ECONOMICS

Bicara di AIPF, Dirut PLN Beberkan Strategi Masifkan Pembangkit EBT di RI

Michelle Natalia 06/09/2023 15:39 WIB

PT PLN mengungkapkan ada tantangan dalam penerapan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.

Bicara di AIPF, Dirut PLN Beberkan Strategi Masifkan Pembangkit EBT di RI. Foto: MNC Media.

IDXChannel - PT PLN mengungkapkan ada tantangan dalam penerapan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia. Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo menegaskan ada mismatch lokasi dari pembangkit EBT hydro dan geothermal dengan lokasi dari beban yang saat ini ada di pulau Jawa. 

"Sedangkan lokasi dari EBT di daerah-daerah yang jauh lokasinya maka perlu dibangun dengan green enabling transmission line," ujar Darmawan dalam Panel Discussion 3 AIPF di Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Dengan adanya green enabling transmission line ini, maka pembangunan EBT base load yang tadinya hanya minimum dengan jumlah yang kecil, bisa dinaikkan menjadi sekitar 32 gigawatt (GW). 

"Kemudian juga dulu kalau kita berbicara energi listrik yang base load adalah berbasis pada batu bara sekitar 5-6 sen per kwH sedangkan kita berbicara solar and wind variabel EBT itu 11 sen sampai 12 sen per kWh, jadi lebih mahal," sambung Darmawan. 

Tapi saat ini, begitu dilelang, harga tenaga angin dengan solar/tenaga surya itu hanya sekitar 5-6 sen per kWh, sehingga jadi jauh lebih murah untuk EBT. Sedangkan yang base loadnya sekarang berbasis pada gas, pada hydro, pada geothermal, kisarannya sekitar 6-11 sen, maka menambah EBT akan menurunkan cost. 

"Tetapi ini membutuhkan teknologi baru namanya smart grid. Nah, untuk itu kita membangun digital power plant, ada flexible generation capacity, ada smart transmission, ada smart dispatch center, ada smart distribution, ada smart meter sehingga dengan adanya teknologi baru ini digitalisasi ekosistem kelistrikan ini, maka kita mampu menambah variable renewable energy solar and wind dalam jumlah yang besar," jelas Darmawan.

Dia menjelaskan, dari yang tadinya hanya sekitar 5 GW bisa ditambahkan menjadi 28 GW. Dengan suatu redesain, dengan adanya accelerated renewable energy development ini maka penambahan pembangkit bahkan bisa 75 persennya itu berbasis pada EBT dan hanya 25 persennya berbasis pada gas.

"Nah, untuk itu memang dengan adanya transisi energi ini kita merancang suatu perencanaan dimana the transition of energy ini akan mampu memfasilitasi acceleration of growth. Kemudian juga disini adalah bagaimana kita akan mampu menciptakan lebih banyak lapangan kerja, bagaimana kita akan memberikan kesejahteraan, bagaimana kita akan membangun kapasitas nasional," pungkasnya. (NIA)

SHARE