ECONOMICS

Dibayangi Tarif Impor, Morgan Stanley dan Goldman Sachs Pangkas Proyeksi Ekonomi AS 2025

Nia Deviyana 08/03/2025 20:30 WIB

Bank investasi itu menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini menjadi 1,5 persen dari sebelumnya 1,9 persen.

Dibayangi Tarif Impor, Morgan Stanley dan Goldman Sachs Pangkas Proyeksi Ekonomi AS 2025. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Morgan Stanley menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2025, menimbang berbagai ketidakpastian mulai dari tarif impor hingga kemungkinan inflasi yang lebih tinggi.

Melansir Business Insider, Sabtu (8/3/2025), bank investasi itu menurunkan proyeksi pertumbuhan tahun ini menjadi 1,5 persen dari sebelumnya 1,9 persen. Morgan Stanley juga menurunkan proyeksi pertumbuhan untuk 2026 menjadi 1,2 persen dari 1,3 persen.

"Tarif kemungkinan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan tahun ini, sementara sebelumnya kami memperkirakan dampaknya baru akan terasa, terutama pada 2026," tulis ekonom Morgan Stanley, Michael Gapen, dalam sebuah laporan.

Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump diperkirakan akan meningkatkan inflasi dan memberikan tekanan pada Federal Reserve (The Fed) saat bank sentral berupaya mengendalikan kenaikan harga dalam beberapa bulan mendatang.

Morgan Stanley juga memproyeksi satu kali pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin oleh bank sentral AS tahun ini, yang kemungkinan terjadi pada Juni 2025.

Morgan Stanley juga menyoroti ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga tahun ini, dengan mengatakan bahwa tiga kali pemotongan suku bunga pada 2025 menjadi hal yang terlalu optimistis. 

"Kami pikir pasar pada akhirnya akan mendapatkan pemotongan ini, tetapi jauh lebih lambat dari yang mereka perkirakan," kata Gapen.

Morgan Stanley bukan satu-satunya yang menurunkan proyeksi ekonomi AS. Bank investasi Goldman Sachs juga memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi AS untuk 2025, dengan mengutip risiko yang ditimbulkan oleh tarif impor. 

Goldman Sachs menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS menjadi 1,7 persen dari sebelumnya 2,2 persen, serta meningkatkan probabilitas resesi dalam 12 bulan ke depan menjadi 20 persen dari sebelumnya 15 persen.


(NIA DEVIYANA)

SHARE