Badai PHK Hantui Industri Tekstil RI
Ekonomi sektor riil Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan berat. Di antaranya adalah badai PHK massal yang menimpa sektor tekstil.
IDXChannel - Ekonomi sektor riil Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan berat. Di antaranya adalah badai PHK massal yang menimpa sektor tekstil.
Sektor riil adalah sektor yang bersentuhan langsung dengan kegiatan ekonomi di masyarakat. Sektor riil sangat mempengaruhi dinamika ekonomi dalam negeri di mana keberadaannya dapat dijadikan tolok ukur untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi.
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, per 9 Juni 2024 ada tambahan lebih dari 3 ribu pekerja tekstil terkena PHK dengan total terdapat 13.800 orang yang terkena PHK.
Menanggapi kondisi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan mengadakan rapat dengan beberapa menteri untuk membahas masalah ini.
Presiden juga disebut akan mengkaji lagi aturan terkait impor yang telah berdampak pada industri dalam negeri.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 8 tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag nomor 13 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Teranyar, emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dikabarkan melakukan PHK terhadap ribuan pekerjanya.
Ini tak terlepas dari kondisi perusahaan yang seolah hidup segan mati tak mau.
Rugi Sritex tercatat bertambah di kuartal I-2024 menjadi USD14,79 juta. SRIL juga menyebut akan mengurangi jumlah karyawan hingga 2025.
SRIL mencatat per 31 Maret 2024 memiliki sebanyak 11.249 karyawan. Jumlah karyawan ini telah berkurang dari akhir Desember 2023 yang sebesar 14.138 karyawan. Ini artinya, sebanyak 300 lebih karyawan telah dirumahkan.
Menanggapi fenomena ini, pada Kamis (27/6/2024) aliansi industri kecil menengah (IKM) dan Pekerja Nasional juga melakukan unjuk rasa atas atas gelombang PHK yang menimpa pekerja tekstil dan produk tekstil (TPT), serta ditutupnya usaha di sektor industri tersebut baik skala besar maupun kecil.
Ribuan massa yang hadir dalam unjuk rasa tersebut melakukan long march dari area parkir IRTI Monas, hingga menuju monumen Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat.
Jika menengok data nasional, berdasarkan data prompt manufacturing index BI (PMI-BI), pada periode triwulan I-2024, industri tekstil dan pakaian jadi meningkat dan berada pada fase ekspansi dengan indeks sebesar 57,40 persen.
Di sisi lain, kinerja ekspor industri tekstil cenderung melemah awal tahun ini. Pada kuartal I 2024 nilai total ekspor industri tekstil nasional mencapai USD913,84 juta, turun 2,14 persen dibanding kuartal I tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
Sementara menurut Badan Pusat Statistik (BPS), laju PDB Industri Tekstil dan Pakaian Jadi menguat 2,64 persen di triwulan I-2024. Angka ini lebih baik jika dibandingkan dengan kontraksi 1,98 persen secara tahunan pada 2023 lalu.
Namun, angka ini masih jauh dari laju PDB industri ini yang ekspansif 15,35 persen di era sebelum pandemi Covid-19, tepatnya di 2019. (Lihat grafik di bawah ini.)
Presiden KSPN Ristadi mengatakan mayoritas pabrik tekstil gulung tikar karena kurangnya permintaan produk.
"Berdasarkan data yang kami terima, karena order barang menurun. Bahkan ada perusahaan tekstil yang tidak mendapatkan order pembelian sama sekali," ujar Ristadi saat dihubungi, Selasa (11/6/2024).
Ristadi mengatakan, menurunnya permintaan produk TPT yang diproduksi oleh pabrik dalam negeri lantaran kalah bersaing secara harga dengan barang impor, khususnya dari China.
"Pabrik-pabrik tekstil tersebut sebenarnya sudah berusaha untuk bertahan dengan inovasi menjual barangnya sendiri, tetapi kemudian tidak laku juga terutama di pasa lokal" kata Ristadi.
Data BPS mencatat, selama periode 2013-2022 volume tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia rata-rata mencapai 2,16 juta ton per tahun, dengan rata-rata nilai impor USD8,8 miliar tiap tahunnya.
Angka tersebut mencakup seluruh impor tekstil dan barang tekstil golongan barang XI (kode HS 50-63), yang terdiri dari gabungan komoditas sutra, wol, kapas, serat tekstil, filamen, serat stapel, kain tenun, kain rajutan, karpet, pakaian rajutan/non-rajutan, aksesoris pakaian, dan berbagai produk tekstil jadi lainnya, termasuk pakaian bekas.
Volume impor tekstil juga terus menguat semenjak Covid-19 di era 2021 hingga pada 2022, nilai tekstil dan barang tekstil impor yang masuk ke Indonesia mencapai USD10,1 miliar, naik 7,4 persen dibanding 2021 secara tahunan (yoy) dan sekaligus menjadi rekor tertinggi baru. (ADF)