Drama Belum Usai, Minyakita Masih Dijual Pakai Mekanisme Bundling
Drama Minyakita belum usai. Pedagang sembako masih mengeluhkan pembelian yang dibatasi bahkan menggunakan persyaratan bundling.
IDXChannel - Drama Minyakita belum usai. Pedagang sembako masih mengeluhkan pembelian yang dibatasi bahkan menggunakan persyaratan bundling.
Berdasarkan pantauan MNC Portal Indonesia di Pasar Baru Bekasi, Senin (29/5/2023), produk Minyakita tersedia di beberapa lapak, namun jumlahnya tidak banyak.
Pedagang sembako bernama Via mengungkapkan, dalam seminggu dirinya hanya bisa menyediakan Minyakita dua dus (@dus berisi 12 pcs). Itupun dia dapatkan dari tangan ketiga yang artinya harganya lebih mahal dibandingkan dia beli dari tangan kedua/agen.
Dia menuturkan, alasan dirinya tidak lagi membeli di agen lantaran ada persyaratan yang harus dipenuhi, yakni harus membeli barang lain atau bundling untuk bisa mendapatkan Minyakita. Jika tidak demikian, pembeli tidak bisa mendapatkan minyak tersebut. Padahal minyak keluaran pemerintah itu banyak peminatnya.
"Minyak masih susah. Jadi kalau ke agen gitu ya harus dikawinkan dengan minyak lain, misalnya sama minyak resto. Kalau cuma Minyakita tidak dikasih. Jadi saya mengambil dari luar makanya lebih mahal. Karena dari tangan ke tangan," ujar Via saat ditemui MNC Portal Indonesia, Bekasi, Senin (29/5/2023).
Sambungnya, selisih harga dari tangan ketiga dibandingkan beli langsung ke agen bisa mencapai Rp10 ribu per dus. Maka dari itu, ia tidak bisa menjual sesuai ketetapan pemerintah, Rp14 ribu per liter, melainkan harus menjual Rp16 ribu per liter.
"Bedanya bisa Rp10 ribu per dus. Makin banyak tangan kan pasti makin banyak ambil untung. Cuma daripada tidak ada kan dibeli, terpaksa. Peminat punya kita masih banyak. Masih dicari," ucap Via.
Sama halnya dengan Via, pedagang sembako lainnya juga menuturkan, pasokan Minyakita masih sulit. Praktek bundling pun masih ia temui.
"Sama, saya juga susah dapatnya. Kalau beli di agen harus dikawinin sama minyak goreng merek lain. Kalau enggak begitu, enggak dapet," ujar Andika.
Karena praktik bundling itu, dia mengaku mau tidak mau menjual harganya di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter. Sebab, kalau harus mengikuti kebijakan itu, pihaknya tidak dapat untung.
"Ini saya jualnya Rp16 ribu per liter. Bisa aja sebenarnya saya jual Rp18 ribu, tapi kasihan pembelinya nanti. Mereka kan butuh minyak murah," tukas Andika.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara sah telah memutuskan 7 terlapor atau perusahaan terbukti melanggar UU nomor 5 tahun 1999 pasal 19 huruf C tentang monopoli minyak goreng. Putusan tersebut termaktub dalam perkara nomor 15/KPPU-I/2022.
Tujuh perusahaan yang terbukti melanggar undang-undang tersebut adalah PT Asianagro Agungjaya, PT Batara Elok Semesta Terpadu, PT Incasi Raya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Budi Nabati Perkasa, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai.
Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie memaparkan, dalam persidangan pihaknya menemukan bahwa para Terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.
"Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET," terangnya, belum lama ini.
Sehingga, ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat.
(YNA)