Berpotensi Turunkan Daya Beli, Kenaikan Harga MinyaKita Perlu Diawasi Ketat
stok MinyaKita sudah langka di pasaran dan harganya bahkan lebih tinggi dari HET yang ditetapkan.
IDXChannel - Kebijakan pemerintah menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng rakyat, atau MinyaKita, menjadi Rp15.700 per liter terus memantik respons dari berbagai pihak.
Salah satunya dari kalangan legislatif, yang menilai bahwa kebijakan kenaikan harga tersebut berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.
Tak hanya itu, kenaikan HET MinyaKita juga dikhawatirkan bakal berdampak buruk pada kinerja industri kecil dan mikro kecil (IKMK) yang selama ini mengandalkan pasokan bahan baku, termasuk minya, dengan harga murah.
"Karena itu, (kenaikan HET MinyaKita) perlu pengawasan ketat agar tidak terjadi penyimpangan di lapangan," ujar Anggota Komisi VI DPR RI, Nevi Zuairina, dalam keterangan resminya, Selasa (23/7/2024).
Tugas pengawasan tersebut, menurut Nevi, seharusnya berada pada lingkup kinerja Badan Pangan Nasional (Bapanas).
"Bapanas harus memastikan tidak ada penimbunan atau penyelewengan minyak goreng bersubsidi yang merugikan masyarakat. Jika ditemukan kecurangan, harus ada tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar," ujar Nevi.
Sebelum ada kenaikan HET, dikatakan Nevi, stok MinyaKita sudah langka di pasaran dan harganya bahkan lebih tinggi dari HET yang ditetapkan.
Nevi pun menjelaskan bahwa masalah utama ini lebih banyak disebabkan oleh distribusi yang tidak optimal, bukan pada produksi.
"Harga CPO dunia dan dalam negeri sebenarnya tidak mengalami kenaikan dalam dua bulan terakhir. Artinya, dari segi bahan baku tidak ada masalah. Namun, komponen distribusi yang belum berjalan dengan baik menjadi penyebab kelangkaan dan harga yang lebih tinggi di pasaran," ujar Nevi.
MinyaKita sendiri merupakan minyak bersubsidi yang seharusnya disalurkan dengan mekanisme distribusi yang tepat agar sampai ke tangan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Karenanya, Nevi menjelaskan, pemerintah harus bekerja keras mendata masyarakat yang layak mendapatkan MinyaKita, seperti menggunakan data Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial.
"Data PKH yang dimiliki Kemensos bisa menjadi acuan agar MinyaKita tidak masuk ke pasar secara bebas dan tepat sasaran," ujar Nevi.
Lebih lanjut, Nevi juga memberikan saran agar proses distribusi MinyaKita berjalan dengan baik dan harga yang sampai di tangan konsumen sesuai dengan HET.
"Pemerintah harus memastikan bahwa data masyarakat penerima MinyaKita sudah valid dan akurat. Sama halnya dengan bantuan langsung tunai yang datanya sudah jelas, sehingga distribusi minyakita lebih spesifik kepada masyarakat golongan bawah," ujar Nevi.
Menurut Nevi, pengawasan dan pendataan yang baik akan meminimalisir terjadinya penyimpangan dan memastikan bahwa MinyaKita benar-benar dimanfaatkan oleh mereka yang membutuhkan.
"Pemerintah harus bersinergi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan lembaga sosial, untuk memastikan distribusi berjalan lancar," ujar Nevi.
Selain itu, NEvi juga menyoroti pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai penggunaan minyak goreng bersubsidi ini.
"Masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang tujuan dan manfaat dari MinyaKita, sehingga mereka bisa lebih bijak dalam menggunakannya," ujar Nevi.
Tak hanya itu, Nevi juga berharap bahwa kenaikan HET MinyaKita ini tidak akan menambah beban masyarakat, terutama golongan ekonomi bawah.
"Kita harus bersama-sama memastikan bahwa kebijakan ini bisa berjalan dengan baik dan tidak memberatkan masyarakat. Pemerintah harus siap mengatasi segala kemungkinan yang bisa terjadi di lapangan," ujar Nevi.
Dengan pengawasan yang ketat dan distribusi yang tepat sasaran, Nevi optimistis bahwa kenaikan HET MinyaKita bisa dikelola dengan baik tanpa merugikan masyarakat luas.
"Mari kita semua berperan aktif dalam mengawasi pelaksanaan kebijakan ini demi kebaikan bersama," ujar Nevi.
(Taufan Sukma)