BOJ Resmi Akhiri Suku Bunga Negatif, Liburan ke Jepang Tak akan Semurah Dulu
Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), telah secara resmi mengakhiri era suku bunga negatif pada pertemuan dua hari yang berakhir Selasa (19/3/2024).
IDXChannel - Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ), telah secara resmi mengakhiri era suku bunga negatif pada pertemuan dua hari yang berakhir Selasa (19/3/2024).
Bank sentral negeri Sakura tersebut akhirnya memutuskan suku bunga acuan naik dari -0,1 persen ke kisaran 0 persen sampai dengan 0,1 persen. Ini merupakan kenaikan suku bunga pertama di Jepang sejak 2007.
"Ini akan menjadi kenaikan suku bunga pertama dalam 17 tahun, sehingga memiliki banyak makna simbolis, tetapi dampak sebenarnya terhadap perekonomian sangat kecil," kata Izumi Devalier, kepala ekonomi Jepang di BofA Securities, sembari menambahkan bahwa BOJ kemungkinan akan mempertahankan kebijakan moneter yang relatif longgar.
Keputusan ini juga diyakini akan berdampak signifikan pada pasar, terutama indeks saham Nikkei 225 dan nilai tukar yen Jepang terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Tanda-tanda peningkatan upah di Jepang, inflasi yang stabil dan beberapa ketahanan dalam perekonomian menjadi alasan BOJ dapat mengakhiri kebijakan suku bunga negatif (NIRP) dan kontrol kurva imbal hasil (YCC).
Artinya, investor akan membayar bunga untuk menyimpan uang di bank alih-alih menerimanya.
Informasi saja, YCC (Yield Curve Control) adalah kebijakan moneter yang menargetkan kurva imbal hasil obligasi pemerintah pada level tertentu.
Saat diberlakukan pada 2016, BOJ mengontrol YCC obligasi tidak boleh naik dari -0,1 persen supaya inflasi saat itu yang -1,32 persen dapat naik ke target 2 persen.
Dengan menargetkan kurva imbal hasil, BOJ berharap dapat mendorong inflasi ke targetnya. YCC bekerja dengan cara BOJ membeli obligasi pemerintah dengan jumlah besar dan tak terbatas.
Pembelian obligasi ini akan mendorong harga obligasi naik dan imbal hasil turun. Turunnya imbal hasil akan membuat pinjaman lebih murah bagi bisnis dan konsumen, yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan meningkatkan permintaan barang dan jasa, yang akan mendorong inflasi. Namun, kini tingkat inflasi Jepang sudah di ambang 2,2 persen.
Apa Artinya Buat Pasar?
Melansir Bloomberg, dampak dari perubahan kebijakan ini akan berbeda-beda di seluruh perekonomian dan pasar keuangan.
Kebijakan BOJ ini juga dianggap memberikan manfaat bagi sebagian pihak dan menimbulkan tantangan bagi pihak lainnya, atau dalam beberapa kasus keduanya.
Dampak dari spekulasi kenaikan suku bunga BOJ membuat pasar saham Jepang, terutama indeks Nikkei 225 turun dari rekor tertinggi, dan juga menyebabkan yen jatuh ke 149,65 terhadap dolar AS pada hari ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Imbas pengumuman BOJ terbaru, Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Jepang bertenor 10 tahun juga turun menjadi sekitar 0,76 persen, mundur dari level tertinggi dalam tiga bulan karena investor bersiap menyambut keputusan BOJ. (Lihat grafik di bawah ini.)
Alasan mengapa yen melemah terhadap USD selama ini adalah perbedaan pergerakan suku bunga yang lebih tinggi di AS, sementara Jepang masih sangat rendah.
Hal ini membuat aset dalam mata uang dolar lebih menarik bagi investor yang mencari keuntungan lebih tinggi.
Imbal hasil obligasi 10-tahun AS juga telah naik di atas 3 persen--tertinggi dalam beberapa tahun terakhir--karena para investor terus bertaruh pada serangkaian kenaikan suku bunga yang agresif dari The Federal Reserve (The Fed).
Faktor lainnya, dalam beberapa waktu terakhi ekonomi Jepang terus tertinggal dibandingkan negara-negara lain dalam upaya mengembalikannya ke kondisi sebelum pandemi.
Neraca perdagangan Jepang yang tetap berada di zona merah kemungkinan juga memberi pengaruh pada pelemahan yen.
Selain itu, menurut Bloomberg, terdapat pihak yang akan diuntungkan dan dirugikan oleh naiknya suku bunga di Jepang.
Sejumlah lembaga akan terdampak untung karena menguatnya yen dan suku bunga lebih tinggi di antaranya sektor perbankan, importir, aset manajer, pemilik saham hingga deposito di Jepang, hingga turis Jepang di luar negeri. (Lihat tabel di bawah ini.)
Sementara kebijakan ini akan membebani pemerintah, bank sentral, eksportir, sektor properti, utang konsumsi hingga pariwisata lokal.
Pemerintah dan BOJ akan menderita karena suku bunga yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya pembayaran utang pemerintah dan menyebabkan kerugian pada surat utang negara bank sentral. Ini karena suku bunga yang lebih tinggi akan mendevaluasinya.
Bank-bank swasta akan dapat memperoleh lebih banyak keuntungan dari pinjaman dengan suku bunga yang lebih tinggi. Sementara kepemilikan obligasi mereka akan terpukul oleh kenaikan suku bunga jangka panjang.
Pembeli rumah akan terdampak adanya kenaikan suku bunga hipotek (KPR) yang mungkin mendinginkan pasar real estat.
Penguatan yen yang didukung oleh kenaikan suku bunga akan memangkas biaya impor dan membantu rumah tangga dengan biaya impor pangan dan energi yang lebih murah.
Di sisi lain, hal ini akan melemahkan daya saing dan pendapatan eksportir di luar negeri.
Bagi wisatawan Jepang di luar negeri, penguatan yen akan membantu mereka, sedangkan akan membuat biaya mengunjungi Jepang menjadi lebih mahal.
Selama ini, yen yang lebih murah membantu eksportir termasuk raksasa pembuat mobil Toyota Motor Corp membukukan keuntungan yang diperoleh di luar negeri.
Hal ini juga menjadikan Jepang sebagai tujuan wisata yang lebih terjangkau, sehingga mendatangkan keuntungan bagi sektor perhotelan dan perekonomian regional.
Namun, kondisi saat ini berbeda. Harga komoditas dan barang-barang lainnya meningkat dengan laju tercepat dalam beberapa dekade terakhir, sehingga mengurangi keuntungan perusahaan-perusahaan yang bergantung pada impor, di tengah masyarakat yang merasakan dampak dari kenaikan harga energi.
Meningkatnya harga pangan impor dan kebutuhan sehari-hari lainnya akan semakin menyusahkan konsumen dalam negeri. (ADF)