Bertemu Wapres, DinarStandard Siap Bantu RI Kembangkan Ekonomi Syariah
DinarStandard menganalisa perdagangan dan membuat suatu peta jalan serta menunjukkan sektor-sektor tertentu yang harus diprioritaskan.
IDXChannel - Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin bertemu para peneliti DinarStandar di Dubai, Uni Emirat Arab. Pada kesempatan itu, DinarStandard berkomitmen membantu Indonesia mengembangkan ekonomi syariah.
Peneliti Senior DinarStandard Mohamed Ali Mechraoui memaparkan pengalamannya dalam membantu beberapa negara muslim seperti Arab Saudi dan Malaysia dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, khususnya melalui pengembangan industri halal.
"Kami telah membantu Saudi Arabia dalam salah satu proyek halal yang besar," tutur Ali dikutip dari keterangan yang diterima, Jumat (4/11/2022).
Di Saudi Arabia, sambung Ali, kami menganalisa perdagangan mereka dan membuat suatu peta jalan serta menunjukkan sektor-sektor tertentu yang harus diprioritaskan.
"Apakah itu berkaitan dengan masalah industri daging, unggas, atau bahkan sistem pengemasan," terangnya.
Selanjutnya, Ali memaparkan salah satu prinsip dasar dalam mengembangkan industri halal adalah kerja sama dan saling menolong antarnegara muslim. “Semestinya tidak ada kompetisi antara negara-negara muslim, namun yang perlu ada adalah kerja sama dan saling menolong satu sama lain,” tuturnya.
Pentingnya kerja sama ini, kata Ali, karena tidak semua negara memiliki komoditas yang sama. Misalnya, Malaysia dan Indonesia memiliki kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan untuk membantu negara-negara lain yang tidak memilikinya.
“"Negara-negara besar seperti Kazakhstan dan Pakistan, mereka memproduksi gandum, yang harus dilakukan adalah menciptakan suatu pasar antarnegara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk komoditas ini, sehingga yang kuat dapat membantu yang lemah," ungkap dia.
Lebih jauh, Ali menuturkan bahwa omzet ekosistem halal dunia saat ini mencapai USD2 triliun. Hal ini tidak lain karena dukungan ekonomi syariah global yang terus berkembang 5 sampai 6% setiap tahun.
“Kita tentu harus fokus terhadap sektor-sektor potensial yang ada seperti industri makanan, obat-obatan, kosmetik, pariwisata halal, dan juga industri keuangan syariah,” ujarnya.
Sektor-sektor inilah, menurut Ali yang saat ini menjadi nilai tambah bagi negara-negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Malaysia, Indonesia, PEA, dan Arab Saudi. Terutama sektor makanan dan obat-obatan yang terkait erat dengan ketahanan dan pertahanan yang sangat penting bagi setiap negara.
“Malaysia telah kami bantu dengan suatu desain roadmap pada 2019 dan hasilnya bisa kita lihat sekarang. Tentu kami ingin melihat ada perkembangan industri halal juga di Indonesia,” kata dia.
Menambahkan keterangan Ali, peneliti DinarStandard lain Randah Taher menuturkan optimismenya bahwa Indonesia sangat siap untuk memimpin pasar halal secara global.
“Ekosistem syariah yang ada di Indonesia sangat terstruktur, sudah ada sertifikasi halal, BPJPH, KNEKS, juga sangat terlibat dalam hal pembiayaan dalam pengembangan ekonomi syariah. Indonesia juga telah mengeluarkan sukuk syariah terbesar di dunia,” ujarnya.
Menurutnya, yang diperlukan Indonesia saat ini adalah merangkai berbagai elemen tersebut menjadi satu kesatuan dan juga memiliki strategi untuk dapat menjadi pemain syariah global.
“Sekarang adalah saatnya kami untuk bisa membantu menyusun strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia khususnya bagaimana menanamkan investasi syariah yang menguntungkan secara ekonomi,” ungkapnya.
Kajian DinarStandard menjadi salah satu referensi penting bagi Indonesia dalam menyusun kebijakan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah pada tiap sektor unggulan.
Salah satunya, Indonesia menggunakan State of the Global Islamic Economy (SGIE) beserta indikatornya yang dikeluarkan DinarStandard untuk memacu berbagai sektor unggulan mulai dari fesyen muslim, makanan dan kosmetik halal, perbankan syariah, dana sosial syariah, hingga pariwisata ramah muslim agar dapat tumbuh lebih cepat. (NIA)