ECONOMICS

Direstui Jokowi, Ini Deretan Alasan Pemerintah Bubarkan PT PANN

Suparjo Ramalan 26/12/2022 20:28 WIB

meski sejak awal didirikan ditugasi melakukan pembiayaan kapal laut, PT PANN justru diketahui baru menggarap bisnis tersebut pada Agustus 2012.

Direstui Jokowi, Ini Deretan Alasan Pemerintah Bubarkan PT PANN (foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara resmi mengambil langkah pembubaran atas kelangsungan bisnis PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN).

Langkah ini dinilai menjadi jalan terakhir yang bisa ditempuh, lantaran perusahaan yang didirikan pada 6 Mei 1974 silam itu dinilai telah memendam permasalahan utama dalam hal lini bisnis dan kinerja secara akut dan tak terselamatkan lagi.

Langkah pembubaran PT PANN bahkan telah direstui oleh Presiden Joko Widodo, lewat Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.

Ditandatangani pada 23 Desember 2022, Keppres itu menyebut bahwa langkah pembubaran PT PANN telah dilakukan sesuai dengan kewenangan masing-masing pihak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Pengaturan mengenai Pembubaran Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Pengembangan Armada Nasional oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara dan Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Presiden dalam Keppres tersebut. 

Menurut Menteri BUMN, Erick Thohir, lini bisnis PT PANN sejak 1994 silam telah bermasalah, dengan menggarap sektor lain di luar bisnis inti yang ditugaskan pada perusahaan. Mendapatkan tugas menggarap bisnis pembiayaan (leasing) kapal laut, PT PANN justru diketahui masuk ke bisnis leasing pesawat terbang. 

"PT PANN ini direksinya baru, tapi ada problem sejak 1994, ketika untuk me-leasing pesawat terbang yang jumlahnya 10, saat itu Saya rasa jadi tidak fair. Kalau Saya sebagai Menteri (saat itu), (akan) langsung menyalahkan direksi. Tapi ini (hanya) bagian (dari permasalahan) BUMN ini (yang) terlalu banyak, dan tidak kembali ke core bisnis (inti bisnis). Awal didirikan untuk leasing kapal laut, malah ke kapal udara," ujar Erick, Senin (26/12/2022).

Namun, meski sejak awal didirikan ditugasi melakukan pembiayaan kapal laut, PT PANN justru diketahui baru menggarap bisnis tersebut pada Agustus 2012, itu pun tidak dilakukan sendiri, melainkan dengan mendirikan anak usaha bernama PT PANN Pembiayaan Maritim. 

Uniknya, langkah 'aneh' tersebut saat itu kembali mendapat persetujuan Kementerian BUMN, dengan mengizinkan PT PANN mengakuisisi atau mendirikan anak usaha yang berkaitan dengan bisnis maritim.

Saat itu, langkah pendirian anak usaha di bidang maritim dilakukan dengan dalih untuk mendukung perwujudan konsep maritim di dalam negeri. 

Pendirian anak usaha didasarkan akta pendirian yang memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : AHU-45722.AH.01.01 Tahun 2012, tertanggal 28 Agustus tahun tersebut.

Maka, sejak 19 Februari 2013 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), pemegang saham menyetujui pemisahan sebagian aset dan liabilities dari PT PANN Multi Finance (Persero) kepada PT PANN Pembiayaan Maritim. Aksi tersebut sesuai dengan cut off date laporan keuangan audited per 31 Desember 2012. 

Lebih aneh lagi, usai pendirian, PT PANN justru fokus mengembangkan bisnis properti dengan pemanfaatan aset tetap perusahaan. Selanjutkan, BUMN itu juga melakukan spin off unit usaha hotel menjadi anak usaha, dengan penugasan untuk mengelola dan mengembangkan hotel yang dimiliki oleh PT PANN sebagai induk perusahaan. 

"Mereka (PT PANN) masih hidup karena punya dua hotel yang dikelola. Jadi mereka hanya (mampu) bertahan saja, tanpa mampu menjalankan bisnis sesuai penugasan," ungkap Erick.

Dengan gaya pengelolaan bisnis yang 'zig-zag' tersebut, PT PANN disebut Erick kini tercatat hanya memiliki karyawan sebanyak tujuh orang saja.

Namun demikian, PT PANN pada 2020 lalu justru masuk menjadi salah satu BUMN yang menerima penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3,76 triliun, dalam bentuk non-tunai.

PMN tersebut merupakan konversi atas utang pokok perusahaan kepada negara dari dua service level agreement (SLA) tahun 1994 silam. Hal ini dikonfirmasi langsung manajemen PT PANN saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI pada Juli 2020 lalu.

"Hal-hal seperti ini bukan salah direksi sekarang, tapi ini perlu kita jaga masing-masing BUMN kembali pada core bisnisnya. Jangan sampai BUMN kembali pada tempat yang tidak sehat. Jangan sampai membunuh UMKM dan usaha lokal," tegas Erick. (TSA)

SHARE