ECONOMICS

Bandara Internasional RI Dipangkas Jadi 17, Kemenparekraf Harap Tak Pengaruhi Wisatawan

Wiwie Heryani 29/04/2024 17:32 WIB

Kemenhub memangkas jumlah bandara internasional di Indonesia menjadi 17 bandara. Kemenparekraf berharap hal itu tidak pengaruhi wisatawan.

Bandara Internasional RI Dipangkas Jadi 17, Kemenparekraf Harap Tak Pengaruhi Wisatawan. (Foto: Wiwie/MNC Media)

IDXChannel – Kementerian Perhubungan memutuskan untuk memangkas jumlah bandara internasional dari 34 menjadi 17 bandara. Hal itu tertuang lewat Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional yang terbit 2 April 2024 lalu.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berharap hal tersebut tidak memengaruhi terhadap konektivitas hingga operasional setiap bandara.  

“Menurut saya ini mungkin lebih mudah untuk mengontrolnya kalau soal aksesibilitas itu kalau negara lain pun yang cuma dibuka 1, 2 airport,” kata Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama, Nia Niscaya, pada ‘The Weekly Brief with Sandi Uno (WBSU), di kantor Kemenparekraf, Jakarta, Senin, (29/4/2024).

“Tetapi ketika konektivitasnya mudah, banyak pilihan, lama waktu menunggunya tidak terlalu lama, mudah-mudahan itu tidak berpengaruh,” lanjutnya. 

Selain itu, Nia berharap agar keputusan tersebut juga tetap bisa memudahkan pergerakan wisatawan nusantara, namun tetap bisa mendatangkan wisatawan mancanegara. 

“Mudah-mudahan ini tetap buat perspektif kita sih tetap mendatangkan wisatawan mancanegara, dan memudahkan pergerakan wisatawan nusantara. Karena wisnus itu sangat didominasi perjalanan darat ya, dan di pulau Jawa,” bebernya.

Adapun, keputusan tersebut menurutnya sudah melalui pertimbangan besar. Salah satunya yakni dari 34 bandara tersebut, 17 Bandar Udara Internasional yang dipilih tersebut merupakan bandara paling sibuk. 

Dua diantaranya yakni Bandara Internasional Soekarno Hatta Tangerang dan Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali.

“Kementerian perhubungan itu mencatat secara data statistik dan dari waktu ke waktu, sesungguhnya bandara yang paling sibuk dari sekian semua yang dibuka itu adalah Bali dan Jakarta,” ujar Nia.

“Tentu dengan pertimbangan banyak, lah. Nggak mungkin sebuah kebijakan yang besar ini tanpa pertimbangan. Karena itu tadi, secara statistik, secara data, yang paling dipakai yang dioptimalkan ya cuma dua ini, gitu. Mostly ya,” sambungnya. 

Nia juga menjelaskan, keputusan tersebut juga berkaca pada banyak negara yang juga tidak membuka penerbangan untuk wisatawan mancanegara, sehingga statusnya bukan bandara internasional. 

Menurut Nia, hal tersebut juga dipertimbangkan berdasarkan kemudahan pemantauan. “Itu sih poinnya kenapa mereka menutup yang lain karena tidak semua negara atau tidak banyak negara juga membuka seluruh portnya, jadi saya kira ini mungkin tentu dengan pertimbangan yang sudah dipikirkan matang-matang,” pungkasnya.

(FRI)

SHARE