ECONOMICS

Dahlan Iskan Dukung Langkah Erick Bentuk Strategi Sub Holding

Winda Destiana 12/09/2021 21:22 WIB

Pertamina kini memasuki babak baru dimana semua yang berbau operasional diserahkan ke sub holding.

Dahlan Iskan (Instagram)

IDXChannel - Pertamina kini memasuki babak baru dimana semua yang berbau operasional diserahkan ke sub holding. Hal ini mengacu pada keputusan terbaru yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dan sudah mulai berlaku. 

Menanggapi hal tersebut, Mantan Menteri BUMN Prof. Dr. Dahlan Iskan mengaku menyetujui langkah yang diambil oleh juniornya tersebut. 

"Saya tentu setuju, memangnya punya hak untuk setuju atau tidak setuju? dengan langkah Erick Thohir itu. Secara struktur bisa lebih bagus. Lebih jelas," papar Dahlan Iskan. 

Enam sub-holding di bawah Pertamina tersebut yakni:

1. Upstream, yang menangani semua urusan hulu: ladang-ladang minyak dan gas.

2. Refining & Petrochemical, yang menangani lima kilang besar dan industri kimia.

3. Commercial & Trading, yang menangani penjualan BBM dan membeli minyak mentah.

4. Power & NRE, yang menangani geotermal dan energi baru seperti solar cell dan baterai lithium.

5. Gas. PGN (Perusahaan Gas Negara) berada di sini.

6. Shipping, yang mengurus kapal-kapal Pertamina, khususnya kapal-kapal tanker pengangkut minyak.

Awalnya tersiar kabar sub-holding itu akan ada tujuh. Yakni ditambah sub-holding urusan pelayanan. Yang mana akan mengurus soal rumah sakit atau hotel Pertamina.

Lalu, kemana kah rumah sakit dan hotel itu akan berinduk? Menurut Dahlan Iskan, tentunya reorganisasi Pertamina ini merupakan langkah yang amat besar. Itu tidak mudah. 

"Mungkin di dalam tubuh grup Pertamina kini lagi meriang. Di pusat, banyak yang kehilangan kekuasaan. Cukup besar. Banyak jabatan lama yang harus hilang. Mereka harus pindah ke anak perusahaan."

Yang di anak perusahaan juga harus menghadapi gelombang mutasi staf internal mereka. Ditambah harus mengakomodasi kiriman orang-orang dari pusat.

"Kapal besar Pertamina kini lagi mengarungi lautan baru yang penuh riak. Tapi layar sudah dikembangkan. Kapal harus tetap melaju," sambungnya. 

Dalam masa pancaroba seperti itu tentu akan muncul banyak keluhan. Setidaknya gerundelan. Manajemen yang mau banyak mendengar tentu akan mengurangi keresahan seperti itu.

"Saya dengar, restrukturisasi ini atas inisiatif penuh dari kementerian BUMN. Bukan dari inisiatif Pertamina. Berarti kementerian BUMN akan memonitor baik-baik apa yang terjadi setelah palu restrukturisasi diayunkan," papar pria berusia 70 tahun tersebut. 

Tapi apakah itu sudah menjawab tantangan masa depan Pertamina?

Dahlan berujar belum. Menurutnya, hal itu baru menertibkan struktur di Pertamina. Bisnisnya masih biasa seperti yang lama.

Dijelaskan lebih lanjut, masa depan Pertamina adalah apa yang akan dilakukan setelah mobil listrik menggantikan mobil bensin. Memang ada sub-holding bidang energi baru, tapi masih lebih berat ke geotermal. Sedang di proyek baterai lithium Pertamina hanya memegang 20 persen saham.

"Saya juga mendengar ada selentingan ini, setelah restrukturisasi, Pertamina lebih bisa mencari uang. Terutama dari pasar modal. Sub-sub holding itu bisa go public. Satu per satu. Mereka sudah bukan BUMN. Mereka sudah berstatus anak perusahaan."

"Bahkan anak-anak perusahaan sub holding (cucu Pertamina) juga bisa go public sendiri-sendiri. Maka harus saya akui, langkah-langkah besar kini lebih mampu dilakukan oleh BUMN. Suasana politiknya adem ayem. Sangat memungkinkan untuk dilakukannya langkah besar," sambungnya. 

Jangan harap yang seperti menurutnya, bisa dilakukan di masa lalu. Ketika peran DPR masih sangat besarnya.

"Maka setiap kali dimintai pendapat soal restrukturisasi di BUMN, saya selalu mengatakan lakukan segera. Sekarang. Mumpung Presiden Jokowi mampu mengendalikan politik hampir secara mutlak," kata Dahlan.

Tentu sehebat apa pun restrukturisasi, itu hanya alat. Hasilnya tetap di tangan orang yang memegang alat itu. 

"Misalnya, apakah dengan restrukturisasi ini produksi minyak Pertamina langsung  bisa naik. Mungkin tidak. Kalau toh naik itu karena blok Rokan kini menjadi milik Pertamina. Untuk menaikkan produksi minyak tetap harus menemukan sumur baru. Dan itu perlu waktu lama."

Atau, apakah setelah restrukturisasi mendadak kilang-kilang minyak Pertamina menjadi lebih efisien. Tentu tidak. Itu lebih dihasilkan oleh kinerja di lapangan yang tetap di tangan tim yang lama.

"Saya bayangkan di pusat Pertamina kini juga akan berubah total. Tidak ada lagi pekerjaan operasional. Proyek-proyek besar akan otomatis pindah ke sub-holding. Mestinya," sahut Dahlan.

Demikian juga soal penataan aset. Apakah akan dilakukan sentralisasi aset? Kalau aset masih tetap di sub-holding bagaimana kalau sub-holding itu nanti go public?

Menurut Dahlan, dalam setahun ke depan kelihatannya Pertamina masih akan sibuk dengan urusan yang terkait restrukturisasi. Tapi langkah besar telah diayunkan. Layar besar telah dibentangkan. Tinggal buaya-buaya akan lari ke mana. (NDA)

SHARE