Dikuasai Taliban, Aset Bank Sentral Afghanistan Senilai Rp135,73 Triliun Dibekukan AS
Amerika Serikat (AS) membekukan aset milik pemerintah Afghanistan yang disimpan di rekening bank AS pada Minggu (15/8/2021).
IDXChannel - Amerika Serikat (AS) membekukan aset milik pemerintah Afghanistan yang disimpan di rekening bank AS pada Minggu (15/8/2021). Hal ini dilakukan supaya Taliban yang saat ini menguasai Afghanistan tidak bisa mengakses miliaran dolar AS atau triliunan rupiah yang disimpan di lembaga-lembaga keuangan AS.
Keputusan tersebut dibuat oleh Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, dan pejabat di Kantor Pengawasan Aset Asing Departemen Keuangan. Departemen Luar Negeri juga terlibat dalam diskusi dengan pejabat di Gedung Putih selama akhir pekan lalu.
"Setiap aset Bank Sentral yang dimiliki pemerintah Afghanistan di Amerika Serikat tidak akan tersedia untuk Taliban," kata seorang pejabat pemerintah AS, dikutip dari Washington Post, Rabu (18/8/2021).
Menurut Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Sentral Afghanistan memiliki aset senilai USD9,4 miliar atau setara Rp135,73 triliun per April 2021. Jumlah itu kira-kira sepertiga dari output ekonomi tahunan negara tersebut.
Salah satu orang yang mengetahui masalah tersebut mengatakan, sebagian besar aset saat ini tidak disimpan di Afghanistan. Sebagian di antaranya bernilai miliaran dolar AS disimpan di negara Paman Sam, meskipun jumlah pastinya tidak diketahui.
Juru bicara Gedung Putih dan Departemen Keuangan menolak mengomentari proses pemblokiran dana atau nasib bantuan ekonomi AS ke Afghanistan. Seorang juru bicara Federal Reserve Bank of New York, di mana sebagian besar uang diduga disimpan di sana, juga menolak berkomentar.
Adam M. Smith, yang bertugas di Dewan Keamanan Nasional dan penasihat senior Direktur Kantor Pengawasan Aset Asing selama pemerintahan Barrack Obama berpendapat, Amerika Serikat tidak memerlukan otoritas baru untuk membekukan aset tersebut karena Taliban sudah menghadapi sanksi di bawah perintah eksekutif yang disetujui setelah serangan 11 September 2001.
Di luar aset yang dimiliki Afghanistan, Amerika Serikat juga mengirimkan sekitar USD3 miliar per tahun untuk mendukung militer Afghanistan, atau sekitar 15 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara itu.
Namun pendanaan hanya diberikan jika pasukan Afghanistan dikendalikan oleh pemerintah perwakilan sipil yang berkomitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan hak-hak perempuan. Karena itu, pendanaan ini diperkirakan akan dihentikan.
Inspektur Jenderal khusus untuk rekonstruksi Afghanistan John Sopko sebelumnya pernah mengatakan kepada Reuters, sekitar 80 persen anggaran Afghanistan didanai oleh Amerika Serikat dan negara pendonor internasional lainnya.
Seorang juru bicara Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih menolak mengomentari status pendanaan yang disetujui kongres untuk Afghanistan.
“Tentu saja, itu berbahaya,” kata Presiden dan pendiri Eurasia Group Ian Bremmer, mengomentari tentang pembatasan ekonomi Afghanistan, termasuk pembekuan dana yang disimpan di Amerika Serikat.
"Anda akan melihat lebih banyak pengungsi setelah ini, lebih banyak radikalisme. Tapi, di sisi lain, (pemerintah Afghanistan) tidak akan bisa menguasai negaranya untuk jangka waktu yang sangat lama. Saya tidak bisa melihat kami menghabiskan uang untuk Taliban," ujarnya. (TYO)