DPR Desak Pemerintah Lindungi PLN dari Tekanan Asing
tekanan dan campur tangan asing terhadap pembangunan sektor ESDM, akhir-akhir ini semakin terasa.
IDXChannel - Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terhadap segala tekanan asing yang dilancarkan terhadap PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Tekanan tersebut berupa upaya pemaksaan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang energi listrik tersebut dapat melakukan pensiun dini terhadap jaringan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Menurut Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, pemerintah wajib mengedepankan kepentingan nasional daripada harus mengikuti kemauan asing terkait program Just Energy Transition Partnership (JETP) yang dapat merugikan PLN.
Dalam hal ini, Mulyanto meminta pemerintah dan manajemen PLN agar tidak mau didikte oleh pihak internasional untuk segera mempensiunkan dini PLTU-nya bila itu hanya merugikan Indonesia alias masyarakat para pelanggan listrik PLN.
"Harus ada penggantian dari pendanaan internasional sejumlah nilai aset yang dipensiunkan dini tersebut, bila memang program tersebut akan dieksekusi. Andai tidak, maka PLN akan buntung karena harus menanggung risiko aset yang dipensiunkan dini tersebut sendirian. Ini kan tidak fair," ujar Mulyanto, Jumat (14/7/2023).
Mulyanto menyebut, tekanan dan campur tangan asing terhadap pembangunan sektor ESDM, akhir-akhir ini semakin terasa.
"Belum selesai Uni Eropa dan WTO memaksa kita untuk merevisi program hilirisasi mineral, muncul rekomendasi IMF yang meminta kita membatalkan pelarangan ekspor mineral mentah," tutur Mulyanto.
Dan sekarang, lanjut Mulyanto, Indonesia tengah dipaksa untuk mempensiunkan dini PLTU secara sukarela, padahal nilai asetnya masih tinggi.
"Kalau begini caranya, PLN bisa kembali rugi. Padahal baru dua tahun ini laporan keuangan PLN untung. Termasuk juga kemungkinan munculnya harga listrik yang mahal," ungkap Mulyanto.
Mulyanto mengingatkan bahwa Indonesia harus berani bersikap secara independen tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pihak lain.
"Kenapa kita harus membebek pada kemauan pihak asing kalau ujung-ujungnya PLN atau masyarakat juga yang dirugikan. Kita kan negara yang berdaulat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan rakyat, jadi tidak boleh berlaku seperti inlander, yang mau saja dicocok-hidung oleh pihak lain," tegas Mulyanto.
Mulyanto juga mengingatkan Pemerintah bahwa bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menjalankan program ketahanan energi yang menguntungkan rakyat dan negara, serta tidak bisa ditekan oleh VOC gaya baru.
Untuk diketahui, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengakui mendapat tekanan internasional untuk segera mempensiunkan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia sebelum tahun 2030.
Namun ia meminta, agar aset PLTU tersebut dihitung dan diganti dengan cash. Program Just Energy Transition Partnership (JETP), G20 memiliki komitmen pendanaan sebesar USD 20 miliar atau sekitar Rp 302 triliun (kurs Rp 15.100) untuk pensiun dini PLTU. (TSA)