ECONOMICS

BPDPKS Sebut Mandatori Biodiesel B35 Hemat Devisa Negara Rp512 Triliun

Dhera Arizona Pratiwi 18/11/2024 17:00 WIB

Pengembangan biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan, selain mengurangi emisi gas rumah kaca, juga terbukti menghemat devisa impor bahan bakar.

BPDPKS Sebut Mandatori Biodiesel B35 Hemat Devisa Negara Rp512 Triliun. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terus mendukung program mandatori biodiesel oleh pemerintah yang baurannya akan ditingkatkan menjadi 40 persen (B40) pada 2025. Pengembangan biodiesel sebagai energi baru dan terbarukan, selain mengurangi emisi gas rumah kaca, juga terbukti menghemat devisa impor bahan bakar.

“Dari program B35 yang kita laksanakan saat ini, nilai devisa yang bisa dihemat mencapai Rp512,07 triliun,” kata Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman dalam paparannya pada seminar yang diselenggarakan Rumah Sawit Indonesia (RSI) di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Menurutnya, peran BPDPKS memang sangat strategis dalam mensukseskan program mandatori biodiesel. Sebagai pengelola dana pungutan eskpor sawit, BPDPKS menjamin keberlanjutan program mandatori biodiesel.  Apalagi, pemerintah berencana meningkatkan bauran dari B35, B40, B50, dan seterusnya, peran BPDPKS menjadi semakin penting.

“Pemerintah berhasil secara konsisten mempertahankan program mandatori biodiesel melalui masa pandemi dan gejolak harga minyak dunia. Bahkan di 2023 telah dilaksanakan implementasi B35 dengan realisasi penyaluran biodiesel sebesar 12,26 juta KL, dan di 2024 hingga Agustus volume penyaluran biodiesel sebesar 8,35 juta KL,” kata Eddy.

Dalam kesempatan tersebut, Eddy juga memaparkan peran positif industri sawit bagi perekonomian nasional. Dia menerangkan, sebagai industri padat karya, sektor kelapa sawit memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian. 

"Sektor ini mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ekspor dan neraca perdagangan, mengurangi inflasi dan mengganti bahan bakar fosil dengan energi terbarukan untuk memperkuat ketahanan energi nasional," katanya.

Di tengah peran yang sangat signifikan tersebut, kata Eddy, industri sawit nasional juga menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan tersebut antara lain: produktivitas yang rendah (rata-rata 2,8 ton CPO per hektare per tahun), adanya perkebunan sawit dalam kawasan hutan (terindikasi 3 juta hektare), persoalan legalitas, sarana dan prasarana yang belum memadai, hingga tantangan regulasi.

“Selain tantangan dari dalam negeri, industri sawit juga menghadapi tantangan global yang juga sangat kompleks. Seperti hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif, serta masih maraknya black campaign sawit di luar negeri,” kata Eddy.

(Dhera Arizona)

SHARE