ECONOMICS

Bahlil Ungkap Dua Faktor Utama Penghambat Pemanfaatan Panas Bumi

Iqbal Dwi Purnama 17/09/2025 15:04 WIB

Potensi panas bumi atau geothermal di Indonesia hingga saat ini belum digarap secara optimal.

Potensi panas bumi atau geothermal di Indonesia hingga saat ini belum digarap secara optimal. (Foto: iNews Media/Tangguh Yudha)

IDXChannel -  Potensi panas bumi atau geothermal di Indonesia hingga saat ini belum digarap secara optimal. Dari total potensi cadangan 23.742 megawatt (MW), yang dimanfaatkan baru 2.744 MW atau 11,6 persen.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan, minimnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia disebabkan dua faktor, yakni aturan yang berbelit-belit dan infrastruktur yang minim.

"Di Indonesia masih ada 90 persen potensi yang belum dikelola. Pembiayaan dan belanja modal memang penting, tapi harus saya akui peraturan kita masih macam-macam. Investor tidak suka. Semakin berbelit, semakin tidak disukai," ujarnya dalam The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2025 di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Selain regulasi, Bahlil juga menyinggung minimnya jaringan transmisi yang menghubungkan pusat sumber geothermal dengan pengguna akhir. Hal ini membuat listrik tidak bisa dialirkan secara optimal.

"Kita ada sumber daya, tapi tidak ada transmisinya. Jadi bagaimana mungkin yang sudah mendapatkan konsesi bisa mengerjakan sesuai target kalau jaringan tidak ada. Mau dijual ke mana listriknya," katanya.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah tengah menyiapkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2035 dengan kapasitas tambahan transmisi sekitar 48 ribu kilometer sirkuit (kms). Langkah ini diharapkan menjadi jawaban percepatan pemanfaatan panas bumi.

Bahlil mendorong investor untuk melirik sektor ini mengingat prospek ekonomi yang cerah. Dalam ketentuan Kementerian ESDM, tarif listrik geothermal untuk tahap pertama (10 tahun) ditetapkan sebesar 9,5 sen dolar AS per kWh.

"Hitungan saya, break even point (BEP) bisa dicapai dalam 8 tahun kalau belanja modal tidak di-mark up. Untuk 20 tahun berikutnya, tarifnya turun menjadi 7,5 sen per kWh," ujar Bahlil.

>

(Rahmat Fiansyah)

SHARE