ECONOMICS

Doyan Gesek Kartu Kredit, Utang Rumah Tangga AS Pecah Rekor, Indonesia Aman?

Maulina Ulfa - Riset 17/02/2023 16:40 WIB

Utang rumah tangga Amerika Serikat (AS) dilaporkan melonjak pada kuartal keempat 2022.

Doyan Gesek Kartu Kredit, Utang Rumah Tangga AS Pecah Rekor, Indonesia Aman? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Utang rumah tangga Amerika Serikat (AS) dilaporkan melonjak pada kuartal keempat 2022 dan menjadi rekor jumlah utang rumah tangga tertinggi.

Angka tersebut mencapai USD16,90 triliun dan peningkatan paling tajam dalam dua dekade terakhir.

Pusat data The Federal Reserve Bank of New York menerbitkan laporan triwulanan tentang Utang dan Kredit Rumah Tangga pada Kamis (16/2) waktu setempat.

Laporan tersebut menunjukkan peningkatan total utang rumah tangga pada kuartal keempat tahun 2022, meningkat 2,4 persen menjadi USD16,90 triliun.

Saldo utang rumah tangga saat ini dilaporkan mencapai USD2,75 triliun lebih tinggi dari pada akhir 2019, sebelum resesi dan pandemi.

Laporan ini didasarkan pada data dari Consumer Credit Panel New York Fed secara nasional.

Kenaikan utang ini didukung oleh meningkatnya saldo hipotek atau kredit pemilikan rumah (KPR) dan kartu kredit karena kenaikan inflasi dan suku bunga yang dialami negeri Paman Sam beberapa waktu terakhir.

Biaya Perumahan Hingga Kartu Kredit Jadi Biang Kerok

Mengutip data Trading Economics, utang hipotek atau KPR menempati porsi terbesar dari total utang, meningkat sebesar USD254 miliar menjadi total USD11,92 triliun pada akhir 2022 lalu.

Ini menandai peningkatan hampir USD1 triliun dalam saldo hipotek pada 2022.

Pengetatan kebijakan moneter yang agresif dari The Federal Reserve mendorong tingkat rata-rata hipotek tetap 30 tahun mencapai level di atas 7% dan menjadi kenaikan yang belum pernah terjadi sejak 2001.

Saldo kartu kredit meningkat hampir 6,6% menjadi USD986 miliar atau meningkat USD61 miliar selama kuartal tersebut dan menjadi pertumbuhan kuartalan tertinggi dalam sejarah, menurut data The Fed New York sejak 1999. Adapun secara year on year, saldo kartu kredit tumbuh 15,2%. (Lihat tabel di bawah ini.)

Saldo pinjaman mobil meningkat sebesar USD28 miliar pada kuartal yang sama, konsisten naik sejak 2011. Adapun pinjaman Pendidikan atau student loan juga meroket mencapai USD1,60 triliun, naik sebesar USD21 miliar dari kuartal sebelumnya. Secara total, saldo utang non-perumahan tumbuh sebesar USD126 miliar.

"Saldo kartu kredit tumbuh dengan kuat pada kuartal ke 4, sementara saldo pinjaman hipotek dan mobil tumbuh pada kecepatan yang lebih moderat, mencerminkan aktivitas yang konsisten dengan tingkat pra-pandemi," kata Wilbert van der Klaauw, penasihat riset ekonomi di The Fed New York, dikutip Jumat (17/2).

Ini terjadi karena pasar tenaga kerja AS yang masih kuat dalam beberapa waktu terakhir telah membantu menjaga pengeluaran konsumen. Namun, peningkatan pengeluaran ini terjadi di lingkungan dengan tingkat inflasi tinggi secara historis dan kenaikan suku bunga.

“Ini menjadi potensi masalah tiga kali lipat bagi peminjam kartu kredit. Saldo naik, tarif naik dan lebih banyak orang membawa utang kartu kredit," kata Ted Rossman, analis industri senior di Bankrate, dikutip CNN Internasional, Jumat (17/2).

Sementara itu, persentase peminjam yang menunggak secara keseluruhan masih di bawah tingkat pra-pandemi.

Namun, kondisi ini memunculkan kekhawatiran di antara para ekonom. Pasalnya, ada potensi tunggakan pinjaman pendidikan atau student loan yang meningkat namun juga diiringi dengan peningkatan pinjaman kartu kredit dan pinjaman mobil.

“Student loan benar-benar akan memberi lebih banyak tekanan pada konsumen dan memaksa orang untuk membuat pilihan sulit," kata Mike Loewengart, kepala bidang model portfolio construction di Morgan Stanley, dalam sebuah wawancara dengan CNN Internasional.

Bagaimana Kondisi Kredit di Indonesia?

Berdasarkan data Survei Perbankan Bank Indonesia, penyaluran kredit baru pada triwulan empat 2022 tumbuh meningkat.

Hal ini terindikasi dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kredit baru sebesar 86,3% dan tetap kuat meskipun menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 88,1%.

Berdasarkan catatan BI, kredit konsumer berhasil menjadi kredit yang paling cepat pulih dari dampak Covid-19 dan terus tumbuh secara konsisten.

Pertumbuhan kredit konsumsi pada akhir 2022 dengan SBT mencapai 85% alias lebih tinggi dari kuartal sebelumnya sebesar 76,5%. Kredit konsumsi ini tumbuh lebih tinggi didorong oleh hampir seluruh jenis kredit, kecuali kredit multiguna yang tumbuh melambat.

Permintaan kredit konsumsi baru ini mencakup KPR atau KPA, kredit kendaraan bermotor, kartu kredit, multiguna, dan kredit tanpa agunan.

Permintaan kredit konsumsi untuk KPA misalnya, memiliki SBT sebesar 77,9% pada Q4 2022 dibanding kuartal sebelumnya sebesar 69,2%.

Sementara kredit kendaraan bermotor juga tumbuh menjadi 50,8% dari kuartal sebelumnya sebesar 38,1%. Permintaan penggunaan kartu kredit juga melonjak dengan STB sebesar 79% dari kuartal sebelumnya 68,5%. (Lihat grafik di bawah ini.)

“Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh jenis kredit. Perlambatan terjadi pada jenis kredit modal kerja dan kredit investasi, terindikasi dari SBT positif yang sedikit lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam keterangan tertulis di akhir Januari lalu.

Pada triwulan I 2023, penyaluran kredit baru diprakirakan tumbuh lebih tinggi, terindikasi dari SBT prakiraan penyaluran kredit baru sebesar 88,3%.

Namun, fluktuasi suku bunga ke depan masih perlu menjadi perhatian bersama.

Meskipun BI menghentikan laju suku bunga ke level 5,75 persen, hal ini cepat atau lambat akan diikuti dengan kenaikan bunga kredit perbankan seperti KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).

Meskipun belum megalami kenaikan secara signifikan, bukan tidak mungkin kenaikan suku bunga ke depan akan kembali terjadi dan akan berdampak ke sektor kredit konsumsi.

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan 2,25 persen sejak Agustus 2022 dari 3,5 persen menjadi 5,75 persen di Januari 2023. (ADF)

SHARE