ECONOMICS

Belum Pulih dari Pandemi, Industri Pariwisata Dinilai Masih Butuh Pelonggaran Pajak

Taufan Sukma/IDX Channel 14/01/2024 20:20 WIB

pelonggaran pajak juga diperlukan karena pariwisata Pulau Dewata harus bersaing dengan destinasi wisata negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Belum Pulih dari Pandemi, Industri Pariwisata Dinilai Masih Butuh Pelonggaran Pajak (foto: MNC Media)

IDXChannel - Industri pariwisata nasional dinilai masih belum sepenuhnya pulih, usai terdampak pandemi COVID-19 dalam beberapa tahun terakhir.

Karenanya, dibutuhkan sejumlah insentif yang dapat menggairahkan kinerja. Salah satunya dalam bentuk keringanan pajak.

Menurut Bendahara Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, pelonggaran pajak sektor pariwisata diperlukan mencermati peningkatan tarif pajak jasa hiburan yang mencapai 40 persen di Bali.

"Kebijakan itu bukanlah alternatif yang tepat. Harusnya ada keringanan pajak dan peningkatan belanja pemerintah," ujar Agung, Minggu (14/1/2024).

Menurut Agung, pelonggaran pajak juga diperlukan karena pariwisata Pulau Dewata harus bersaing dengan destinasi wisata negara lain di kawasan Asia Tenggara, di antaranya Thailand, yang juga berupaya merebut hati wisatawan setelah sektor pariwisata mulai membaik.

Pemerintah Thailand, diklaim Agung, saat ini telah menerapkan kebijakan penurunan pajak pariwisata hingga lima persen.

Sedangkan di Bali, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), khususnya jasa hiburan, justru mengalami kenaikan. Hal ini tentu dinilai sangat memberatkan.

Apalagi wisatawan mancanegara juga harus menyiapkan dana tambahan terkait rencana pungutan Rp150 ribu per orang, atau setara USD10 dolar, mulai 14 Februari 2024 mendatang.

Pengusaha minuman anggur, kuliner dan periklanan itu menambahkan kenaikan tarif pajak tersebut memberi dampak terhadap pelaku pariwisata khususnya UMKM.

Selain itu, biaya yang meningkat juga mendorong potensi wisatawan menekan pengeluaran dengan hanya berkutat melakukan wisata di kawasan Bali Selatan.

"Satu hal yang harus digarisbawahi, Bali ini bukan kelebihan pariwisata, karena hotel-hotel di Bali Utara, misalnya, hanya terisi sekitar 50 persen. Pemerataan ekonomi jadi terhambat," keluh Agung.

Kenaikan tarif pajak jasa hiburan diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Pada pasal 58 ayat 2 dalam UU itu disebutkan khusus untuk tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

UU tersebut menjadi acuan kabupaten dan kota di tanah air membuat peraturan daerah salah satunya di Kabupaten Badung, Bali yang menaikkan tarif pajak itu menjadi sebesar 40 persen dari sebelumnya 15 persen. (TSA)

SHARE