ASEAN dan China Teken FTA 3.0, Ini Rinciannya
Penandatanganan perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China 3.0 diharapkan mendorong ekonomi kawasan.
IDXChannel - Penandatanganan perjanjian Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China 3.0 diharapkan mendorong ekonomi kawasan.
Penandatangan berlangsung di hari terakhir pertemuan tingkat tinggi ASEAN di Kuala Lumpur pada Minggu (2/11/2025), disaksikan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim yang menjabat sebagai Ketua ASEAN tahun ini dan Perdana Menteri China Li Qiang .
Ini merupakan versi ketiga dari perjanjian dagang yang telah lama berjalan, yang pertama kali ditandatangani pada 2002 dan mulai berlaku pada 2010.
Kawasan perdagangan bebas (FTA) ASEAN-China mencakup gabungan pasar yang berpenduduk lebih dari dua miliar orang. Kesepakatan ini menurunkan tarif barang serta mendorong arus layanan jasa dan investasi.
Dilansir dari AP, versi ketiga dari pejabjian dagang ini mencakup bidang-bidang baru seperti perdagangan digital, ekonomi hijau, keberlanjutan, dan dukungan bagi usaha kecil dan menengah yang merupakan mayoritas bisnis di ASEAN.
Perjanjian ini dirancang untuk membuat manfaat perdagangan lebih mudah diakses, meningkatkan akses pasar bagi pelaku usaha kecil, menyederhanakan prosedur non-tarif, dan menurunkan hambatan regulasi.
Perdagangan dua arah ASEAN-China telah melonjak dari USD235,5 miliar pada 2010 menjadi hampir USD1 triliun tahun lalu.
“Unilateralisme dan proteksionisme telah berdampak serius pada tatanan ekonomi dan perdagangan global, sementara kekuatan eksternal meningkatkan campur tangan mereka di kawasan ini — banyak negara telah dikenakan tarif tinggi secara tidak wajar,” ujar Li Qiang dalam acara tersebut, merujuk kepada kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
“Dengan saling mengandalkan dan mengoordinasikan tindakan kita, kita dapat melindungi hak dan kepentingan kita yang sah," tuturnya.
Analis politik Asia Tenggara Bridget Welsh mengatakan, peningkatan kesepakatan dagang ini akan menguntungkan kedua belah pihak, terutama di bidang rantai pasokan dan keberlanjutan.
“Hal ini juga mencerminkan realitas global di mana negara-negara non-AS bersatu untuk memperkuat hubungan perdagangan,” ujarnya. (Wahyu Dwi Anggoro)