ECONOMICS

BPJS Kesehatan Surplus Rp 18,7 Triliun, DPR Minta Kenaikan Tarif Ditinjau Ulang

Sindonews 17/02/2021 10:10 WIB

Keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus cukup besar yaitu Rp18,7 triliun justru disaat pandemi covid-19.

BPJS Kesehatan Surplus Rp 18,7 Triliun, DPR Minta Kenaikan Tarif Ditinjau Ulang (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayanti menyatakan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami Surplus keuangan mencapai Rp18,7 triliun. Maka itu, dirinya berharap pemerintah bisa mengembalikan Iuran BPJS seperti semula. 

"Keuangan BPJS Kesehatan mengalami surplus cukup besar yaitu Rp18,7 triliun justru disaat pandemi covid-19. BPJS bahkan tidak lagi gagal membayar klaim ke Rumah sakit maupun faskes lainnya," jelas Kurniasih seperti dikutip MNC Portal Indonesia, Rabu (17/2/2021). 

Menurut Kurniasih, surplus ini sebagaimana disampaikan Direktur Utama BPJS Kesehatan setelah pihak manajemen bersama pemerintah melakukan pembenahan berdasarkan hasil audit menyeluruh yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada 2018-2019. 

Karena itu, pihaknya meminta agar pihak BPJS Kesehatan meninjau kembali kenaikan tarif, hususnya untuk tarif kelas 3 yang diberlakukan sejak tahun lalu berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2020. 

"Berdasarkan Perpres tarif peserta kelas 1 naik menjadi Rp150 ribu, kelas 2 Rp100 ribu dan kelas 3 Rp35 ribu dengan adanya subsidi Rp7000. Dengan surplus ini, sudah selayaknya iuran BPJS khususnya kelas 3 dikembalikan seperti semula yaitu Rp25.500," kata dia. 

Di sisi lain, Kurniasih juga menganggap, dengan mengembalikan iuran seperti semula, maka Direksi BPJS Kesehatan yang akan berakhir masa kerjanya bisa menutup masa kerjanya dengan memberikan kado terbaik untuk rakyat dengan menurunkan premi BPJS Kesehatan sama dengan besaran premi yang lama. 

"Sejak awal pemberlakukan Perpres 64/2020 FPKS DPR RI sudah menolak kenaikan iuran peserta kelas 3 pada kelompok Bukan Pekerja (BP) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). Kenaikan iuran pas ekonomi masyarakat terpukul akibat pandemi covid-19 tentu saja memberatkan," ucap dia. 

Apalagi, bagi kelompok bukan Pekerja dan PBPU yang sangat terdampak usahanya akibat pandemi ini. Menurutnya, akibat kenaikan tarif yang dibelakukan pemerintah, banyak peserta kelas 1 dan kelas 2 yang turun kelas. 

Bahkan, ada sekitar 2,2 juta peserta yang turun kelas. Maka itu, pihaknya di DPR sudah mengingatkan manajemen BPJS untuk melakukan audit menyeluruh dan membenahi data kepesertaan. 

Pasalnya, dia melihat manajemen BPJS juga tidak tranparan berapa peserta BP dan PBPU untuk masing-masing kelas. Selama ini yang disampaikan hanya total peserta BP dan PBPU. 

Mengacu data yang disampaikan BPJS, sampai Oktober 2019, total peserta kedua kelompok ini adalah 35,92 juta. Sementara menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, per Mei 2020 jumlah peserta PBPU adalah 30,68 juta.  

"Jika diasumsikan seluruhnya berada di kelas 3, maka nilai selisih iuran lama dengan iuran setelah kenaikan selama setahun adalah sebesar Rp4,09 triliun. Bahkan jika selisihnya menggunakan angka kenaikan tanpa adanya subsidi nilai selisihnya hanya sekitar Rp7,1 triliun," beber dia. 

Dengan kondisi demikian, sambung Kurniasih, artinya keuangan BPJS harusnya masih cukup baik tanpa menaikan tarif kelas 3 untuk peserta BP dan PBPU bahkan tanpa membebani pemerintah daerah. Maka sangat layak, jika tarif BPJS Kesehatan ini dikembalikan ke tarif semula khususnya untuk peserta kelas 3. (Sandy)

SHARE