COO Theranos Dipenjara, Kisah Penipuan Terbesar Startup Kesehatan Abad Ini
Theranos adalah bukti bahwa industri health teach berada dalam lingkungan bisnis yang rentan.
IDXChannel - COO Theranos Ramesh "Sunny" Balwani resmi dijatuhi hukuman hampir 13 tahun penjara oleh pengadilan federal California pada hari Rabu (7/12).
Hukuman ini dijatuhkan atas tuduhan penipuan setelah ledakan startup health tech yang berfokus pada pengujian darah, Theranos, menggegerkan jagat startup negeri Paman Sam.
Balwani secara romantis terkait dengan pendiri Theranos, Elizabeth Holmes, yang pada 18 November juga dijatuhi hukuman lebih dari 11 tahun penjara di pengadilan yang sama.
Balwani menjalankan operasi di Theranos karena mendapatkan investasi dari, antara lain, Rupert Murdoch dari News Corp. dan mantan pejabat kabinet Trump Betsy DeVos.
Selama sidang hukuman, pengacara Balwani disebut berusaha untuk menyalahkan Holmes, dengan mempersuasi Hakim Pengadilan Distrik AS Edward J. Davila bahwa segala keputusan yang dijalankan di Theranos dibuat oleh Elizabeth Holmes.
Davila telah menetapkan rentang hukuman 11 tahun ditambah 3 bulan hingga 14 tahun, tetapi jaksa hari ini meminta hukuman 15 tahun mengingat peran pengawasannya yang "signifikan" oleh Balwani di bisnis lab Theranos.
Balwani dan Holmes, mantan pasangan romantis ini menjadi bos Theranos yang berhasil menipu investor dan venture capitalist sebesar USD10 miliar pada puncaknya di tahun 2013 hingga 2014.
Sebagai COO, Balwani mengelola bisnis laboratorium dan aspek keuangan perusahaan. Theranos dituduh melakukan fraud, termasuk dokumen palsu dan hasil tes yang salah.
"Saya bertanggung jawab atas segalanya di Theranos," kata Balwani dalam sebuah pesan kepada Holmes.
Balwani diketahui selama ini memikul tanggung jawab luas untuk operasi sehari-hari di perusahaan.
Hukuman yang dijatuhkan Balwani di pengadilan federal menandai akhir dari saga Theranos.
Penipuan oleh startup health tech yang berhasil menggaet investor bertabur bintang, ini kemudian memunculkan kritik atas ekosistem Silicon Valley yang dianggap berkontribusi terhadap skandal ini.
Teknologi dan Produk ‘Palsu’ Theranos
Theranos bermula dari iklim teknologi yang berkembang cukup pesat di negeri Paman Sam. Kelahiran Sillicon Valley berkelindan dengan kecanggihan aplikasi digital di berbagai bidang kehidupan memunculkan fenomena baru tentang perusahaan rintisan atau startup.
Theranos menghadirkan startup tes darah, sebuah teknologi yang dianggap sangat revolusioner.
Startup bidang biotek ini mencoba mendisrupsi industri tes darah AS yang bernilai miliaran dolar.
Kadar kolesterol hingga analisis genetik yang kompleks diklaim dapat tes oleh produk Theranos, hanya dengan satu tusukan jarum.
Theranos menjuluki wadah pengumpul darahnya sebagai ‘nanotainer’ dan mesin analisisnya sebagai ‘Edison’.
Namun, pada Oktober 2015, Wall Street Journal menerbitkan investigasi menarik, menemukan kejanggalan bahwa klaim revolusioner perusahaan itu ternyata berlebihan.
John Carreyrou, jurnalis The Wall Street Journal membuka skandal ini ke publik. Diawali kecurigaan dan rasa penasaran atas kemampuan Holmes untuk menciptakan terobosan teknologi medis, mengingat backgroundnya hanya dua semester belajar di kelas teknik kimia di Stanford University.
Holmes pun dituduh menipu investor. Teknologi yang dikatakan mampu memangkas sekitar setengah dari tarif penggantian Medicare dan Medicaid yang mencapai ratusan miliar dolar ini ternyata hanya bualan semata dan tidak bekerja sesuai harapan.
Theranos diduga mengumpulkan sampel darah dengan cara tradisional dan kemudian mengencerkannya - menyebabkan sampel terdilusi - sehingga dapat dijalankan pada mesin yang dibuat oleh perusahaan lain dan bukan menggunakan teknologi Edison yang banyak digembar-gemborkan.
Beberapa tokoh publik terseret dalam skandal ini. Seperti David Boies, pengacara terkemuka, pengacara sekaligus direksi Theranos.
