Bongkar Pasang Menteri ESDM di Sisa Dua Bulan, DPR: Kurang Tepat
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menilai, pergantian Menteri ESDM tidak akan efektif, mengingat sisa waktu pemerintahan kurang dari dua bulan.
IDXChannel - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merombak kabinet di sisa masa jabatannya. Salah satu yang kena reshuffle adalah Menteri ESDM, dari Arifin Tasrif menjadi Bahlil Lahadalia.
Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto menilai, pergantian Menteri ESDM Arifin Tasrif ke Bahlil Lahadia tidak akan efektif, mengingat sisa waktu pemerintahan kurang dari dua bulan.
Menurut Mulyanto, pembahasan program strategis Kementerian ESDM tidak akan tuntas. Oleh karena itu, dia bilang, pergantian menteri kali ini sebagai pekerjaan yang sia-sia dari sisi kinerja. Bahkan lebih kuat pada bobot politiknya.
"Itu langkah bongkar-pasang yang kurang tepat. Apa yang bisa diharapkan dari menteri baru secara struktural dalam waktu kurang dari dua bulan. Pembahasan dengan DPR juga hanya tinggal satu masa sidang lagi. Jadi, ini murni bersifat politis," ujar Mulyanto kepada MNC Portal Indonesia, Senin (19/8).
Mulyanto mengatakan, dari sisi perundangan, di ujung masa pemerintahan ini, pekerjaan rumah yang tersisa yang harus dituntaskan Menteri ESDM adalah RUU EBET, PP Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan RUU Minyak dan Gas (Migas).
"Apa regulasi ini bisa diselesaikan kalau tiba-tiba berganti menteri? Menurut saya justru akan semakin molor. Tidak perlu lah reshuffle sekarang. Presiden seperti kurang kerjaan," kata Mulyanto.
Mulyanto menambahkan, yang lebih perlu dilakukan Presiden saat ini adalah menertibkan bidang kerja para menteri yang sermrawut. Bukan reshuffle jelang suksesi.
"Dari pada ganti menteri, lebih baik kembalikan tugas masing-masing kementerian sesuai tupoksinya," katanya.
Mulyanto menegaskan, persoalan ruwet justru terletak pada tata kelola dan tugas-fungsi kementerian terkait bidang ESDM yang tumpang tindih, antara Kementerian Investasi dengan Kementerian ESDM. Bukan pada posisi menterinya.
"Ini yang harusnya diurai dan diperbaiki. Belum lagi maraknya kasus-kasus korupsi terkait tambang ilegal timah, nikel, emas, dan lainnya yang masalahnya bersifat kronis dan struktural. Juga soal ketidaktepat-sasaran distribusi BBM dan LPG bersubsidi yang berlarut-larut dan menekan anggaran negara dan masalah ketidakadilan," kata Mulyanto.
(Fiki Ariyanti)