ECONOMICS

Aturan Menperin Ini Dituding Bikin Harga Gula Makin Mahal

Rista Rama Dhany 07/06/2021 15:36 WIB

Permenperian No 3 Tahun 2021 diduga menjadi penyebab harga gula di Jawa Timur semakin mahal.

Aturan Menperin Ini Dituding Bikin Harga Gula Makin Mahal (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Penerbitan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperian) Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan ketersediaan Bahan Baku Industri Gula, dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional berdampak makin mahalnya harga gula pasir di pasar khususnya di Jawa Timur. 

Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan mengungkapkan, dalam Permenperin 3/2021  ini disebutkan, pabrik yang dapat mengolah rafinasi dibatasi hanya bagi pabrik yang izin usahanya terbit sebelum 25 Mei 2010. 

Sedangkan pabrik pengolah gula rafinasi di Jatim tidak ada yang memenuhi kriteria tersebut. Akibatnya UKM dan industri makanan dan minuman di Jawa Timur harus membeli gula rafinasi dari luar Jawa Timur seperti Cilegon, Cilacap hingga Lampung yang menyebabkan UKM dan industri mamin Jatim harus membayar lebih mahal untuk mendapatkan bahan baku.

Dari laporan yang ia terima, UMKM dan industri makanan dan minuman di Jawa Timur menjerit karena kelangkan gula untuk bahan baku industri. 

”Yang ada sekarang, gula mahal karena ada beban ongkos angkut yang harus ditanggung. Selain mahal, kualitasnya berbeda, tidak sesuai dengan yang dikehendaki UMKM maupun industri. Namun Pak Menteri menyebut seolah-olah tidak ada kelangkaan. Pernyataan ini yang kami sebut menyesatkan,” ujar Arteria dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).

Selama ini UMKM bisa mendapatkan gula rafinasi murah dengan kualitas bagus. Begitu pula industri besar yang mendapatkan gula berstandar internasional untuk produknya. 

Arteria menambahkan, pemberlakuan Permenperin III/2021 ini juga tidak sejalan dengan UU Ciptakerja yang bertujuan untuk memberikan kemudahan berusaha, meningkatkan iklim investasi, perluasan lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Ia meminta Menteri Perindustrian bisa memberi kepastian hukum untuk pabrik gula terintegrasi yang beritikad baik dan selama ini sudah berhubungan baik dengan petani. 

”Pak Menteri harus paparkan ini dengan jelas. Jangan melindungi pabrik-pabrik gula yang tidak efisien. Sampai kapan kita lakukan proteksi yang tidak benar ini? Harusnya pabrik-pabrik yang tidak efisien dipacu untuk lebih efisien, bukan dilindungi dengan Permenperin,” ujar Arteria tegas.

Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak mengatakan hingga saat ini Indonesia memang belum bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada impor, termasuk untuk bahan pangan seperti gula. 

”Karena realitanya kita masih impor, tentu akan lebih baik kalau importernya semakin disebar sehingga semakin memudahkan industri mamin di mana pun mereka berada. Mereka kan ingin akses bahan baku lebih mudah, lebih murah. Saya sebagai orang Jawa Timur tentu mendukung kalau ada yang di Jatim. Saya tidak tendensi ke pihak mana pun namun di antara industri mamin kan banyak sekali yang UMKM dan saya sangat concern di sini,” tutur Amin. 

Menurutnya, kemudahan akses dalam mendapatkan bahan baku berdampak bagi banyak pihak. Baik industri maupun masyarakat umum sebagai konsumen. Bagi industri, bahan baku yang mudah didapat dan murah akan berdampak pada efisiensi biaya produksi, menghasilkan produk dengan harga terjangkau, membuahkan profit dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerjanya. Bagi konsumen, tentunya akan diuntungkan jika produk yang ada di pasar tidak mengalami kenaikan harga. 

”Secara ilmiah pun akan lebih baik kalau impor disebar ke beberapa titik yang memudahkan pelaku usaha mendapatkan akses dan tentu biaya yang lebih murah sehingga produk mereka ke masyartakat juga lebih murah. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, bisa menolong dan menumbuhkan sektor industri, mamin khususnya. Saya tidak melihat siapa yang mau impor, saya bicara secara general. Apalagi yang saya pikirkan UMKM. Pada saat produk yang mereka hasilnya bisa murah, tentunya akan lebih terjangkau bagi konsumen,” pungkasnya. (RAMA)

SHARE