Buruh Sebut Kenaikan PPN 12 Persen Tingkatkan Potensi PHK
Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 dinilai buruh sangat menyengsarakan para pekerja.
IDXChannel - Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 mendapat protes keras dari berbagai lapisan masyarakat, tak terkecuali buruh. Rencana tersebut dinilai sangat menyengsarakan para pekerja.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, rencana kenaikan PPN 12 persen akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal. Akibatnya, daya beli masyarakat ikut merosot.
“Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK di berbagai sektor,” ujar Said Iqbal dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Sehingga, kata dia, dampaknya menjalar ke berbagai sektor ekonomi hingga menghambat upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen.
Di lain sisi, jelas Said Iqbal, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1-3 persen juga tidak akan cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat.
Lebih lanjut dia menuturkan, kebijakan ini tidak hanya melemahkan daya beli, tetapi juga berpotensi menambah ketimpangan sosial. Sebab, dengan beban PPN yang meningkat, rakyat kecil harus mengalokasikan lebih banyak untuk pajak tanpa adanya peningkatan pendapatan yang memadai.
Dirinya menyebut, redistribusi pendapatan yang timpang akan semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan miskin, menjadikan beban hidup masyarakat kecil semakin berat.
"Bagi Partai Buruh dan KSPI, kebijakan ini mirip dengan gaya kolonial yang membebani rakyat kecil demi keuntungan segelintir pihak," kata dia.
Dia menegaskan, jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen dan tidak menaikkan upah minimum sesuai dengan tuntutan, pihaknya bersama serikat buruh lainnya akan menggelar mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.
"Aksi ini direncanakan akan menghentikan produksi selama minimal dua hari antara tanggal 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh," kata dia.
(Dhera Arizona)