ECONOMICS

Dunia Belum Membaik, Jokowi: Kita Harus Hati-hati

Wahyudi Aulia Siregar 07/07/2022 13:59 WIB

Perang di Ukraina, jelas Jokowi, mempengaruhi harga gandum karena 30-40 persen produksi gandum dunia berasal dari Ukraina, Rusia dan Belarusia.

Dunia Belum Membaik, Jokowi: Kita Harus Hati-hati (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Presiden Joko Widodo mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk berhati-hati, karena saat ini semua negara dunia sedang tidak dalam posisi aman termasuk Indonesia. 

Hal itu disampaikan Jokowi dalam sambutannya saat peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-29 di Lapangan Merdeka, Kota Medan, Kamis (7/7/2022). 

Ada beberapa hal yang membuat Presiden berulang kali mengajak seluruh masyarakat untuk berhati-hati. 

Pertama, Indonesia sudah 2,5 tahun menghadapi tantangan berat pandemi Covid-19 dan sampai saat ini belum rampung. "Negara-negara lain masih tinggi Covid-nya. Kita alhamdulillah, meskipun pun masih berada posisi yang rendah, inilah tugas kita semuanya untuk mengendalikan. Kita harus hati-hati dan waspada," sebut Jokowi. 

"Tetap harus waspada jangan sampai naik lagi. Karena kalau covid-nya bisa kita kendalikan pemulihan ekonominya akan lebih mudah. Sekarang tambah sulit karena ditambah satu kondisi yakni perang di Ukraina," lanjut dia. 

Kondisi perang di Ukraina, jelas Presiden Jokowi penting diwaspadai karena menyangkut pangan dan energi. Perang tersebut juga telah mempengaruhi kondisi di semua negara di dunia. 

Perang di Ukraina telah mendorong peningkatan  harga minyak dunia hingga dua kali lipat menjadi 120 dolar per barel. Dampaknya harga jual BBM pun terpaksa dinaikkan. 

"Hati-hati. Negara kita masih tahan untuk tidak menaikkan harga bensin. Negara lain, untuk bensin sudah berada di harga Rp31 ribu. Jerman dan Singapura Rp31 ribu. Thailand sudah Rp20.000. Kita masih Rp7.650 per liter karena masih disubsidi oleh APBN," tukasnya. 

"Ini kita berdoa supaya APBN tetap masih kuat memberi subsidi. Kalau sudah tidak kuat mau gimana lagi," tukasnya. 

Presiden menyebut, saat ini Indonesia mengimport separuh dari kebutuhan nasional yang mencapai 1,5 juta barel. Dengan kenaikan harga minyak dunia, berarti pemerintah juga harus membayar lebih ke negara pengekspor. 

"Begitu juga dengan gas juga, harga internasional sudah naik 5 kali. Padahal kita juga impor gas gede banget," pungkasnya. 

Soal pangan, juga sama naik di seluruh dunia. Ada yang naiknya sudah 30 persen ada yang sudah 50 persen. Indonesia sendiri masih diuntungkan, karena rakyat, utamanya petani masih berproduksi. Dan sampai saat ini beras sebagai komoditi pangan utama harganya tidak naik dan stoknya selalu ada. 

"Sudah tiga tahun kita tidak impor beras lagi. Biasanya kita impor 1,5 juta sampai 2 juta ton per tahun. Ini sudah tidak impor lagi," ucapnya. 

Namun Jokowi mengkhawatirkan harga gandum yang terus naik. Indonesia sendiri saat ini mengimpor sebanyak 11 juta ton gandum. Persoalan stok gandum ini menjadi perhatian khusus Jokowi saat berkunjung ke Ukraina dan Rusia beberapa waktu lalu. 

Perang di Ukraina, jelas Jokowi, mempengaruhi harga gandum karena 30-40 persen produksi gandum dunia berasal dari Ukraina, Rusia dan Belarusia. 

"Stok di Ukraina 77 juta ton di Rusia 130 juta ton. Bayangkan berapa ratus juta orang ketergantungan kepada gandum Ukraina dan Rusia. Dan sekarang ini sudah mulai karena barang itu tidak bisa keluar dari Ukraina, nggak bisa keluar dari Rusia," paparnya. 

"Akibat keterbatasan stok, di Afrika dan beberapa negara di Asia sudah mulai yang namanya kekurangan pangan akut. Sudah mulai yang namanya kelaparan. Jadi kita harus hati-hati. Kita harus menjaga kemandirian pangan kita," sebutnya. 

(SAN)

SHARE