Ekonom Kritik Utang Indonesia yang Terus Membengkak
Didik menilai bahwa sampai sekarang hingga kiamat pun, Indonesia akan melakukan pengambilan utang di atas Rp1.000 triliun, bahkan bisa mencapai Rp2.000 triliun.
IDXChannel - Ekonom Senior, Didik J. Rachbini melayangkan kritiknya terkait pola pengambilan utang pemerintah RI yang menyebabkan utang RI terus menggunung.
"Semestinya ketika covid terjadi, sebanyak dua per tiga kegiatan pemerintah ditiadakan, seperti kunjungan ke luar negeri misalnya. (Penerbitan utang yang sampai Rp1.686 triliun) itu sebaiknya dialihkan untuk penanganan covid," ungkap Didik dalam Seminar bertemakan "Evaluasi Akhir Tahun Bidang Ekonomi, Politik, dan Hukum" secara virtual di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Tetapi dengan kondisi pandemi, dengan argumen demi kemanusiaan dan yang lain-lain, kesempatan ini dipakai untuk mengambil utang yang menembus Rp1.500 triliun.
"Jadi Rp1.000 triliun tambahannya. Ke mana? Justru pada saat covid pada pesta pora, termasuk yang dikorupsi Menteri Sosial dan lain-lain itu," ucap Didik.
Dia pun menyoroti bahwa di DPR sudah ada yang menyuarakan penurunan utang dari Rp921 triliun ke Rp651 triliun. Sebesar Rp651 triliun dari mengeluarkan SBN dan utang jatuh tempo yang buyback.
"Itu diketok tahun 2019 sebelum COVID-19. Tapi 2020 dihantam pandemi, langsung keluar Perppu yang mengebiri kekuasaan DPR. Dengan alasan darurat, seluruh proses APBN diambil oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan dengan leluasa Presiden mengambil keputusan membuat utang Rp1.530 triliun," ungkap Didik.
Dia menyebut bahwa angka ini sama dengan 300 anggaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada waktu selesai, dan tidak ada yang membicarakan itu. Didik menilai bahwa sampai sekarang hingga kiamat pun, Indonesia akan melakukan pengambilan utang di atas Rp1.000 triliun, bahkan bisa mencapai Rp2.000 triliun.
"Yang selalu menjadi pembelaan adalah rasio terhadap PDB. Kita melihat bagaimana perilaku birokrasi ugal-ugalan, politik juga ugal-ugalan. Jepang karena bunganya hanya 0,2%, membayar obligasi ke yang pegang surat utang juga hanya 0,2%, kalau punya utang Rp7.000 triliun ya bayarnya hanya sekitar Rp14 triliun saja," sambung Didik.
Dibandingkan dengan Indonesia yang bunganya 6,5% dengan situasi utang sekarang sebesar Rp7.000-8.000 triliun, maka pembayaran obligasinya bisa mencapai Rp450 triliun tiap tahunnya. Hal ini menyebabkan utang terus menggunung.
"80% dari politik itu ekonomi. Di APBN, 100% ekonomi anggaran adalah politik. Sekarang turunan dari kekuasaan yang otoriter, sehingga tidak ada check and balance, itu tercermin di APBN atau anggaran," pungkas Didik.
(SAN)