ECONOMICS

Bom Waktu, Argentina Terlilit Utang Rp6.200 Triliun

Wahyu Dwi Anggoro 15/12/2023 13:55 WIB

Perekonomian Argentina memiliki banyak masalah, salah satunya adalah menumpuknya utang yang mencapai lebih dari USD400 miliar atau sekitar Rp6.200 triliun.

Bom Waktu, Argentina Terlilit Utang Rp6.200 Triliun. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Perekonomian Argentina memiliki banyak masalah, salah satunya adalah menumpuknya utang yang mencapai lebih dari USD400 miliar atau sekitar Rp6.200 triliun.

Dilansir dari Reuters pada Jumat (15/12/2023), Argentina harus membayar utang sebanyak USD16 miliar yang akan jatuh tempo tahun depan.

Di sisi lain, cadangan devisa bank sentral hanya sekitar USD10 miliar. Hal ini membuat Presiden Javier Milei yang baru saja terpilih harus berpikir keras untuk mengindari gagal bayar atau default.

"Kita tidak punya uang," kata Milei dalam pidatonya saat pelantikan pekan lalu.

"Kita memiliki bom waktu utang," tambahnya.

Baru-baru ini, pemerintahan Milei mengumumkan berbagai kebijakan pemangkasan anggaran, termasuk pemotongan subsidi dan penundaan proyek. Pihak pemerintah berencana mengumumkan lebih banyak langkah penghematan di masa mendatang.

"Argentina menghadapi tantangan yang berat dalam hal jatuh tempo utang valas," kata Juan Ignacio Paolicchi, kepala ekonom di perusahaan konsultan yang berbasis di Buenos Aires, Empiria.

"Ada kebutuhan untuk melakukan rollover utang," Paolicchi menambahkan.

Sepanjang 2023, Argentina kesulitan untuk membayar utangnya, khususnya pinjaman dari Dana Moneter Internasional (IMF). Argentina merupakan debitur terbesar lembaga keuangan internasional tersebut.

"Para investor akan menunggu kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya, yang pastinya membutuhkan waktu dan konsensus politik. Dengan latar belakang ini, IMF dapat memainkan peran dengan memfasilitasi reformasi," kata Martin Castellano, kepala penelitian untuk Amerika Latin di Institute of International Finance.

Batu-baru ini, Fitch mengatakan Argentina terancam kembali mengalami gagal bayar jika tidak segera merestrukturisasi utangnya. Ini akan menjadi default yang ke-10 dalam sejarah negara tersebut.

"Ini adalah awal yang sulit bagi pemerintahan baru, dengan utang dan inflasi yang sangat tinggi, tidak ada cadangan mata uang asing, dan tidak ada mayoritas di parlemen," kata Ed Parker, kepala riset global, sovereigns & supranational di Fitch.

"Kami pikir gagal bayar mungkin terjadi - tidak harus tahun depan - tetapi ada peningkatan pembayaran utang tahun depan dan kemudian lagi pada 2025," lanjutnya. (WHY)

SHARE