Ada pula mantan jendral bintang empat, James Mattis, merupakan anggota dewan direksi Theranos yang kemudian menjabat sebagai menteri pertahanan di era kabinet Trump.
George Pratt Shultz ekonom, diplomat, dan politisi AS yang sempat menduduki jabatan menteri di era Nixon dan Reagan. Ia menjadi anggota dewan direksi Theranos dari 2011 hingga 2015.
Diketahui Henry Kissinger mantan Menteri Luar Negeri AS dan pemenang Nobel Perdamaian juga sempat menjabat di Theranos 2014 hingga 2017.
Tak hanya itu, Theranos juga mendapatkan investasi dari media mogul Rupert Murdoch dari News Corp. dan mantan pejabat kabinet Trump, Betsy DeVos.
Industri Kesehatan Naik Daun
Selama beberapa tahun terakhir, terutama selama pandemi Covid 19, teknologi kesehatan menjadi primadona di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Saat ini, kesehatan digital sudah menjadi landasan sistem kesehatan yang dikembangkan di seluruh dunia.
Definisi istilah ini merujuk pada aplikasi kesehatan yang juga memiliki nama lain mHealth, telehealth, informatika kesehatan, atau eHealth.
Layanan kesehatan digital dan konektivitas internet menjadi pendorong pertumbuhan pasar selama beberapa tahun terakhir.
Selain itu, adopsi smartphone yang berkembang pesat juga telah mendorong para invstoruntuk berinvestasi dan memanfaatkan peluang pertumbuhan industri kesehatan digital.
Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir, di AS beberapa aplikasi telah diluncurkan, seperti Doctors on Demand, Amwell, Garmin Connect, AssistRx, GoogleFit, dan lainnya. Termasuk Theranos menangkap potensi pasar tersebut.
Di Indonesia, beberapa startup kesehatan juga bermunculan seperti Halodoc, Alodokter, KlikDokter, Good Doctor, Konsula dan lainnya.
Pangsa pasar bisnis kesehatan memang terbilang jumbo. Karena layanan kesehatan merupakan hal yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
Pada 2016, sekitar 52% rumah sakit di dunia mulai menggunakan media digital, teknologi kesehatan, dan perangkat seluler sebagai bagian dari sistem perawatan kesehatan pasien.
Sebanyak 60% organisasi perawatan kesehatan telah mulai memperkenalkan internet of thing (IoT) ke dalam fasilitas mereka.
Mengutip riset Statista, pendapatan di pasar teknologi medis diproyeksikan mencapai USD575,80 miliar pada tahun 2022. Ini artinya, industri kesehatan masih menjadi sektor yang menjanjikan di masa depan. (Lihat grafik di bawah ini.)
Segmen pasar terbesar adalah alat kesehatan dengan volume pasar yang diproyeksikan sebesar USD455,10 miliar pada tahun 2022.
Pendapatan diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2022-2027) sebesar 5,95%, yang menghasilkan volume pasar sebesar USd768,80 miliar pada tahun 2027.
Sebagai perbandingan global, industri teknologi kesehatan AS akan memimpin dengan pangsa pasar diproyeksikan mencapai USD200,20 miliar pada tahun ini.
Secara spesifik, menurut data Statista, pendapatan di pasar kesehatan digital diproyeksikan mencapai USD145,80 miliar pada tahun 2022.
Pendapatan diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR 2022-2027) sebesar 11,94%, menghasilkan volume pasar yang diproyeksikan sebesar USD256,30 miliar pada tahun 2027.
Pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) dari aplikasi kesehatan digital diperkirakan sebesar USD45,06.
Sebagai perbandingan global, sebagian besar pendapatan akan dihasilkan China dengan nilai mencapai USD46 miliar tahun ini.
Adapun segmen pasar terbesar adalah Digital Fitness & Well-Being dengan total nilai pendapatan USd81,67 miliar di tahun yang sama.
Gambaran ini menunjukkan bahwa sektor kesehatan dapat berkonstribusi signifikan bagi perekonomian.
Namun, jika yang terjadi adalah fraud seperti yang dilakukan oleh Theranos, sepertinya sudah saatnya industri health tech lebih mendorong pentingnya pelibatan ilmuwan dibandingkan pemberian modal jor-joran agar tidak berakhir gimmick seperti kasus skandal ini.
Theranos adalah bukti bahwa industri health tech berada dalam lingkungan bisnis yang rentan. Sementara masyarakat menantikan peran nyata inovasi kesehatan untuk lebih banyak berkontribusi menjadi penolong peradaban umat manusia di era modern. (ADF)