China Tak Siap Hadapi Lonjakan Covid-19, Ekonomi Global Terancam
Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat di China menggelar aksi protes kepada Presiden China Xi Jinping.
IDXChannel- Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat di China menggelar aksi protes kepada Presiden China Xi Jinping. Protes tersebut terkait kebijakan no Covid yang diterapkan negeri tirai bambu ini. Puluhan warga China ini menggelar aksinya di beberapa kota di China.
Aksi demostrasi ini hamper sama seperti yang pernah terjadi pada 1989 protes yang dilakukan di lapangan Tiananmen. Namun, protes kali ini tidak ada pembangkangan sipil yang begitu luas. Protes kebijakan non Covid ini juga tidak akan meruntuhkan rezim partai komunis China. Namun, kejadian ini menjadi tantangan besar bagi pemerintahan Xi Jinping.
Pasalnya, apa yang telah terjadi di China dalam beberapa pekan terakhir memiliki dampak yang signifikan bagi perekonomian, baik dari masyarakat China itu sendiri namun juga untuk perusahaan internasional bahkan ekonomi global.
Dilansir melalui Reuters Senin (5/12/2022), aksi protes yang terjadi di China ini telah menuai berbagai reaksi internasional. Dimana ada yang menundukung kebijakan tersebut agar kasus harian Covid tidak kembali meluas. Namun ada yang juga merasa khawatir dengan konsekuensi yang akan terjadi kedepannya.
Disisi lain juga ada yang berharap kebijakan pengendalian Covid-19 dapat dilonggarkan dengan membuka kembali China agar kemacetan rantai pasokan global yang selama ini tersendat dapat kembali normal.
Tak hanya terkait rantai pasokan global saja, pasar saham dunia awalnya menukik pada hari Senin setelah akhir pekan pertama protes pada 26 dan 27 November. Pada hari Selasa, kehadiran polisi besar-besaran di lokasi protes dan penangkapan awal pemrotes menyebabkan rebound pasar karena investor asing mengalir kembali ke pasar China.
Investor saat ini telah mengalihkan sedikit perhatiannya terkait protes lanjutan. Namun, para investor optimis bahwa China akan dipaksa untuk mengubah arah kebihakan dan membuka ekonomi lagi melihat banyaknya aksi protes.
Pelonggarakan kebijakan pun sudah mulai terlihat, dimana Wakil Perdana Menteri Sun Chunalan beberapa waktu lalu mengatakan iterasi virus saat ini Sudah mulai berkurang. Namun, investor yang antusias, berisiko mengabaikan tantangan jangka panjang dari budaya politik China saat ini, ekonomi domestik, dan prospek bisnis internasional.
Inti dari budaya politik kontemporer di China adalah kelangsungan hidup rezim. Xi ingin China menjadi kaya dan berkuasa, tetapi percaya mengendalikan politik dalam negeri dan mengatasi tantangan geopolitik adalah hal yang paling penting.
Ekonomi berada di urutan kedua setelah keamanan, pandangan yang telah diungkapkan Xi berkali-kali dan diulangi di Kongres Partai pada Oktober. Investor internasional perlu menyadari hal ini karena ekonomi dan politik domestik China mempengaruhi perusahaan internasional yang terlibat dengan negara tersebut, serta pasar global.
Jadi penting bagi investor dan bisnis untuk mencatat bahwa China tidak siap menghadapi lonjakan infeksi COVID. Hanya dua pertiga dari usia di atas 60-an yang telah mendapatkan vaksinasi booster ketiga, meskipun pemerintah ingin meningkatkan ini. Namun, jika China membuka ekonominya lagi, maka kasus harian Covid-19 akan meningkat. Hal tersebut dapat terjadi lantaran system kesehatan di China yang kurang mumpuni, dimana tempat tidur di ICU yang tidak memcukupi.
Setiap pertumbuhan ekonomi dari pencabutan pengendalian COVID juga kemungkinan akan berumur pendek bagi China. Ekonomi domestik sedang menggelepar. Pertumbuhan mengalami pelemahan sejak 2020. PDB hanya tumbuh 3 persen untuk tiga kuartal pertama tahun 2022 dan akan meleset dari target pemerintah sebesar 5,5 persen.
Harga rumah dan investasi juga mengalami penurunan. Harga apartemen datar atau negatif untuk sebagian besar dari 70 kota terbesar di China sejak 2020 – baik untuk bangunan baru maupun penjualan kembali.
Investasi di ruang lantai perumahan turun 38,5 persen untuk tahun ini hingga Oktober. Kesengsaraan sektor properti telah menekan pendapatan pemerintah daerah, yang menanggung biaya diktat Beijing untuk mengendalikan wabah virus.
Sementara itu, selama sepuluh bulan pertama tahun 2022, penjualan ritel konsumen turun 0,5 persen dan penjualan layanan makanan turun 8,1 pesen – meskipun itu lebih baik daripada penurunan 23 persen tahun-ke-tahun selama penguncian musim semi 2020 di Shanghai, Sichuan dan Guangdong.
Indeks Manajer Pembelian (yang memberikan gambaran tentang seberapa positif perasaan industri manufaktur dan jasa) menurun pada bulan Oktober menjadi 49,2 dan telah berada di bawah 50 selama enam dari sepuluh bulan pertama tahun ini. Angka apa pun yang kurang dari 50 menunjukkan ekonomi sedang berkontraksi.
Sementara banyak perusahaan yang memutuskan untuk tinggal dan pinda seperti Apple, yang mendapatkan banyak stok iPhone Pro barunya dari pabrik besar milik Foxconn di Zhengzhou. Pabrik ini adalah tempat pertempuran antara polisi dan pekerja pada November yang memprotes pengendalian COVID dan kurangnya manfaat. Harga saham Apple telah bertahan dengan sangat baik tahun ini, seperti halnya pembuat mobil besar, tetapi semuanya sangat bergantung pada China sebagai pasar dan basis manufaktur.
Bagi sebagian politisi di barat, salah satu solusinya adalah mempercepat pemisahan diri dari China. Tetapi melakukan hal itu tidak layak atau tidak diinginkan meskipun ada masalah keamanan yang dibenarkan. Inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki cakupan internasional dan bergantung pada keterbukaan dan pertukaran sampai batas tertentu. Akan sulit untuk membekukan China jika perusahaan barat ingin berbagi dalam pertumbuhan dan perkembangan China di bidang-bidang ini.
Upaya AS baru-baru ini untuk membatasi penjualan semikonduktor telah terjadi hanya karena realisasi yang terlambat tentang betapa agresifnya China telah memperoleh teknologi sejak tahun 2000-an. Terlalu banyak orang di barat yang tidak membaca pidato Xi pada awal 2010-an, baru bangun sekitar tahun 2016 setelah Beijing mengungkapkan strateginya dalam rencana Made in China 2025.
Mengejar keuntungan di pasar domestik China yang sangat besar telah menyebabkan perusahaan internasional mengabaikan politik pasar China. Sudah waktunya untuk menyadari bahwa bisnis pemerintahan di China pada akhirnya bertumpu pada memastikan bisnis melayani kepentingan negara-partai dan tujuannya.
(DKH)