Bencana Gempa Turki, Tantangan Baru Buat Perdagangan Minyak Dunia
Ada kekhawatiran atas kekurangan pasokan menyusul penutupan terminal ekspor utama setelah gempa bumi di Turki.
IDXChannel - Turki diguncang gempa 7,8 magnitudo pada Senin pagi (6/2/2023). Gempa yang terjadi di wilayah di dekat Kota Gaziantep, Turki, ini menjadi bencana terbesar dalam satu abad terakhir.
Diketahui Turki mengalami gempa terbesar pada 1939 sebagai gempa Erzincan.
"Malam ini pukul 04:17, kami diguncang oleh bencana terbesar sejak gempa bumi Erzincan 1939 yang kami alami dalam satu abad terakhir," kata Presiden Recep Tayyip Erdogan, mengutip Anadolu Agency, Selasa (7/2/2023).
Hingga Selasa (7/2/2023), korban tewas yang telah dikonfirmasi setidaknya mencapai 4.372 jiwa.
Yunus Sezer selaku Kepala Layanan Bencana Turki mengungkapkan korban jiwa di Turki naik menjadi 2.921 orang. Adapun, sebanyak 15.834 orang lainnya mengalami luka-luka.
Tak hanya Turki, gempa ini juga berdampak hebat bagi Suriah yang memang berbatasan langsung dengan Turki.
Gempa ini termasuk yang paling mematikan karena garis patahan sepanjang sekitar 100 km (62 mil) menyebabkan kerusakan serius pada bangunan yang berlokasi di dekat patahan tersebut.
Mengutip BBC, Prof Joanna Faure Walker, kepala Institute for Risk and Disaster Reduction di University College London, mengatakan dari gempa bumi paling mematikan pada tahun tertentu, hanya dua saja yang terjadi dalam 10 tahun terakhir.
Namun bukan hanya kekuatan getaran yang menyebabkan kehancuran. Mengingat kejadian ini terjadi pada dini hari, ketika orang-orang masih tertidur. Kekokohan bangunan juga menjadi salah satu faktornya.
Bencana di awal tahun ini menambah kerumitan eskalasi global setelah perang Rusia-Ukraina, kenaikan suku bunga, hingga ancaman inflasi dan perlambatan ekonomi.
Ancaman Perdagangan Minyak Global
Selain kerugian berupa korban jiwa, dampak ekonomi yang ditimbulkan gempa di Turki juga cukup besar.
Gempa ini mempengaruhi pergerakan harga minyak pagi ini. Harga minyak sempat naik pada Selasa (7/2), didorong oleh optimisme tentang pemulihan permintaan di China. Namun, ada kekhawatiran atas kekurangan pasokan menyusul penutupan terminal ekspor utama setelah gempa bumi di Turki.
Minyak mentah Brent berjangka naik 82 sen, atau 1,01%, menjadi USD81,81 per barel pada 03:00 GMT. sementara harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 82 sen, atau 1,11%, menjadi USD74,93 per barel.
"Harga minyak mentah naik karena ekspektasi bahwa pemulihan China akan bertahan dan pada ancaman berkurangnya pasokan akibat gempa bumi yang menghancurkan Turki," kata Edward Moya, analis OANDA.
Badan Energi Internasional (IEA) juga memperkirakan setengah dari pertumbuhan permintaan minyak global tahun ini berasal dari China di mana permintaan bahan bakar jet melonjak.
Namun, kegiatan operasional pengirian di terminal ekspor minyak Turki di Ceyhan yang berkapasitas 1 juta barel per hari (bpd) dihentikan setelah gempa besar melanda wilayah tersebut. Terminal Baku-Tbilisi-Ceyhan atau BTC, yang mengekspor minyak mentah Azeri ke pasar internasional, akan ditutup pada 6 hingga 8 Februari.
Diketahui pipa BTC memiliki panjang total mencapai 1768km dengan kapasitas saat ini adalah 1,2 juta barel per hari.
Dalam menyalurkan minyak mentahnya, BTC beroperasi melewati 1.500 sungai dan 13 penyeberangan patahan yang aktif secara seismik dan naik ke titik tinggi 2.800 meter sebelum kembali ke permukaan laut di Ceyhan.
Merespons guncangan ini, Arab Saudi sebagai pengekspor minyak utama dunia saat ini menaikkan harga minyak mentah untuk pembeli Asia untuk pertama kalinya dalam enam bulan di tengah ekspektasi pemulihan permintaan minyak, terutama dari China.
Posisi Turki secara geografis juga masih menjadi jalur penting perdagangan antara Eropa dan Asia.
Mengutip Upply.com, dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan diversifikasi perdagangan dan asal-usul investasi langsung asing memperkuat posisi Turki yang muncul dalam peta rantai pasokan global sebagai penghubung antara Asia Timur dan Eropa.
Di Asia Timur, khususnya China, Korea Selatan, dan ASEAN, Turki menjadi pemasok barang-barang penting selama bertahun-tahun. Dalam satu dekade terakhir, pasokan barang setengah jadi dari Asia Timur ke industri manufaktur Turki meningkat dari 18% menjadi 25%.
Pandemi mendorong perdagangan Asia Timur dengan Turki di sektor mesin dan peralatan elektronik.
Sementara China menjadi pemasok bahan setengah jadi tekstil terbesar di Turki, menyumbang 19% dari total pasokan pada tahun 2021.
Adapun kondisi ekonomi Turki masih mulai untuk bangkit dari tekanan inflasi sepanjang 2022. Kejadian bencana gempa ini menambah pelik keadaan ekonomi negeri para pujangga itu.
Mengutip Trading Economics, tingkat inflasi tahunan di Turki turun selama tiga bulan berturut-turut menjadi 57,7% pada Januari 2023, terendah sejak Februari 2022, namun tetap lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 53,5%.
Perlambatan ekonomi Turki terutama disebabkan oleh penurunan harga energi dan lira jatuh ke rekor terendah. Perlambatan inflasi terlihat pada biaya makanan dan minuman non-alkohol mencapai 71% dibanding bulan sebelumnya sebesar 77,9%. (ADF)