ECONOMICS

Bukan karena Produktivitas, Bos KADIN Ungkap Alasan Keran Impor Beras Dibuka

Fiki Ariyanti 30/12/2022 19:27 WIB

Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid, menanggapi keputusan pemerintah dalam mengimpor beras.

Bukan karena Produktivitas, Bos KADIN Ungkap Alasan Keran Impor Beras Dibuka. (Foto: MNC Media).

IDXChannel - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid, menanggapi keputusan pemerintah dalam mengimpor beras. Impor ini kembali dilakukan setelah impor terakhir kalinya di 2019. 

Arsjad menilai, keputusan ini tidak dipengaruhi oleh masalah produktivitas pangan.

“Kalau kita lihat, tahun ini, Indonesia malah surplus produksi," kata dia dalam keterangan resminya, Jakarta, Jumat (30/12/2022). 

Berdasarkan perhitungan KSA (Kerangka Sample Area) BPS, Arsjad mengatakan, surplus produksi 2022 sebanyak 31,93 juta ton beras. 

"Artinya terdapat surplus 1,7 juta ton dari kebutuhan setahun sebesar 30,19 juta ton,” terangnya.

Dia mengatakan, keputusan impor ini didasari persoalan target beras cadangan. “Stok Bulog hanya tercatat sebesar 399.160 ton hingga 21 Desember 2022, jauh di bawah target Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1,2 juta ton di akhir 2022," paparnya. 

"Stok ini dianggap terlalu tipis untuk dapat membantu Bulog melakukan tugasnya untuk memastikan kestabilan harga di pasar,” sambung Arsjad. 

Harga Pasar Terlalu Tinggi, Alasan Keran Impor Dibuka

Pemerintah akhirnya memberikan lampu hijau kepada Bulog untuk mengimpor beras medium sebanyak 500 ribu ton. Pembukaan keran impor ini dimaksudkan untuk memperkuat CBP hingga Januari atau Februari 2023. 

Keputusan ini didasari harga beras domestik yang saat ini sudah di atas Harga Pokok Penjualan (HPP).

“Pertanyaannya, kenapa harga beras domestik mahal, yaitu dengan harga rata-rata beras di penggilingan mencapai Rp10.300 per kilogram, bahkan lebih mahal dari harga beras impor yang berkisar Rp8.500 sampai Rp9.000 per kilogram? Isu ini yang harus diselesaikan oleh pemerintah,” tegas Arsjad.

Indonesia sebenarnya memiliki potensi produksi pangan yang cukup baik. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat ada surplus tahunan tahunan sekitar 1,7 juta ton di 2022.

Perbaiki Ekosistem Rantai Pasok Pangan

Arsjad membeberkan adanya masalah dari sisi rantai pasok atau distribusi. Dia menilai, jalur distribusi beras di Indonesia cukup panjang. Selama ini, rantai distribusi
beras melibatkan 3 pelaku dengan margin masing-masing pelaku mencapai 11%-12%. 

Banyaknya pelaku yang terlibat dalam distribusi beras nasional tersebut membuat harga di tingkat konsumen ritel melambung tinggi.

Arsjad menambahkan, logistik pangan memiliki peran vital dalam memastikan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau. Sistem logistik pangan di Indonesia masih lemah.

Pernyataan ini didukung oleh data indikator biaya logistik. Dia melihat biaya logistik cukup tinggi sehingga harga beras pada tingkat ritel menjadi relatif mahal. Saat ini, rata-rata harga pasar beras premium tertinggi berada pada level Rp12.000 per kg.

Arsjad menambahkan, ada sekitar 11 daerah yang masih defisit beras.

“Dalam mengatasi permasalahan ini, perbaikan sistem logistik pangan dan pemahaman ekosistem rantai pasokan pangan perlu menjadi perhatian bersama,” ucapnya.

Arsjad menilai, perlunya harmonisasi pelaku usaha dan semua pihak yang berkepentingan terhadap logistik pangan. Harmonisasi ini harus dilakukan untuk memperbaiki jaringan distribusi pangan hingga manajemen stok.

Pemerintah juga wajib mengontrol seluruh ekosistem pangan mulai dari aspek fisik, seperti rantai pasokan, penawaran dan permintaan sehingga tidak terjadi disparitas harga di tingkat petani dan harga eceran yang terlalu besar. 

Peningkatan kapasitas produksi juga tetap harus diperhatikan walaupun sebenarnya produksi beras secara nasional sudah cukup terkendali. 

Program KADIN untuk Majukan Sektor Pertanian

World Bank menyoroti kurangnya investasi dalam riset dan pengembangan (R&D) sektor pertanian. Selama ini, alokasi anggaran R&D Indonesia secara umum terbilang sangat kecil, terutama pada sektor pertanian.

Tahun 2022, anggaran R&D Indonesia hanya mencapai USD 2 miliar. Nominal ini menempatkan Indonesia pada urutan ke 43 dari 50 negara di dunia soal R&D.

Selama ini, petani Indonesia didominasi oleh petani tradisional yang tidak mengandalkan teknologi dan inovasi. Fakta ini menjadi tantangan tersendiri dalam
sektor pertanian Indonesia.

Arsjad menjelaskan, pihaknya telah menggalakkan program untuk mendorong sektor pertanian. Dia mencontohkan, salah satu inisiatif KADIN, yaitu Program Kemitraan UMKM Melekat atau Inclusive Closed-Loop.

Melalui kemitraan ini, swasta bisa memberikan bantuan kepada petani kecil berupa transfer pengetahuan dan teknologi, memperluas akses pembiayaan, memberi bantuan distribusi hasil pertanian, dan membuka akses pasar baik nasional maupun ekspor.

Arsjad memberikan contoh sukses dari program inclusive
closed-loop di sektor pertanian. 

“Ada ekosistem Inclusive Closed-Loop yang terbukti meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat tani di Cikajang, Garut. Di mana saat ini ada sekitar 14 multi-stakeholder yang berperan aktif,” papar Arsjad.

Arsjad mengatakan, KADIN berkomitmen untuk menerapkan model kemitraan tersebut ke lebih banyak daerah. Harapannya para pelaku usaha dan pihak-pihak terkait bisa bergotong royong untuk membangun sektor pertanian yang lebih produktif, berkualitas, dan mampu menjaga ketahanan pangan dalam negeri.

Pihaknya juga akan terus mempromosikan peluang investasi melalui jaringan KADIN di lingkup nasional dan internasional.

Tahun 2023 ini Indonesia kembali dipercaya untuk mengetuai ASEAN. KADIN Indonesia sebagai ketua ASEAN Business Advisory Council, akan menggelar ASEAN business investment yang dapat digunakan untuk menarik investasi global termasuk R&D di pertanian.

(FAY)

SHARE