Dorong BBM Rendah Sulfur, Luhut Sebut Bisa Tekan Subsidi BPJS Kesehatan
Tak hanya itu, bahan bakar ramah lingkungan ini juga digadang-gadang bisa mengurangi indeks polusi di kisaran 50-60 persen.
IDXChannel - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, optimistis pemanfaatan Bahan bakar minyak (BBM) rendah sulfur bisa menekan subsidi anggaran.
Khususnya, di sektor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Ini saya kira mengurangi juga subsidi kepada BPJS yang sekarang ini diberikan sampai kira-kira Rp30 triliun," ujar Luhut saat ditemui di ICE BSD, Tangerang, Selasa (17/9/2024).
Tak hanya itu, bahan bakar ramah lingkungan ini juga digadang-gadang bisa mengurangi indeks polusi di kisaran 50-60 persen. Dengan persentase yang baik ini, pemerintah melalui PT Pertamina (Persero) tengah menggodok produksi BBM low sulfur.
Pemerintah sebelumnya memastikan bahwa tidak ada pencabutan BBM subsidi. Hanya saja, jumlah kuota BBM subsidi akan dikurangi untuk menyediakan BBM rendah sulfur nantinya.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, mengatakan produksi BBM rendah sulfur memiliki ongkos yang lebih besar ketimbang BBM dengan kandungan sulfur yang tinggi.
Sehingga diperlukan kompensasi tambahan anggaran jika pemerintah mau menghadirkan BBM rendah sulfur di masyarakat.
Rencananya, pemerintah akan memberikan kompensasi kepada Pertamina untuk memproduksi BBM rendah sulfur. Sehingga peningkatan biaya produksi tidak berdampak pada harga jual ke masyarakat.
"Karena tadi kita sampaikan, untuk memperbaiki kualitasnya (menjadi BBM rendah sulfur), tentu harus tambah biaya," kata dia.
Kaimudin mencatat, ada beberapa opsi yang untuk menutup penambahan biaya produksi BBM rendah sulfur. Pertama, menaikkan harga BBM, kedua ditanggung seluruhnya oleh negara, ketiga memotong anggaran subsidi BBM dan dialokasikan untuk produksi BBM rendah sulfur.
Opsi terakhir lah yang dipilih oleh pemerintah, sebab menurutnya saat ini subsidi BBM yang digelontorkan tidak tepat sasaran. Bahkan, BBM subsidi yang seharusnya dinikmati oleh kalangan kelas bawah nyatanya dimanfaatkan oleh masyarakat kelas menengah ke atas.
"Sederhananya, kalau dia pendapatan kecil mungkin naik kendaraan umum atau motor, kemudian mulai sejahtera, beli mobil, awalnya mobil kecil, kemudian menggunakan cc yang lebih besar. Jadi semakin tinggi pendapatan seseorang, maka kemungkinannya dia akan menggunakan BBM lebih banyak, artinya mendapatkan subsidi semakin banyak," kata Kaimudin.
(NIA DEVIYANA)