

Jika dilihat dari kinerja emiten properti secara umum, terlihat tren penguatan kinerja hingga pertengahan tahun ini.

Per Juni 2023, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) mencatatkan kinerja moncer kenaikan laba bersih sebesar 464,87 persen hingga Q2 2023 menjadi Rp204,98 miliar. PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga mengalami peningkatan laba bersih hingga 195,35 persen menjadi Rp1,15 triliun dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) meraih lonjakan laba bersih 159 persen menjadi Rp1,2 triliun.  (Lihat tabel di bawah ini.)

Kemudian, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) mencatatkan pertumbuhan laba 45,82 persen menjadi Rp1,1 triliun. Sedangkan, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatatkan penurunan laba 22 persen menjadi Rp778 miliar.

Sejumlah sentimen pun mewarnai sektor properti di tahun ini. Di antaranya pemerintah yang mempermudah warga negara asing untuk memiliki hunian di Indonesia tanpa harus memiliki Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP).

Selain itu, pemerintah terus melanjutkan insentif pembiayaan hunian untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sejauh ini sebesar Rp12 triliun dari APBN 2023 telah dikucurkan untuk fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan.

Menyambut tahun pemilu, para pengamat properti juga tidak ambil pusing. Karena sejak 2004, sudah terbukti bahwa bisnis properti dan politik telah mengalami decoupling atau terpisah dari satu sama lain.

Selain itu, dengan pemindahan ibukota ke IKN 2024 akan tetap menjadi peluang bagi pengembang properti. IKN disebut sebagai kota yang paling prospektif di Indonesia untuk pertumbuhan properti.

Booming Properti 2023, Mungkinkah?

Posisi sejumlah komoditas mulai bangkit pada 2023 masih berusaha untuk merangkak naik, namun masih kesulitan menyamai level tahun lalu.

Di tengah harapan kembali naiknya komoditas, sektor properti juga diharapkan akan terkerek.

Harga batu bara kontrak Oktober 2023 melonjak 3,38 persen pada perdagangan Rabu (13/9/2023). Berdasarkan data ICE Newcastle, harga batu bara berada di level USD168 per ton dan memecahkan rekor tertinggi baru (new all-time high) dalam tiga bulan terakhir.

Sebelumnya, harga tertinggi batu bara berada di level USD 166,35 per ton pada 5 September lalu. Sejak pertengahan Juni, harga batu bara telah meroket 15,78 persen.

Kenaikan harga batu bara terangkat oleh kenaikan harga acuan energi lainnya dan adanya tanda-tanda pengurangan pasokan.

Di pasar minyak, West Texas Intermediate (WTI) naik menuju USD89 per barel, tepatnya di level USD88,74 per barel pada Kamis (14/9/2023).

Sementara minyak Brent naik ke level USD92,25 per barel pada perdagangan yang sama. Kedua patokan harga minyak dunia ini telah menguat masing-masing 10,21 persen dan 9,42 persen dalam sebulan menurut data Trading Economics.

Harga WTI mendekati level terkuat dalam sepuluh bulan di tengah ekspektasi bahwa pasar minyak global akan semakin ketat dalam beberapa bulan mendatang.

Di sisi lain, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melanjutkan tren penurunan harga di level MYR3.683 per metrik ton (MT) pada perdagangan Selasa (12/9/2023).

Harga CPO telah mengalami penurunan selama tujuh hari beruntun. Saat ini, harga CPO masih berada di level support di kisaran MYR3.670/MT. Sebelumnya, harga CPO sempat menembus level MYR4.040/MT pada awal September lalu.

Sayangnya, penjualan properti residensial RI triwulan I 2023, terkontraksi sebesar 8,26 persen yoy. Angka ini lebih rendah dibanding kuartal terakhir 2022 yang tumbuh positif sebesar 4,54 persen.

Memasuki triwulan II, penjualan properti residensial di pasar primer juga masih melanjutkan kontraksi sebesar 12,30 persen yoy dan lebih dalam dari kontraksi triwulan sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kondisi suku bunga acuan pada 2023 juga berada di level yang sama dengan 2012 di level 5,75 persen.

Saat ini BI masih memberlakukan Loan to Value 100 persen, alias DP 0 persen. Hal ini seharusnya bisa menjadi salah satu katalis positif untuk meningkatkan demand masyarakat dalam pembelian properti.

Seharusnya beberapa kondisi ini membuat properti lebih menarik dibandingkan sepuluh tahun lalu.

Namun, konsumsi terbukti masih melemah, termasuk di sektor properti. Padahal, menurut data BPS, konsumsi adalah tulang punggung PDB kita, menyumbang 53 persen pada 2022.

Riset Algo Research memperkirakan konsumsi pada 2023 akan melambat karena daya beli, terutama pada segmen menengah ke bawah, mulai tergerus akibat meningkatnya inflasi dan melambatnya pertumbuhan pendapatan.

“Kami sudah melihat tren penurunan daya beli konsumen sejak semester 2 2022 seiring dengan meningkatnya inflasi. Berdasarkan perkiraan penelitian kami, inflasi yang disesuaikan dengan pertumbuhan pendapatan terus melambat dan menyusut ke wilayah negatif tahun ini,” tulis Algo Research.

Pemulihan yang tidak merata secara struktural di seluruh sektor ekonomi telah menyebabkan situasi ini, dimana kelompok menengah ke bawah mengalami pertumbuhan pendapatan yang stagnan/menurun. Sementara kelompok kaya semakin kaya.

Booming komoditas tahun lalu juga disebabkan oleh kenaikan harga dan tidak diikuti oleh produksi atau belanja modal yang lebih tinggi.

Artinya, keuntungan booming komoditas hanya dinikmati para pemegang saham melalui dividen. Keuntungan yang didapat tidak digunakan untuk menciptakan lapangan kerja tambahan.

Menurut Algo Research, para penikmat keuntungan ini kemungkinan besar membelanjakan uang mereka digunakan untuk belanja barang mewah yang semakin menguntungkan pengusaha kaya. (ADF)

SHARE